BAGIAN 24

1.7K 419 42
                                    

Malam semakin larut, namun Zaid masih belum bisa tidur juga. Ia menatap jam dinding di kamarnya yang menunjukan pukul 1 malam. Kemudian pandangannya teralih ke bingkai foto yang menampakan dirinya dan Zayn sewaktu kecil, nampak senyum merekah dari keduannya. Entah jantungnya berdetak lebih cepat, ada rasa aneh yang menjalar. Ada apa ini sebenarnya?

Tiba-tiba ponsel Zaid berdering. Ia kemudian meraih ponselnya di atas nakas. Terlihat panggilan dari Pakde Alif. Ada apa Pakde Alif menelpon jam segini?

"Assalamualaikum Pakde, ada apa?"

"Abi kamu mana? Pakde telponin enggak di angkat, bilang cepat ke sini Ummi demam tinggi, dari tadi ngigo Zayn terus." Terdengar dari suara Pakde Alif begitu kawatir.  Ummi memang sosok yang terpenting dari kehidupan Bani Abdullah. Mengingat beliau salah satu sesepuh yang masih hidup.

"I-iya Pakde, ini mau bangunin Abi." Zaid panik, Ia langsung menutup sambungan telpon tanpa salam. Ia kemudian keluar dari kamar, bergegas turun menuju kamar orang tuanya. Langkah cepat Zaid memelan tatkala melihat Zalfa duduk sendirian di sofa ruang keluarga.

Zaid berjalan pelan menghampiri Zalfa "Umma." Lirih Zaid memanggil Zalfa. Ia kemudian duduk di samping Sang Umma.

"Umma kenapa nangis?"

Zalfa mengusap pelan air mata yang mengalir dipipinya, "Cuma kepikiran sama Abang kamu, Mas." Terlihat mata Zalfa yang masih sembab. Zaid juga mersakan hal yang sama dengan Zalfa, Ia mengelus punggung Ummanya pelan. Entah ada apa sebenarnya dengan keadaan Zayn di sana.

Setelah dirasa sudah tenang, Zaid hendak berbicara hal tadi. "Oh ya, tadi Pakde Alif nelpon, katanya Ummi demam tinggi."

Zalfa kaget medengar kabar itu, Isya tadi sepulang dari sana Ummi Halimah baik-baik saja. Sekarang dengan Tiba-tiba mendapat kabar kalau Ummi Halimah demam tinggi. "Umma bangunin Abi kamu dulu." Zalfa langsung bangkit dari sofa untuk membangunkan suaminya.
_
_

Mereka bertiga langsung meluncur ke ndalem sepuh. Saat sampai disana terlihat semua berkumpul di ruang tamu, Zafran tanpa basa-basi langsung berjalan masuk ke kamar Ummi Halimah. Terlihat Zahra, Om Adnan dan Pakde Alif serta Istri mereka.

"Sejak kapan kaya gini, Bang?" tanya Zafran, Ia mengeluarkan stestoskop dari dalam tas, kemudian memeriksa keadaan Ummi Halimah.

"Sekitar jam 10 sudah mulai demam Zaf." Ucap Bang Alif, terlihat Zahra mengelus tangan kanan Ummi dan menggenggamnya pelan.

"Ummi kenapa Bang?" Ucap Zahra kawatir, Zafran tidak menjawab Ia masih fokus memeriksa Ummi Halimah, kemudian Ia mengeluarkan tensimeter untuk mengukur tekanan darah Ummi Halimah.

"Tensinya rendah, Dek." Ucap Zafran, Ia memandang sendu wajah Ummi Halimah yang terlihat cukup pucat disela-sela keriput di wajahnya.

"Ummi jangan terlalu mikirin Anak - Cucu, insyaallah kami bisa jaga diri baik-baik, Mi. Ummi Sehat-sehat! katanya mau lihat cucunya nikah, masih pada jomblo Mi, Ummi harus sehat ya." Ucap Zafran dengan suara parau, Ia menghela nafas berat. Kemudian Ia memberikan obat kepada Zalfa untuk dihaluskan agar Ummi mudah meminum obat tersebut.

Tidak berselang lama ponsel Zafran berbunyi, "Bentar angkat telpon dulu." Zafran langsung keluar dari kamar. Ia mengambil ponselnya di saku bajunya, saat sudah mengetahui siapa yang telpon, Zafran keluar menuju teras depan.

"Waalaikumsalam Dok." Jawab Zafran. Ia mendengarkan dengan seksama. Setelah itu juga Raut wajah Zafran berubah tegang. Matanya kembali berkaca-kaca. Dadanya terlihat kembang-kempis. Mendapat telpon dari siapa sebenarnya Zafran.

"Besok Saya akan ke sana." Ucap Zafran mengakhiri sambungan telpon tersebut, Kakinya terasa lemas. Ia kemudian terduduk di bangku teras. Matanya terpejam, Ia mengatur nafasnya perlahan.

Janji Syawal #1 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang