Lantunan hadroh menggema di seluruh area pesantren untuk menyambut jajaran keluarga ndalem yang baru saja pulang dari tanah suci. Padahal mobil yang membawa Gus Alif dan keluarga masih dalam perjalan, chek sound dulu istilahnya.
"Pemain hadroh pro player siap-siap, bentar lagi Gus Alif dan keluarga sampai." Komando salah satu santriwan hadroh pro player. Ia langsung saja masuk menemui salah satu perwakilan santri putri,
"Mbak Syawal, hadrohmu piye?" tanya Kang Santri tersebut kepada Syawal.
"Kepiye apanya Kang, sudah siap grup hadroh putri itu." Ucap Syawal sudah terlalu lelah dirinya mengurusi ini itu.
"Iya sudah sekitar 1 km lagi ini mobil Gus Alif, kondisikan." Ucap Kang Santri tersebut, kemudian kembali berjalan ke tempat semula. Syawal masih mengondisikan para santriwati, sepertinya Dia orang yang paling sibuk. Pandangannya mengitari barisan Santriwati, matanya menyipit ketika melihat ada seseorang asing di depan ndalem.
"Itu Santri baru kalau pakai kerudung enggak benar sukanya."lirih Syawal, kemudian menghampiri orang yang Ia maksud. Ia memperlihatkan wajah garangnya.
"Itu kalau pakai kerudung mbok dijarum!" Ucap Syawal dengan santai namun tegas. Karismatik sekali perempuan satu ini.
"Dijarum?" Aina mengerutkan dahinya, niatnya melihat-lihat pesantren malah bertemu dengan Syawal.
"Bukan merk rokok loh, maksudnya kerudung kamu dikaitkan pakai jarum...kalau enggak dijarum kaya gitu nanti leher kamu kelihatan."
"Terus kalau leher Gue kelihatan masalah buat Lo?" Terlihat Aina yang menyeringai, Syawal menghembuskan nafas lelah.
"Kalau dibilangin malah nyentak gitu." ucap Syawal.
"Emang Lo siapa?" Aina masih tidak terima
"Saya manusia yang sudah sepatut Saya untuk mengingatkan kamu." Jawab Syawal.
"Gue calonnya Zayn, puas Lo." Jawab Aina.
Syawal tidak percaya, apakah setelan calon istri Gus seperti ini, Ia tidak apa-apa si, tapi iya sudahlah. Sekali lagi Apa tidak salah, "Beneran?"
"Bener." Bukan Aina yang menjawab malah Zayn yang baru keluar. Melihat kehadiran Zayn Syawal langsung menduduk, membuat Aina merasa dirinya pemenang kali ini. Padahal itu adalah sebuah adab seorang santri dengan keluarga Kyai.
"Damagenya luar biasa nyentak calon Ning, waduhh." Batin Syawal, was-was. Syawal masih menunduk, dirinya bingung harus berbicara seperti apa. Tidak lama keluar Zalfa dan Zaid dari dalam.
"Syawal Ummi nyari kamu, di kamar!" Ucap Zalfa membuat Syawal menghembuskan nafas lega, tidak jadi kena marah Gus Zayn.
"Nggih Ning pamit riyen, Assalamualaikum." Ucap Syawal, Ia mencondongkan badannya untuk bersalaman dengan Zalfa, kemudian Ia masuk ke dalam rumah. Disela-sela perjalanan menuju kamar Ummi Halimah Syawal masih dibuat bingung, beneran wanita tadi calonnya Gus.
Syawal memutar kenop pintu kamar Ummi Halimah, terlihat beliau yang berbaring di ranjang. Iya usianya kini sudah hampir 80 tahun, dan keadaanya juga tidak lagi sehat, bahkan untuk kemana-mana harus dengan kursi roda.
"Assalamulaikum." Ucap Syawal, Ia tetap berjalan sambil menunduk merendahkan badannya. Ia langsung duduk dibawah beralaskan karpet di samping ranjang Ummi.
"Waalaikumsalam." Jawab Ummi lirih perlahan Ia membuka matanya.
"Ada apa Ummi, manggil Syawal?" Ucap Syawal, biasanya Syawal yang sering membantu keperluan Ummi jika tenaganya dibutuhkan.
"Zayn sudah pulang dari Jakarta, Ummi minta...." Ucapan Ummi terhenti ketika Ummi memegang tenggorokannya, Syawal meraih gelas di atas nakas yang berisi air putih. Ia membantu Ummi Halimah untuk duduk. Dengan telaten Syawal membantu Ummi Halimah menyeruput air bening tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Teen FictionSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...