Zaid dan Aina sampai di depan ndalem bertepatan sekali dengan adzan Isya', pastilah ketika itu banyak santri yang berlalu-lalang di depan ndalem, membuat Zaid menjadi canggung akan itu. Ia melirik spion dimana Aina masih tidak turun juga dari atas jok motor Zaid.
"Turun!" Ucap Zaid dengan nada dingin. Membuat Aina mendenggus kasar. Tidak Abang, tidak Adiknya sama saja tidak peka.
"Sopan sedikit kenapa sama Perempuan!" Sahut Aina langsung turun dari motor Zaid, dengan kaki masih sedikit pincang.
"Kurang sopan apa Saya sama Kamu?" Lirih Zaid memandangi punggung Aina yang menjauh dari hadapannya. Zaid menganggak bahunnya tak acuh, kemudian memakirkan motornya di dekat ndalem. Kebutulan hari ini Ia menggantikan salah satu Ustadz yang berhalangan hadir untuk mengajar.
"Masuk rumah udah cemberut aja Mblo?" Sahut Mas Zidan, sepertinya akan berangkat solat Isya di masjid.
"Iya yang mau nikah." Sahut Zaid dengan wajah dibuat kesal.
"Aamiin ya Allah, Istajib du'a Zaidun." Ucap Mas Zidan sambil menengadahkan tangan ke udara. Mas Zidan langsung merangkul bahu Zaid ikut menuju Masjid.
Setelah melaksanakan solat berjemaah di Masjid Zaid menuju kamar yang di tempati Zayn di ndalem. Ia mengambil salah satu baju Zayn, iya karena saat ini Zaid memakai baju koko lengan pendek jadi Zaid berniat meminjam baju koko Zayn yang berlengan panjang.
Saat membuka almari Zayn, Zaid melihat sebuah kotak. Perlahan Ia mengambil kotak itu. Terlihat banyak sekali obat-obatan di dalamnya. Zaid membaca secarik kertas yang ditempel di tutup kota tersebut.
Sehat-sehat Putra Abi
Itulah kata-kata yang tertera dalam kota tersebut. Zaid perlahan membuka tutup kotak obat itu. Ia meneliti setiap obat-obatan di dalam kotak itu.
"Paracetamol, Vitamin D..."
"Kamu ngapain Zaid?" Ucap seseorang. Reflek Zaid langsung memasukan kotak tersebut ke tempat semula.
"Eh Budhe...ini mau minjem baju Bang Iyan." Ucap Zaid masih terlihat gugup.
"Oh kirain, soalnya ini Zayn minta tolong Budhe buat kunci almarinya."
"Kenapa harus di kunci Budhe?" tanya Zaid, kenapa harus di kunci alamarinya Zayn. Adakah yang disembunyikan Zayn darinya?
"Mungkin Iyan melihara Jin Iprit." Ucap Budhe Kanaya terkekeh pelan. Ia langsung mengunci pintu almari. "Kalau mau ngambil apa di almari Zayn, bilang iya sama Bude!" Ucap Budhe Kanaya kemudian berlalu keluar.
"Kenapa harus Izin?" ucap Zaid merasa ada yang aneh. Namun setelah itu Zaid kembali menutup pintu kamar. Kemudian berganti baju dengan baju lengan panjang.
Setelah berganti baju Zaid kemudian melangkahkan kaki keluar kamar. Ia memilih keluar dari pintu belakang. Pasalnya di ruang tamu ndalem terlihat banyak tamu entah walisantri, atau yang ingin sowan dengan Gus Alif. Ia kembali ke depan ndalem dimana motornya terparkir. Kemudian mengambil tas di jok motornya.
Zaid kemudian mencangklong tas slempang itu di bahunya. Ia berjalan menuju kelas diniyah malam pesantren putri. Terdengar suara lalaran santri di setiap kelas, banyak Uztadz-Ustadz berada di depan kelas sambil menunggu lalaran selesai.
"Gus!" Ucap seorang Ustadz menyapa Zaid. Zaid mengangguk seraya tersenyum kepada Ustadz tersebut. Ia kemudian kembali melanjutkan menuju kelas yang akan Ia ajar kali ini. Kebutulan Kelasnya paling ujung dari koridor madrasah.
Sampailah Zaid di depan kelas bersamaan dengan selesainya lalaran nadzom Imriti. Tanpa basa – basi Zaid memasuki kelas tersebut.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh." Ucap Zaid seraya meletakan tas berisi kitab di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Teen FictionSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...