50. Bahagia (End)

955 55 35
                                    

Selamat Membaca!!!

*

*

*

*

* * * *
Hari ini adalah hari Haruto dimakamkan. Wonyoung datang ke pemakaman itu, dengan dijaga ketat oleh Jihan, Jaehee dan Yuna, mereka takut Wonyoung akan pingsan atau terjadi sesuatu yang tidak-tidak.

Saat ini Wonyoung bagaikan mayat hidup, kulit wajah hingga bibirnya pucat pasi serta ada lingkaran hitam besar di sekitar kedua matanya. Wonyoung tidak makan dan tidur dari kemarin, yang dia lakukan adalah menangisi kepergian Haruto.

Pemakaman telah selesai dilaksanakan. Wonyoung pulang ke rumahnya lalu mengurung diri di kamar seharian, tanpa makan dan minum. Dia menangis sampai ketiduran, setelah bangun dia akan menangis lagi. Dirinya benar-benar hancur, ini adalah titik terendah dalam hidupnya. Wonyoung merasa tidak mampu bertahan.

"Haru! Gua rindu lo," isaknya. "Gimana gua bisa hidup setelah ini, Haru?"

Pintu menjeblak terbuka dan Jaemin masuk ke dalam, dia membawa nampan berisi air dan makanan. Dia berjalan mendekati Wonyoung yang tengah meringkuk di atas kasur.

Jaemin menghela nafas panjang sambil menatap sedih sang adik. "Gua tau lo lagi gak baik-baik aja, tapi setidaknya lo harus makan walaupun cuma sedikit."

Wonyoung menggelengkan kepala lemah. "Aku lagi gak nafsu makan."

"Jangan konyol! Lo bisa mati kelaparan kalau kaya gini terus."

"Biarin aja. Kalau aku mati, aku bisa ketemu sama Haruto."

Jaemin sekali lagi menghela nafas panjang, dia berusaha untuk tidak emosi atas perkataan bodoh adiknya. Jaemin mendudukkan diri di kasur Wonyoung, lalu dia menatap sang adik dengan lembut.

"Kalau guru agama lo lagi nerangin pelajaran, lo perhatiin gak sih? Sengaja mati kelaparan itu sama aja dengan bunuh diri dan itu perbuatan dosa besar. Tuhan pasti gak akan mempertemukan lo dengan Haruto karena kalian di tempatkan di tempat yang berbeda. Lo paham maksud gua kan? Neraka dan surga. Orang bunuh diri udah pasti ditempatkan di neraka."

Jaemin mengelus pelan kepala Wonyoung. "Manusia gak boleh mati sebelum Tuhan yang berkehendak kapan manusia itu mati. Jadi, lo harus bertahan di sini sampai Tuhan panggil lo dan lo akhirnya bisa bertemu Haruto kembali di sana. Lo paham?"

Wonyoung terkesiap begitu mendengar perkataan sang Kakak  yang berhasil membuat otaknya menjadi sedikit lebih jernih. Perlahan dia menganggukan kepalanya, dia menjadi marah kepada dirinya sendiri karena telah memikirkan hal bodoh. Tangisnya kembali pecah akibat diserang rasa penyesalan. Jaemin segera memeluknya erat, sesekali Jaemin menepuk-nepuk punggungnya agar dia tenang.

"Gua denger kata-kata terakhir Haruto. Dia minta agar lo mau berjanji untuk hidup bahagia, dan gua merasa memiliki tanggung jawab untuk mengabulkan permintaan Haruto. Saat ini lo boleh nangis dan sedih sejadi-jadinya. Tapi setelah itu lo harus bisa bahagia. Gua janji, gua akan selalu ada di samping lo, gua akan berusaha bantu lo nyari kebahagiaan lo, gua akan selalu lindungin lo supaya kejadian ini gak terulang lagi, gua gak akan biarin lo nangis menderita lagi kecuali tangisan kebahagiaan. Dengan lo bahagia, gua yakin Haruto akan tenang di sana."

Wonyoung mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti. Tangisnya perlahan mereda.

"Kak!" panggil Wonyoung dengan suara serak.

"Apa?"

"Beneran suatu saat nanti aku bisa ketemu Haruto lagi?"

Jaemin melepas pelukannya lalu ia memandang Wonyoung dengan senyum yang meneduhkan.

Friendship and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang