Derita dan Cita-Cita

102 16 98
                                    

"Ini tidak akan mudah, tapi mereka pasti akan mengerti," Regulus menenangkan Puspita ketika mereka sampai di depan gerbang Lestrange Manor. "Mereka harus mengerti. Mereka bukan tokoh utama dalam kehidupan ini sehingga mereka berhak mendapatkan apa pun yang mereka mau."

"Tidak ada tokoh utama," Puspita menambahkan, "tidak ada favorit Sang Maha Kuasa. Kita semua sama. Kita semua berusaha, dan kita semua pernah terluka. Ada impian tertentu yang tidak bisa menjadi kenyataan."

"Itu sangat benar, Sayangku," Regulus mengangguk. "Ini nasib buruk keluarga Lestrange. Corvus tidak akan bisa mendapatkan Regalia, dan Celeste jelas tidak bisa mendapatkanku. Mereka harus mencari orang lain untuk dinikahkan dengan anak-anak mereka."

Sepasang kekasih itu pun melangkah memasuki gerbang, dan terus berjalan menyusuri jalanan kering menuju pintu rumah mewah nan suram itu. Setibanya di depan pintu, Regulus mengetuk sebanyak tiga kali, dan Bellatrix membukakan salah satu daun pintu.

"Reggie!" Bellatrix menyambut dengan antusias, namun senyumannya memudar ketika melihat Puspita bergelayut pada lengan kiri Regulus, "Dan temannya."

"Di mana Rodolphus?" tanya Regulus.

"Pergi mengurus bisnis," jawab Bellatrix.

"Ada hal yang harus kita bicarakan, Bella," ujar Regulus.

"Tiba-tiba perasaanku tidak enak," Bellatrix membuka daun pintu yang satunya lagi. "Masuklah, ayo, jangan malu-malu."

Regulus dan Puspita duduk diam di sofa ruang tamu, sementara Bellatrix memanggil peri rumahnya dan memerintahkan agar peri rumah berjenis kelamin perempuan itu segera membuatkan teh dan menyajikan biskuit.

"Aku dan Celeste telah berakhir," celetuk Regulus.

"Bisa kau ulangi?" Bellatrix menatap nyalang pada Regulus.

"Aku menyadari jika rasa sayangku padanya tak lebih karena dia adalah putrimu," ujar Regulus.

"Biar kutebak," Bellatrix menatap benci pada Puspita, "kau pastilah akan menikahi wanita ini."

"Kau benar," Regulus mengangguk.

"Bajingan!" jerit Bellatrix seraya mengacungkan tongkatnya pada Regulus, "Cruci—"

"Petrificus Totalus!" Regulus membalas.

Bellatrix jatuh kaku dengan kedua tangan menempel pada badannya.

"Kami tidak datang untuk berperang denganmu, Bella," Regulus duduk di samping tubuh Bellatrix, "melainkan meluruskan segala kesalahpahaman antara dua keluarga. Bukankah ini justru lebih baik? Aku mengenali hatiku di waktu yang tepat. Bayangkan jika aku menyadari cintaku pada Ita setelah aku menikah dengan Celeste."

"Accio tongkat Bellatrix!" Puspita memanggil tongkat Bellatrix dan menggenggamnya.

Mereka menunggu hingga Bellatrix terlepas dari pengaruh mantra sambil meminum teh yang sudah disediakan oleh peri rumah keluarga Lestrange.

"Kau bajingan!" seru Bellatrix sembari bangkit.

"Aku menyadari itu," ucap Regulus dengan tenang.

"Apa yang telah diberikan oleh gadis asing ini untukmu? Tubuhnya?" cibir Bellatrix.

"Tentu saja tidak, Bella," Regulus membela kekasihnya. "Hanya cinta."

"Cinta, cinta, cinta!" seru Bellatrix, "Apa itu cinta?! Cinta adalah sumber segala ketololan! Kau tidak bisa menjaga kemurnian darah hanya dengan cinta!"

"Tapi Sirius dan Griselda berhasil," sangkal Regulus, "lalu aku dan Puspita akan menyusul keberhasilan itu. Cinta dan kemurnian darah bisa sejalan."

Choose Among the ChoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang