Suasana dini hari yang masih sepi, Syawal sedang duduk di atas sajadah. Merapal doa dan dzikir yang dia hafal. Semenjak tadi Ia tidak tenang akan keadaan Ummi, sama seperti santri yang lain mungkin. Syawal menyelesaikan doa dengan meraup wajahnya dengan kedua tangan.
Cincin yang cantik melingkar di jari manis tangan kirinya. Syawal memandang lekat cincin yang satu tahun lebih melingkar dijarinya. Tangan yang satu ia gunakan untuk mengelus cincin itu.
"Besok setoran terakhir."
"Berarti setelah itu Mas Ahmad akan melamar, dua bulan lagi mungkin aku sudah jadi Istri orang." Ada raut wajah bahagia disana, namun ada sesuatu kesedihan yang terpancar dari matanya.
"Enggak siap rasanya meninggalkan pesantren, apa niatku menempuh perguruan tinggi akan pupus kalau aku menikah sekarang?"
"Ciee yang mau jadi istri orang, enggak papa entar sering main ke sini...rumah Kang Ahmad juga dekat." Syawal terkejut ternyata Dini belum tidur, apa mungkin ia mendengar semuanya.
"Kamu denger?" tanya Syawal menatap Dini yang kini duduk diposisi tempat tidurnya.
"Jelas banget." Ucap Dini terkekeh pelan sambil melihat melihat ke kiri dimana kedua temannya yang lain masih tertidur. Berharap keduanya tidak terbangun.
"Tapi enggak bisa setiap hari ke sini." Ucap Syawal, kini posisinya menghadap Dini.
"Kalau mau setiap hari disini, nikah noh sama Gus! ha...ha...ha." Jawab Dini, Ia membekap mulutnya sendiri takut kelepasan tertawa.
"Kalau ngomong sembarangan, kalau diijabah gimana? ini waktunya malaikat turun ke bumi sepertiga malam."
"Tentang mengabulkan atau tidaknya doa, kan hak prerogatif Allah. Alhamdulilah kalau dimakbul." Dini berbicara dengan santainya. Memang soal mengabulkan doa atau tidaknya itu hak Allah SWT.
"Tega, tapi enggak! aku orangnya setia kok."
"Setia enggak tuh?" Ucap Dini menaikan alisnya. "Biasanya yang setia-setia itu sering disakiti dulu."
Wajah Syawal makin masam. Dini makin puas menyudutkan Syawal."Apalagi yang LDR-an."
"Diniiii diaammmm!" Syawal melempar sajadah ke arah Dini. Ia langsung menghampiri Dini, dan menghujaninya pukulan menggunakan bantal. Sementara Dini berusaha keras menahan tawa malam-malam seperti ini. Semoga saja malammu kali ini tidak disertai overthinking Syawal.
Fajar berganti pagi yang cerah, semua bersiap-siap menuju aktivitasnya. Ada juga yang masih terlelap dalam tidurnya padahal alarm ponsel dan jam bekker sudah nyaring terdengar, hanya bangun sebentar untuk mematikan dan kembali tertidur untuk kembali bermimpi. Mimpinya begitu besar namun raga sulit untuk memperjuangkan.
Your dream is just a flower of sleep, if you don't fight for it. Keep spirit!
Iya memang realita tidak seindah dalam doa, bukan tak percaya dengan kekuatan doa. Meminta untuk dipuji-puji nyatanya malah banyak yang mengghina, ingin memeluk pujaan eh malah di kejar setan. Doa itu bentuk kelemahan kita sebagai manusia, kelemahan sebagai seorang hamba. bukannya kita otoriter kepada Allah minta sesuatu dan harus dikabulkan! Emang kamu siapa maksa-maksa.
Ini sering terjadi dikehidupan manusia, kita siang malam berdoa dengan niatan doa itu terkabul bukan niatan beribadah dan merendah dihadapan Allah. Mungkin sampai menangis meminta doa itu terkabul, dengan kemurahan maha penyayang-Nya, Allah kabulkan doamu. Kamu dapat apa yang kamu mau, kamu bahagia? Tentu.
Dan setelah itu, tahajudmu kembali bolong, dan dhuha kembali kau tinggalkan. Bahkan solatmu di akhir waktu. Saya dan kalian sama, sampai jiwa ini ingin berteriak, kenapa bisa begini? Astaghfirullahaladzim
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Fiksi RemajaSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...