Forty Four

1.8K 149 42
                                    

Hari-hari berlalu, sudah seminggu lebih Juna masih disana. Keadaan Sekar juga sudah membaik. Bahkan Tarman dan Nirma sudah sering berkomunikasi dengan ibu dan ayahnya Diva.

Saat ini Juna dan Diva berada di pinggir danau yang sangat bersejarah di hidup mereka seolah ikut menjadi saksi bisu mengikuti tumbuh kembang mereka.

Diva terus saja melempar batu kerikil yang ada di dekatnya ke danau yang ada di depannya sambil banyak bercerita ,sedangkan Juna terus saja mendengar sambil menatap bayangan mereka di dasar danau.

"Div."

"Hm."

"Sekarang aku dong yang gantian ngomong."

"Ngomong apa?"

"Itu..." Juna menggantungkan ucapannya sambil menggaruti ceruk lehernya membuat Diva terkekeh.

"Ada yang grogi nih, biasanya sih pengen ngomong serius," cetus Diva yang sudah tahu gelagat Juna karena memang sudah lama juga mereka berteman.

"Iya memang serius."

"Tuh, kan! Apaan tuh!"

"Ituu... Seriusin kamu maksudnya."

"Hah?!" Kaget Diva dan cepat-cepat Juna menggeser kepala Diva menghadap ke arah lain.

"Ngadep sana dulu ya, jangan noleh."

"Hm."

"Eh, eh, ngadep sini aja deh," Diva pun kembali menatap ke Juna.

"Gak jadi, gak jadi, ngadep sana lagi aja."

"Ish!"

"Ngadep sini lagi deh."

"Ngadep sana."

"Sini."

"Sana."

Bruk!

Karena kesal, Diva mendorong bahu Juna kuat sehingga Juna terdorong ke belakang mana sambil ngangkang dan rebahan lagi posisinya.

"Kasar banget," keluh Juna. "Angkatin," pinta Juna sedikit memelas dan mau tidak mau Diva menarik lengan Juna membuat Juna duduk lagi seperti semula.

"Kamu ngaselin!" Tunjuk Diva tepat di wajah Juna.

"Iya-iya, ngeselin. Tapi ngadep sana dulu ya."

Diva hendak menabok kepala Juna tapi urung saat Juna menepisnya dan menahan keduanya tangan Diva dengan tatapan serius.

Melihat mata Juna yang serius menatapnya membuat Diva tambah deg-degan. Diva masih menunggu Juna untuk berbicara.

"Div."

"Ya?"

"Ituu ... Mau es?" Tawar Juna sambil menyodorkan sebuah es teh dengan polos membuat Diva menganga lebar.

Lah? Kirain apaan?

"Kok?"

"Kamu haus kan katanya?"

Dengan berat hati Diva menerimanya lalu minum sambil menahan sesak dan senyum-senyum dikit. Juna memang sangat ngeselin baginya.

"Abisin ya."

Diva hanya tersenyum lebar dan sok ikhlas seolah membalas ucapan Juna.

Tapi memang kebetulan Diva lagi haus, jadinya air es tehnya sudah habis yang tersisa hanyalah satu bongkahan es batu besar yang perlahan mencair.

Namun, ada keanehan dari es batu tersebut membuat Diva mengamatinya dari dekat. Setengah dari es itu mencair dan mulai terlihat benda apa yang ada di dalam es tersebut.

SEMPITERNAL : Everything Has Changed (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang