Hujan mengguyur area pesantren An-Nawawi. Para santri yang hendak menuju sekolah Madrasah Aliyah maupun Tsanawiyah terpaksa bergantian menggunakan payung. Cuaca sangat dingin, padahal jika cuaca cerah suhu di daerah Kota Semarang lumayan panas, kadang walaupun di dalam ruangan panasnya masih terasa, setidaknya ada kipas angin atau AC yang menjadi teman tatkala panas terik.
Aina keluar dari asrama. Sementara Aisyah terlebih dahulu berangkat saat hujan masih gerimis. Sayang, Aina tidak memperdulikan itu, kini hujan semakin deras.
"Oh itu yang sudah mau dilamar Gus Zayn, malah deketin Gus Zaid, kasihan Gus Zayn ya!" ucap Santri di samping Aina. Lebih tepatnya hanya berbisik dengan teman di sampingnya.
"Kalau ngomong itu yang keras biar gue dengar, Lo pada sudah tahu adab, tahu ilmunya kenapa enggak dipraktikkan." Sahut kesal Aina. Ia langsung menyambar payung orang entah milik siapa. Aina berjalan dengan rasa kesal yang masih melanda.
Jarak asrama dengan sekolah tidak begitu jauh. Setelah sampai di depan kelas, Dia hendak masuk. Namun, langkahnya tehenti tatkala mendengar beberapa orang di dalam kelas sedang membicarakannya.
"Aina emang begitu jadi orang enggak bersyukur, sudah dapat Gus Zayn malah deketin Gus Zaid, denger-denger malah nyelonong masuk aja ke ndalem."
"Apa dipelet kali ya, tapi masa Gus bisa dipelet si?"
"Tapi malas aa punya Ning kaya Aina! SMA aja belum lulus. Coba lihat Ning yang lain, bisa ngajar ngaji, bisa baca kitab kuning...Ahlul quran lagi, setidaknya yang sekufu sama Gus kembar kita."
Tangan Aina mengepal kuat, ingin rasanya menyumpal mulut mereka. Kenapa ghibah selalu saja jadi hidangan terenak. Tidak adakah makanan yang lain selain memakan bangkai saudaran sendiri?
Brakkk....
Aina membuka keras pintu kelas, menimbulka suara yang keras. Semua orang di kelas terkejut dengan suara itu. Mereka menoleh ke arah sumber suara.
Aina dengan tangan mengepal langsung menghampiri Avina.
"Ngomong apa lo tadi ha?" geram Aina.
"Aku enggak ngomong apa-apa." Sahut Avina mengalihkan pandangannya dari Aina yang sudah bersungut-sungut. Mmungkin lebih tepatnya Ia takut, sedangkan yang lain hanya menyaksiakan itu.
"Sudah ghibah, bohong lagi...kampret emang lo." Amarah Aina makin tidak terkontrol. Wajahnya memerah karena marah.
"Tutur katamu dijaga Ukhty!" ucap Avina dengan santainya.
Plakkk....
Tamparan keras mengenai pipi mulus Avina, Ia meringis, pipinya langsung merah akibat tamparan Aina yang begitu keras.
"Seharusnya lo ngaca dulu, enggak nyadar diri." Aina makin membela dirinya. Semua terkejut karena tindakan Aina yang berani menampar pipi Avina.
Avina tidak terima akan perbutan Aina, "Aku enggak main fisik ya, dasar murahan."
"Ngomong apa lo barusan?" Aina langsung menarik kerudung Avina. Avina tidak mau kalah Ia langsung saja membalas dengan menarik kerudung Aina sampai terlepas. Beruntung kelas mereka khusus perempuan, jadi tidak ada laki – laki yang melihat itu.
"Sudah, ya Allah!" teriak Aisyah yang baru saja masuk kelas, bahkan plastik teh hangatnya ia taru sembarangan, kemudian berusaha melerai mereka.
"Fit lapor Bu Syawal cepat! beliau ada di TU." Titah Aisyah dengan salah satu teman yang Ia panggil Fit. Terlihat Fitri berlari keluar kelas. Sementara Aisyah dan yang lain masih berusaha melerai Aina dan Avina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Roman pour AdolescentsSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...