Thirty Seven 🔎

1.7K 120 10
                                    

Sebenarnya Juna pura-pura saja ingin pergi ke kantor, padahal saat ini Juna malah gabut di dalam mobil menunggu Diva keluar karena Juna tahu bahwa perempuan itu mau pergi berkumpul dengan teman-temannya.

Tak lama dari itu, Diva beneran keluar dari rumah dengan menaiki sebuah sepeda motor, setelah agak jauh baru Juna mengikuti agar tidak ketahuan, walaupun Juna tahu dimana letak cafe Star.

Tak memakan waktu lama, Juna sampai di sebuah cafe yang agak sepi dari biasanya, Juna memakai topi dan jaket juga masker agar penyamarannya tidak ketara.

Juna memilih duduk di bangku belakang mereka, untungnya ada dinding-dinding kayu yang di design seolah-olah menjadi pembatas antara Juna dan rombongan Diva.

Dari pintu, Diva terlihat sudah sampai dan berjalan menghampiri teman-temannya juga sudah disambut dengan heboh.

"IBU BOSS KITA DATANG, NIH!"

"Sini sebelah gue."

"Lama banget, macet dijalan apa gimana?"

Diva berdecak sebal sambil memutar bola malas. "Biasa lah urusin si sumber cuan gue dulu pagi ini."

"WIDIHHH."

Sedangkan Juna memang mendengar ucapan mereka, tapi ia lupa bahwa ia harus membawa bukti kuat dengan cara memanggil seorang waiter.

Waiter itu yang dipanggil langsung datang menghampiri Juna. "Ingin pesan apa, mas?"

"Jus mangga," balas Juna cepat kemudian ia mendekatkan wajahnya seraya berbisik. "Taruh kotak tisu ini ke meja belakang saya."

Sang waiter itu pun tampak mengangguk patuh dan dengan polos berjalan ke arah meja Diva sambil menaruh kotak tisu sekaligus menawarkan menu makanan.

"Widih, boleh pilih apa aja nih?"

"Bebas."

"Awas ya Lo bohong ya Dita!" Seru Rini.

Dita?

Juna mendengar rekaman mereka karena ia sengaja memenaruh handphone-nya yang satunya di dalam kotak tisu.

Dan apa tadi? Dita? Setahu Juna teman-teman Diva tak ada yang namanya Dita, apalagi sosok Dita adalah yang meneraktir kawan-kawannya, apa mungkin itu adalah Diva?

"Lo kok hoki banget dapet pacar spek Juna gitu, secara dia polisi lulusan Akpol kan, terus yang gue tau dia anak tunggal kaya raya di keluarga dia, mana lagi dia juga pernah sempat viral karena pernah deket sama Alana Davika," heran Laras.

Diva berdecak sebal. "Apapun kekaguman Lo sama dia, gak bakal bergeserpun posisi Rio di hati gue."

"Eakkkk."

"Yaudah si Juna buat gue aja, Dit," canda Rini menyahuti.

"Yaudah Sono ambil, itu pun kalo bisa, soalnya ya tuh orang kayak stres gitu, tertalu obsesi dengan seseorang yang bernama Diva yang dia maksud, dan ada untungnya juga ya gue mirip dengan Diva, jadinya banyak lah pundi-pundi rupiah yang masuk ke rekening gue."

"Btw, kok Lo bisa sih mirip sama sosok Diva yang dia maksud, gue masih bingung nih sama cerita kalian," heran Linda menimbrung.

"Lo aja bingung, apa lagi gue!" Balas Diva cepat. "Lagian malem-malem juga dia dateng gak jelas, Lo semua liat sendiri kan waktu itu dia gimana pas di tenda sate?"

"Terus nasib ceweknya gimana?" Sahut Laras penasaran.

"Alana? Hahaha, ya gue sebenernya kasian, tapi mau gimana lagi ya, gue lagi butuh duit cowoknya."

"Lo gak mau tuh selidikin siapa Diva yang dia maksud? Jangan-jangan Diva itu emang elo, tapi Lo nya aja lupa ingatan," ucap Linda menimpal.

Dita terdiam sebentar, setelah itu ia tertawa membuat yang lain heran. "Mana mungkin lah gila! Gue masih inget perjalanan hidup gue dari kecil sampe sekarang, lupa ingatan darimana coba? Emang dasar tuh cowok aja yang agak sinting!"

"Dit..."

"Iya 'kan? Lagian kalo misal nih gue gak butuh dia lagi, gue balikin aja deh ke ceweknya, kasian."

"Oy, Dit!" Bisik Rini sambil mengedipkan matanya dan menepuk jidatnya.

"Lo ngapain sih goyang-goyang pinggul, kremian Lo?" Tanya Dita heran sambil tertawa.

"Awsss!!" Kaki Dita diinjak cepat oleh Linda dan menyuruh Dita untuk diam.

Prok... Prok... Prok....

"Bagus, bagus!" Ucap seseorang dengan suara berat yang sepertinya sangat dikenal oleh Dita, membuat Dita cepat menoleh ke arah sampingnya.

Dita melotot kaget sambil menganga lebar merasa syok dengan kehadiran Juna yang tiba-tiba saja sudah ada di sebelahnya, menatapnya dengan sorot mata tajam yang sepertinya belum pernah Dita lihat ekspresi wajah Juna tersebut.

"J-juna? Kamu bukannya ke kantor?" Tanya Dita dengan gugup.

"Kantor? Ya saya memang mau ke kantor, tapi bareng kamu. Sekarang ikut saya," balas Juna sambil menarik lengan Dita dengan kasar.

Dita yang mengerti maksud ucapan Juna berusaha berteriak minta tolong walaupun percuma karena semua pegawai cafe dan para pengunjung sudah tahu bahwa Juna adalah seorang polisi, terlihat Juna sengaja melepas jaketnya saat berjalan menghampiri Dita tadi.

"Juna, maaf, a-aku bisa jelasin."

"JELASIN APA LAGI JALANG!" Bentak Juna dengan sorot marah dan frustasi karena ia benar-benar gak habis pikir dengan apa yang terjadi.

Kemudian Juna menarik kotak tisu di antara teman-temannya Dita dengan sekali tarik membuat ketiga temannya itu kaget sambil memegang jantungnya.

"Omongan kamu sudah terekam disini," tunjuk Juna yang cepat-cepat memasukkan handphone tersebut ke sakunya sebelum diambil Dita.

Mata Dita berkaca-kaca sambil menghempas tangannya kuat-kuat dan setelah berhasil langsung ia menampar Juna dengan sekali tepakan.

Plakkk!!!

"YANG PERTAMA KALI MULAI ITU SIAPA, HAH?! GUE APA LO?!" teriak Dita tepat di depan wajah Juna membuat semua orang masih setia menonton.

"Gak usah ngata-ngatain gue jalang! Yang pertama kali datengin gue itu ya lo! Pertama kali yang bikin gue bisa manfaatin lo ya lo yang mancing duluan! Dan yang bikin Lo putus sama cewek Lo ya Lo sendiri!" Bentak Dita menggebu-gebu dan nafasnya naik turun.

Perkataan Dita barusan berhasil membuat Juna membisu.

Yang dibilang Dita memang benar.

Semua ini di mulai karena dirinya.

Juna pun menghela nafasnya dan tak ada satu kata pun ia pergi begitu saja juga mengurungkan niatannya untuk menangkap Dita ke sel tahanan.

Setelah Juna pergi, semua langsung hening. Dita yang hari ini merasa sangat kacau dan membuat dirinya agak hancur langsung mengambil tasnya dan pergi meninggalkan teman-temannya.

"Eh, Dit, Dita! Yah kabur tuh anak!" Teriak Laras merasa jengkel.

Merasa perkelahian sudah redup, sang pelayan akhirnya datang dengan semua makanan yang dibawanya untuk ditaruh di meja mereka yang sempat ia jeda karena keadaan. "Silahkan dinikmati," ucapnya ramah kemudian pelayanan tersebut pergi.

Linda langsung cengengesan. "Si Dita udah pergi, ini gue udah kenyang kalian aja deh yang makan, gue buru-buru mau ke indoapril."

"Etss... Linda... Jangan kabur dong, bayar dulu ini," cegat Rini memegang lengan Linda.

"Gue lagi gak ada duit, gak sanggup gue bayarin makanan sebanyak ini."

"Laras aja."

"Apalagi gue! Mana belum bayar PAM sama listrik, gas juga dikit lagi abis," keluh Laras.

"Terus makanan Dita juga kita yang bayarin gitu?" Tanya Rini membuat mereka semua mengangguk. "Gini aja deh, kita bayar sendiri-sendiri dulu aja, buat makanan Dita patungan gimana?"

Laras dan Linda menghembuskan nafasnya pasrah sambil mengangguk pelan.

"Oke deh, gak papa besok dan seterusnya sampai tanggal gajian makan telor ceplok dulu kasih kecap."

SEMPITERNAL : Everything Has Changed (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang