Ramai

65 7 95
                                    

Ginny sudah memakai piama dan sedang minum teh sambil membaca The Quibbler ketika seluruh keluarganya pulang dari pesta pernikahan Neville dan Hannah.

"Nona kecil kita kelihatannya sedang tidak enak hati," George duduk di seberang Ginny, tak mempedulikan seruan ibunya untuk mengganti pakaian terlebih dahulu. "Katakan, Ginevra, ada apa?"

"Jangan menggangguku," ucap Ginny.

"Baiklah," George mengedikkan bahu, lantas menyeruput teh di dalam gelas Ginny, "aku tidak akan mengganggumu."

"Buatlah tehmu sendiri, George!" sergah Ginny.

"Biarkan itu menjadi milik George, sedangkan aku akan membuatkan yang baru untukmu, Ginny," Percy yang sudah mengganti baju pestanya dengan piama, menapaki tangga untuk turun, kemudian meraih teko dan segera merebus air.

"Terima kasih, Perce," ucap Ginny sambil tersenyum senang.

"Aku tahu, dikejar-kejar seperti itu pasti terasa sangat menjengkelkan," ujar Percy sambil menjerang teh dengan air yang setengah mendidih.

"Kau tahu?" Ginny memandang Percy lekat-lekat.

"Seperti aku dikejar-kejar Cho Chang," Percy mengedikkan bahu. Ia memiliki keberanian untuk mengatakannya karena ibunya tidak ada di sana untuk menyabet mulutnya dengan serbet.

"Bukankah kau suka dikejar-kejar seperti itu?" George tertawa, "Sampai tunangan pula."

"Aku tidak ingin dikejar-kejar," Percy menyajikan teh yang sudah siap kepada Ginny. "Aku lebih suka ditantang, kemudian mendekati gadis itu perlahan-lahan, sampai akhirnya kami saling mencintai. Kuharap cinta itu abadi. Seharusnya cinta kami abadi."

"Perce..." Ginny mendesah letih.

"Maaf, seharusnya aku sudah tidak memikirkan hal itu lagi," ucap Percy sambil mencuci teko tadi.

"Apakah kau senang setelah bisa berdansa dengan Lokabrenna?" George mengalihkan pembicaraan.

"Kalian jangan membicarakan ini di depan Ron," Ginny mengingatkan.

"Aku sudah dengar!" Ron berseru sambil menuruni tangga, "Dan tentu saja dia sangat senang! Kenapa pula dia tidak senang? Dia selalu mencari kesempatan untuk merebut Lokabrenna dari jangkauanku, kalian tahu itu!"

"Ambil saja dia kalau kau mau!" sembur Percy, "Aku agak malas dengan gadis Black!"

"Oh, ya?" Ron malah meledek, "Mana bisa kau melepaskannya untukku! Matanya sama persis dengan mata mantan kekasihmu!"

"Jangan mengajakku ribut!" Percy menggebrak meja.

"Jauhi dia kalau kau memang berniat menjauhinya!" suara Ron meninggi.

Keributan segera terjadi antara Percy dan Ron, sementara George dan Ginny kewalahan melerai mereka, hingga akhirnya Arthur dan Molly harus turun dan menahan dua anak laki-laki itu agar tidak terlibat baku hantam.

"Mempertengkarkan apa?!" Arthur menarik Percy menjauh dari Ron.

"Lokabrenna Black," Ginny menjawab.

"Kalau kalian terus berulah, aku akan mengikat kalian semua di pohon-pohon halaman rumah kita!" seru Molly dengan wajah memerah.

"Mungkin maksud Ibu adalah mereka berdua," George memastikan.

"Kalian semua!" Molly menegaskan ucapannya, "Karena kalian semua selalu punya cara untuk membuat ibu kalian ini jengkel!"

"Kok aku ikut kena sih?" George mendengus sebal.

***

Masih dalam balutan gaun pesta, Lokabrenna yang terikat di kursi makan sudah basah kuyup oleh air yang disiramkan oleh ibunya. Sebuah hukuman yang dianggap pantas diterima oleh anak perempuan yang membangkang dan menunjukkan sambutan berlebihan pada pemuda yang seharusnya ditolak.

Choose Among the ChoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang