BAGIAN 42

1.9K 465 266
                                    

Zayn terlihat tenang walaupun badannya terhuyung sana-sini, akibat didesak dan ditarik oleh para warga. Sedikitpun Zayn tidak melawan, dia tetap saja tersenyum tipis. Sampai akhirnya tubuh itu di dorong keluar gapuro kampung.

"Jangan lagi-lagi kalian ke sini!"

Bariton kor menyoraki Zayn dengan bersamaan. Laki-laki itu segera bangkit, Zayn menggelengkan kepalanya, seolah – olah berbicara kalau dia benar-benar baik-baik saja. Fahmi dan Guntur sama-sama tersulut emosi, namun karena kesabaran Zayn, emosi itu bisa mereda. Ketiganya memutuskan untuk berjalan menjauhi kampung. Sambil menyusun banyak rencana dipikiran tanpa dilontarkan. Jujur fokus Zayn terpecah, Rere, Kampung Rawa dan satu lagi perempuan yang tak bisa ia raih hatinya. Ia menyugar kasar rambut legamnya, cukup stres rupanya.

"Lo bisa kuat si Zayn ngadepin ini semua? ... kalau gue sudah bodo amatlah. Mau dilaknat Allah itu kampung, kaya kaumnya nabi Lut, banjirnya kamu nabi Nuh. Modar dah! modar sono!"

Zayn tersenyum mendengar ungkapan Guntur. laki-laki itu mengantongi tangan di saku hoodie-nya. Salah satu kebiasan Zayn, tersenyum tatkala masalah datang. Ibarat siswa senang ketika ada Ujian. Heleh!

"Amanah dari Kang Rahmat dan Abah adalah utang buat gue, Tur. Setidaknya walaupun orang tua di sana tak mau kembali bertaubat. Ada secercah harapan buat gue kalau anak-anak itu ke depan bisa merubah kampung tersebut."

Iya walaupun hidayah datang karena Allah. Mungkin di datangkan untuk menjadi perantara itu semua. Fahmi menepuk-nepuk bahu Zayn, tak salah ia bergaul dengan Zayn. Guntur melambaikan tangan memberhentikan taxi. Ketiganya segera menaiki taxi itu untuk kembali ke rumah Guntur.

Taxi mulai menjauh dari kampung iu, namun tidak lama ponsel Zayn berbunyi. Notif masuk!

"Rere!"

Mata Zayn membelalak sekita kita melihat foto Rere yang diikat tali, dan kerudung yang sudah terlepas menutupi kepalanya. Guntur langsung merebut ponsel Zayn, karena menyebut nama Rere.

"Kurang ajar ini orang." Geram Guntur. "Pak kita balik ke tempat tadi!"

Intruksi Guntur, supir taxi hanya mengangguk menuruti perintah Guntur.

"Gue enggak rela, Zayn." Ucap Guntur dengan sorot mata amarah. Zayn mengangguk, ada sorot kekawatiran dari Guntur. Beruntung taxi belum menjauh dari kampung tersebut. Hanya beberapa menit mereka telah kembali. Mereka turun dari taxi, dari kejauhan pengawasan di gapuro ternyata diperketat. Sulit untuk mereka masuk ke dalam.

"Kita masuknya gimana?" bisik Fahmi.

"Kita lewat belakang kampung, gang sana itu bisa tembus markas Frans."

Fahmi dan Guntur hanya mengangguk, kemudian mereka mengendap-ngendap berjalan menuju Gang ujung Kampung. Mereka dituntut berhati-hati kali ini. Seperti buronan kampung saja. Setelah perjalanan yang menguras tenaga, dan juga detak jantung yang makin menjadi. Napas lega mencelos dari mereka.

"Nah malah rame itu di depan markas." Sahut Fahmi.

"Kita serang aja Zayn." Guntur hendak beranjak namun tangannya di cekal Zayn.

"Kalau mikir itu pakai logika jangan pakai otak dengkul, emosi lagi. Jadi pindang tetel lo di sana." Anak buah Frans terlalu banyak untuk mereka yang hanya bertiga. Zayn memutar otak bagaimana melewati jajaran mereka.

"Ikut gue." Intruksi Zayn, mereka mengikuti arah jejak Zayn. Perlahan Zayn menuju belakang markas yang pengawasan lebih renggang. Betul dugaan Zayn, hanya ada dua penjaga di sana. Zayn mengintrupsi kedua temannya untuk mengambil dua batu besar di sana.

Fahmi dan Guntur mengangguk, kemudian

Bugh...

"Modar sia!" Ucap Guntur.

Janji Syawal #1 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang