BAGIAN 34

2K 454 88
                                    

Setelah perjalanan berjam – jam akhirnya mobil milik kepolisian yang membawa Aina sampai di kantor Polda. Terlihat lama mobil Zafran juga datang saat itu. Aina melihat ke belakang, iya melihat mobil Zafran. Ia kemudian tersenyum tipis setidaknya ada yang peduli dengan dirinya. Aina dibawa masuk ke dalam. Aina masuk ke ruang penyidik. Semua orang tidak bisa sembarang masuk ke dalam. Termasuk Zaid dan Zafran, mereka hanya diluar sembari menunnggu hasil penyidikan pihak kepolisian. Hari semakin sore, tapi Aina tetap belum keluar juga.

Zafran dan Zaid memutuskan untuk keluar mencari masjid untuk melaksankan solat maghrib terlebih dahulu. Setelah selesai solat keduannya duduk di serambi Masjid. Zaid makin was-was, dan dibuat kawatir.

"Kenapa Zaid?" tanya Zafran ketika ia menyadari anak yang berbeda dengan Zaid.

"Boleh Zaid jujur, Bi?" entah kenapa Zaid berbicara seperti itu.

"Aku mencintai Aina." Zafran tidak tahu menanggapinya seperti apa. Ia terdiam mencerna dalam-dalam perkataan anaknya tersebut.

"Kamu tahu konsekuensinya kedepan jatuh cinta dengan orang lain ketika belum terikat akad?"

"Aku siap dengan konsekuensinya, patah, kecewa, sakit hati bila dia dengan yang lain, tapi setidaknya aku berusaha mengungkapkan sebelum penyesalan itu ada." Jawab Zaid. Susahnya cinta dalam diam sebenarnya, sosok Sayyidina Ali saja masih di bujuk untuk melamar Sayyidah Fatimah. jika selamanya diam apakah akan berbuah manis? Setidaknya ada pengakuan dan itikat untuk melamar, bukan hanya berdiam dibalik alasan cinta dalam diam.

"Abi hanya mendukung keputusan kamu, tapi jangan sampai ada perpecahan antara kamu dan Abang kamu."

"Aku usahakan itu."

Mereka di sana sampai adzan isya terdengar, keduanya memutuskan untuk kembali masuk ke dalam masjid menunaikan solat Isya.

Setelah melaksanakan solat isya mereka kembali ke kantor polisi. Bersamaan juga dengan Aina yang keluar dari ruang penyidik. Raut wajah lelah, mungkin karena diintrogasi selama 6 jam.

"Bagaimana, Pak?" Tanya Zafran.

"Terbukti itu bukan milik Aina, dari tes urin Aina negatif, Ia bukan pengguna itu...keterangan sama juga kami dapatkan dari Ayahnya." Ucap Bapak polisi tersebut. Semua menghembuskan nafas lega.

"Jadi Aina boleh keluar, Pak?" Tanya Zafran. Bapak tersebut mengangguk.

"Kalau begitu kami permisi. Selamat malam." Pamit Zafran. Setelah mengurusi ini itu, mereka kemudian keluar dari kantor polisi. Aina sama sekali tidak berniat menemui Ayahnya.

"Kamu enggak mau ketemu Ayah kamu?" Tanya Zafran memastikan, mungkin Aina ingi menjenguk Papanya. Aina hanya menggeleng.

"Iya sudah kita ke rumah Nek Salma saja istirahat di sana." Zaid dan Aina mengangguk. Mereka berjalan menuju parkiran. Namun saat hendak masuk mobil.

"Aina!" panggil seseorang dengan nada keras. Ketiganya berbalik menoleh ke sumber suara itu.

"Mama?" lirih Aina. Wanita yang di panggil Mama oleh Aina itu langsung menghampiri Aina, dan tiba-tiba menarik kasar lengan Aina.

"Lepasin!" sentak Aina, Ia berhasil menepis kasar cekalan Mamanya itu.

"Pulang ikut Mama!" Sentak Gina. Ia kembali menarik kasar tangan putrinya itu. Namun Aina tidak perduli, ia kembali menepisnya.

"Setelah Mama bertahun – tahun ninggalin Aku sama Papa, dan memilih sama selingkuhan Mama. Mama suruh aku ikut Mama? Sudah melarat ya suaminya, kena azab?" Aina tersenyum sumbang.

"Papa kamu aja yang bejat makannya Mama tinggalin dia, Kamu ikut Mama pulang. Kamu harus nikah sama pria pilihan Mama!" Gina sama saja. Ia keras kepada Aina. Mungkin itu yang membuat Aina benci dengan Mamanya.

Janji Syawal #1 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang