Mungkin orang pikir masalah Zayn ringan, anak seorang Gus yang gerak-geriknya selalu diperhatikan, untuk sekedar menolong wanita yang pingsanpun masih dikritik, dosa bukan mahram. Apa dia harus menunggu wanita itu terkena hipotermia dan bisa jadi akan meninggal? Apa harus memerintah Tantenya yang sudah berumur mengangkat tubuh gadis itu sendirian?
Konsep dhorurot sebenarnya tidak bisa sembarang dipergunakan. Dhorurat bukan seolah-olah menjadi kata efektif untuk merubah dan menciptakan hukum kebalikannya. Menentukan suatu keadaan disebut dharurot itu bukan perkara mudah. Keadaan dhorurot dalam pemahaman Islam merujuk pada kondisi kehidupan manusia. Sekali lagi ukurannya keselamatan manusia, oleh karena itu batas waktunya juga singkat, yakni sebatas adanya jaminan hidup dan kepastian jiwa itu diperoleh.
Jika saat itu ada kiranya tiga perempuan di sana, Zayn lebih memilih mereka yang mengangkat Syawal. Posisi Syawal saat itu masih bertahan di luar dan kondisi diguyur hujan, Zayn sempat memangil Mbak ndalem yang lain, bahkan Ning Kanaya sampai mencari ke dapur belakang, namun tidak ada satu orangpun. Mungkin karena hujan deras, kebisingan menganggu pendengaran mereka. Zayn langsung mengangkat tubuh Syawal dan membaringkannya di teras.
Namun setelah ia berteriak Rina baru datang, Zayn langsung menyuruh mengambil handuk. Namun sayang saat Rina kembali, tubuh Syawal menggigil hebat, Zayn semakin panik. Kondisi hanya ada Budhe dan Rina, Rina sendiri berbadan mungil. Jikalau mengangkat malah akan lama. Zayn langsung menggendong Syawal masuk ke dalam kamar ndalem.
Parahnya manusia hanya menilai dari sekedar penglihatan, atau narasi dari orang lain yang menimbulkan pemahaman yang berbeda. Tanpa mendengar, melihat, dan memastikan kebenaran yang ada.
"Mengiklaskannya adalah cara terbaik menurutku."
Entah buku apa yang Zayn baca saat ini. Mengenai ikhlas, jujur kita tidak tahu kapan itu ikhlas bisa benar – benar hadir di hati kita. Hanya seuntai kata yang mudah diucap di lisan namun berat untuk dilaksanakan. Kita butuh waktu dan proses ikhlas itu, walaupun rasa yang lain tetap hadir saat itu, rindu mungkin. Meninggalkan dan ditinggalkan pasti itu terjadi namanya juga kita masih hidup di dunia yang sama.
Zayn kembali meletakan bukunya di atas rak. Setelah itu Ia duduk di kursi dekat meja kerja. Ia membuka laptop miliknya. Kemudian mulai mengetik nama orang di pencarian google. Ia menemukan wajah orang yang Ia cari.
"Sudah buronan 15 tahun masih bisa mengelak juga ini orang, mana udah bangkotan kali ya sekarang!" ucap Zayn. ini adalah sumber masalah di kampung Rawa. Zayn sama sekali tidak pernah melihat orang itu, hanya dengar – dengar cerita dari Rere dan orang sekitar. Big boss...
"Apa orang ini yang pengedar sampai ke bokapnya Aina?" lirih Zayn. Zayn menopang dagunya dengan kedua tangganya yang menaut. Wajahnya serius tidak seperti biasa.
"Kalau ini orang ketangkep, gue leluasa di sana! Mana pintar banget ini orang." Zayn memang tidak begitu leluasa berdakwah di kampung Rawa, ancaman demi ancaman dan teror yang sering dihadapi Zayn.
Zayn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Au ah pusing."
Ia kembali menutup laptopnya, lalu beranjak dari kursi. Zayn kemudian membuka pintu kamarnya. Ia turun menuju lantai dasar. Kemudian langsung menuju kamar Ummi Halimah. Zayn membuka pelan pintu kamar.
"Assalamulaikum Ummi." Zayn duduk perlahan di bawah ranjang Ummi Halimah.
"Waalaikumsalam." Lirih Ummi Halimah. "Sehat, Yan?"
"Alhamdulilah Iyan sehat." Zayn tersenyum tulus, ia mengelus perlahan tangan Ummi Halimah yang sudah mengeriput.
Tok...Tok...tok...

KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Fiksi RemajaSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...