Zayn masih tidak tahu akan berbuat apa nantinya, keputusan apa yang Ia akan ambil. Ia masih tidak percaya akan masalah semendadak ini, bagaimana tidak, seminggu bukan waktu yang lama, untuk memikirkan keputusan yang berat itu. Apa dirinya dengan Aina akan menikah, semua sulit untuk Zayn. Jika dirinya menolak, apa kabar dengan Aina nanti, apakah bahagia bersama calon yang dijodohkan itu. Zayn berada di tepi kolam renang belakang, Iya inilah tempat yang disukai Zayn, pasalnya di pesantren tidak ada kolam renang, kalaupun renang di sungai, kalau tidak ya diam-diam ke pemandian kolam renang, dan berakhir di kantor keamanan. Itulah Zayn yang setiap hari jadi buronan pihak keamanan, Iya sedari kecil Ia sering menghilang entah kemana, sampai pihak keamanan menelusuri segala penjuru pesantren.
"Kalau Gue pulang, terus minta izin nikah?" Lirih Zayn, bertanya pada dirinya sendiri.
"Tapi Abi, sama Umma bagaimana?" Zayn terus bertanya kepada dirinya sendiri, entah semuanya nanti akan seperti apa, bodoh sekali rasanya hidup ini, datang dan pergi begitu saja, itulah masalah manusia. Tapi bagaimana lagi, manusia hanya bisa bertahan, berusaha dan berdoa, dan semua jalan akhirnya akan bagaimana sudah ketentuan sang Kuasa. Masalah manusia memang silih berganti, sampai kapan? Sampai Sang Kholiq menyuruh kita pulang.
"Kenapa Bang?" Tanya Zaid melihat Abangnya merenung ditepian kolam renang, ada apa sebenarnya dengan Zayn, pikir Zaid. Ia ikut duduk di samping Zayn dengan kaki bersila.
"Gue mau pulang," Ucap Zayn, membuat wajah Zaid berbinar, ternyata usahanya ke Jakarta untuk menjemput Zayn tidak sia-sia. Senyuman bahagia terpancar dari wajah Zaid,
"Mau izin nikah." Lanjut Zayn, wajah Zaid yang sempat sumpringah sekarang kembali menekukan wajahnya. Zaid berdiri dari posisinya.
"Bang, coba deh berdiri!" Titah Zaid, Zayn mengernyitkan dahinya bingung, kenapa harus berdiri. Tapi sedetik kemudian Zayn mengikuti titah Zaid untuk berdiri.
Byurrrr
Zaid begitu saja menyeburkan tubuh Zayn ke kolam renang, membuat Zayn geram, ada masalah apa Dia diceburkan begitu saja, ada yang salahkah pada dirinya, "Woy! Diceburin lagi, hey?"
"Situ kabur satu tahun, pulang-pulang minta dinikahin, ngotak enggak Mas, ya Allah!" Geram Zaid pada kembarannya ini, seperti tidak tahu diri si Zayn. Pikiran Zaid melayang pada perempuan yang tadi pagi datang kerumah ini, amarah Zaid sudah bersungut-sungut, Zaid menatap tajam Zayn, dengan rahang yang mengeras, "Jadi perempuan tadi...."
"Gue minta nikah, bukan menghamili anak orang Mas, pikiran Lo." Sahut Zayn kesal, cenayang sepertinya Zayn mengetahui pikiran dari kembarannya, apakah mungkin ikatan batin mereka kuat.
"Alhamdulilah, kirain." Ucap Zaid, disertai kekehan tidak bersalah di akhir kata. Bisa-bisanya dia berpikiran yang tidak-tidak kepada kembarannya. Seburuk-buruknya Zayn, tidak mungkinlah berbuat seperti itu.
"Loh enggak usah cengar-cengir kamu!" Ucap Zayn kesal, dan mulai naik ke tepian kolam, beruntulah Zayn belum mandi jadi bermanfaat juga, perbuatan Zaid.
"Bang Iyan renang enggak ajak Rara, ih" ucap Rara yang tiba-tiba muncul dari belakang Zaid,
"Enggak!" sahut Zayn terlanjur kesal, Zayn sekilas menatap tajam Zaid, hilanglah wajah cold Zaid yang sedari tadi menampakan senyuman kuda, merasa sedikit bersalah telah menuduh Zayn.
"Ih Bang Iyan, enggak asik." Ucap Rara kesal meghentak-hentakan kaki ke lantai. Mohon maaf Rara Abang kamu terlalu cuek.
Kemudian Zayn melangkahkan menuju kamarnya, Dia masuk ke dalam kamar dan berlalu ke kamar mandi. Cukup kesal Ia dengan Zaid tiba-tiba saja menceburkan dirinya ke kolam, beruntungnya kolam renang, kalau kolam Lele tidak tahu Zayn masih sehat ataukah tidak.
Sementara dilain tempat Zaid masih dibuat bingung kenapa secepat ini Zayn ingin menikah, tidak angin dan belum musim juga. Ada gerangan apa Zayn meminta menikah, pikir Zaid. Ia berjalan menuju halaman depan terlihat Mang Ujang yang sedang membersihkan pecahan kaca tadi malam.
"Zaid bantu ya Mang?" Tanya Zaid, Ia paling tidak suka menganggur kesana-kemari tanpa tujuan yang jelas.
"Engga usah Den!" jawab Mang Ujang, tidak enak juga Ia harus dibantu oleh cucu majikannya.
"Enggak papa Mang, Aku nganggur enggak ada kerjaan." Ucap Zaid kembali, mau tidak mau Mang Ujang mengangguk menyetujui. Zaid mulai ikut membereskan serpihan kaca tersebut. Pikiran Zaid melayang ke perempuan yang tadi bertemu dengan Zayn, masih penasaran dirinya dengan perempuan itu. Apakah perempuan itu yang membuat Zayn ingin cepat menikah.
"Mang Ujang kenal sama wanita yang tadi ke sini?" Tanya Zaid, siapa tahu Mang Ujang kenal dengan perempuan itu.
"Siap Den? Mamang enggak lihat soalnya." Jawab Mang Ujang, sepertinya Mang Ujang tidak melihat kehadiran Perempuan itu tadi. Mungkin jika dirinya menyebutkan ciri-cirinya, Mang Ujang tahu tentang siapa gadis itu.
"Penampilannya tomboy, rambutnya dikuncir kebelakang satu, Mamang tahu?" Ucap Zaid.
"Cantik enggak Den?" Pertanyaan jebakan untuk Zaid.
"Cantik." Ucap Zaid, dengan tampang wajah yang biasa saja, tapi masih terlihat bersemu merah. Mang Ujang yang melihat itu sedikit terkekeh pelan.
"Aden bisa aja... kalau ciri-ciri yang disebutin Aden tadi kayanya itu Neng Aina, temannya Den Zayn." Jawab Mang Ujang.
"Aina?" Zaid mengerutkan dahinya, seolah-olah bertanya apa Zayn dan Aina hanya sekedar teman atau malah lebih.
"Iya." Mang Ujang mengangguk mengiayakan. Pikiran Zaid tidak tenang, Dia sepertinya punya pikiran yang sama dengan Zayn. Apakah keluarga akan menyetujui pernikahan tersebut. Zaid tidak ambil pusing, urusan setuju atau tidak itu urusan Zayn yang akan menikah nanti. Dia sebagai saudara hanya mampu mendoakan yang terbaik. Zaid kembali fokus membantu Mang Ujang membereskan semua itu.
Zayn yang baru saja selesai mandi langsung menuju ke ruang makan, tumben setelah subuh dirinya tidak tidur lagi, pikir Nenek Salma yang sedang menyiapkan makanan. Zayn duduk di samping Rara, yang kali ini hanya sendiri tidak ada Abang ada Ibundanya. Dengan rasa malas Zayn mulai mengambil nasi padahal lauk pauk belum disipakan di meja. Nenek Salma heran dengan tingkah Zayn kali ini, seperti ada banyak masalah dalam hidupnya. Ia mulai menyantap nasi tanpa lauk itu. Ada apa dengan anak ini? Pikir Nenek Salma.
Nek Salma menyajikan lauk dihadapan Zayn, namun sayang tidak sedikitpun Zayn mengambil atau tertarik dengan lauk dihadapannya, "Kenapa makan nasi aja?"
"Setidaknya nasi tidak hambar, tidak seperti hidup Iyan, Nek." Jawab Zayn kemudian kembali menyantap nasi tersebut. Nenek Salma kembali tidak habis pikir dengan Zayn. Apa tidak seenak itukah masakan Neneknya, sehingga melirik saja tidak.
"Biasa Nek, kalau lagi galau makannya nasi aja tanpa lauk." Ucap Zaid yang tiba-tiba duduk di sebelah Zayn.
"Galau kenapa?" Tanya Kenan yang juga tiba-tiba datang, membuat Zayn menghela nafas panjang. Apa-apa yang berbau dengan Kenan pasti ujung-ujungnya nyinyir. Bagaikan emak-emak komplek yang dapat bahan gosip terbaru. Zaid menyenggol bahu Zayn pelan, seolah-olah bertanya boleh tidak kabar itu Aku kasih tahu?
Zayn mengangkat bahunya acuh, iya terserah Zaid sajalah.
"Bang Iyan, mau nikah." Ucap Zayn, sontak Nenek Salma dan Kenan menatap tidak percaya, mendadak sekali. Mereka sama-sama menatap Zayn seolah-olah bertanya kabar yang disampaikan Zaid benar atau tidak? Zayn mengangguk pelan.
"Gila! Gilak" Sahut Kenan, biasalah!
Tbc.
Jadikan Al-Quran sebagai bacaan Utama
Semangat, jaga pikiran, jaga hati, biar enggak sakit
yang jomblo jaga jarak! biar aman...oke?
Jazakumullahu khairon katsiron

KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Teen FictionSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...