Zayn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kalau kabar ini sampai ke Umi Halimah. Bisa gawat ini, pasti dirinya yang akan disalahkan. Karena dirinyalah yang meninggalkan Syawal di rumah makan tadi siang.
"Rumah sakit mana?" tanya Zayn kepada Dini. Dini menggeleng pasalnya Ia juga tidak tahu keberadaan Syawal dirumah sakit mana.
"Enggak tahu Gus tadi enggak nanya, keburu ditutup." Ucap Dini, terlihat wajahnya yang kawatir, mau bagaimanapun, segalak-galaknya Syawal, sejail-jailnya Syawal Ia tetap sahabatnya.
"Bisa-bisanya." Ucap Zayn, antara mau tertawa dan merasa bersalah. Keterlaluan kamu Zayn, masih bisa tertawa disituasi seperti ini.
"Iyan cari dulu." Ucap Zayn, Ia langsung masuk ke dalam rumah kemudian masuk ke kamar Gus Zidan tanpa permisi.
"Mas Zid kunci mobil, mana?" Ucap Zayn, Gus Zidan yang sedang rebahan sambil memainkan ponsel tersentak kaget, bisa-bisanya buka kamar orang tanpa ketuk pintu dulu.
"Buat apa?" tanya Gus Zidan masih kesal.
"Syawal masuk rumah sakit, tapi enggak tahu rumah sakit mana." Ucap Zayn, Gus Zidan mengambil kunci mobil diatas nakas dan melemparnya ke arah Zayn. Zayn dengan sigap menerima kunci tersebut Ia langsung menyambar Jaget Gus Zidan yang tergantung di kastok pintu, lalu keluar tanpa pamit.
"Dasar enggak modyal." Ucap Gus Zidan terkekeh pelan. Zayn memang bukan tipe orang yang ribet soal pakaian.
"Iyan pamit Assalamualaikum." Ucap Zayn setelah bersalaman dengan Ning Kanaya. Zayn kemudian masuk ke dalam mobil. Ia mulai menyalakan mesin mobil, dalam keadaan masih bingung harus cari ke mana, apa dirinya harus megechek satu-satu rumah sakit yang berada di Semarang. Kalau Abinya masih bekerja dirumah sakititu mudah untuk Zayn, namun Abinya sudah 3 tahun resaign dari rumah sakit tempat Ia bekerja, karena lebih fokus untuk mengurus klinik di Pesantren.
Mobil Zayn melaju keluar dari pesantren, yang penting jalan dululah. Batin Zayn.
"Cari kemana Gue?" monolog Zayn, sambil memikirkan rumah sakit mana yang akan Ia kunjungi pertama. "Rumah sakit terdekat?"
Zayn menepuk pelan keningnya, "Kenapa enggak kepikiran dari tadi ini otak."
Kini Zayn sudah tahu akan tujuannya, rumah sakit terdekat dari rumah makan tadikan ada. Lebih baik ke situ terlebih dahulu. Setelah hampir 20 menit perjalanan, akhirnya mobil Zayn menepi di parkiran rumah sakit. Setelah mematikan mesin mobil, Zayn langsung keluar. Berharap saja Syawal ada di rumah sakit ini.
Zayn benar-benar tidak perduli dengan tatapan sekitarnya, entah mungkin ada yang mengenalnya, atau hanya terkesan pada Zayn. Zayn berjalan ke bagian resepsionis.
"Ada yang bisa kami bantu?"
"Maaf Mbak, ada pasien yang namanya Aslih Syawalia?" Tanya Zayn. Terlihat pegawai resepsionis mengechek daftar di komputernya.
"Maaf tidak ada pasien yang namanya Aslih Syawalia." Ucap resepsionis tersebut, Zayn menghela nafas panjang, cari kemana lagi dirinya. Zayn tersenyum tipis kepada resepsionis tersebut, kemudian berlalu pamit.
Kemudian Ia memutuskan untuk kembali keluar rumah sakit, mau cari kemana? Pikir Zayn. Dirinya membukuk sebentar karena ada rumput kering yang menempel di sarungnya. Saat pandangannya ke bawah, Ia melihat kaki seseorang yang lewat di sampingnya.
"Kayak kenal itu Kaki?" Batin Zayn, padahal Dia pakai kaos kaki. Darimana kenalnya? Zayn langsung menoleh, dan benar saja.
"Syawal." Panggil Zayn, paham betul walaupun dari belakang Zayn mengenali pakaian yang dikenakan Syawal. Baju tunik putih dengan motif bunga biru, serta sarung gloyor motif padi, dengan kerudung yang senada dengan sarungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Подростковая литератураSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...