Saat ini mereka sudah memasuki stasiun Semarang tawang, jam menunjukan pukul empat sore. Setelah turun dari motor, Guntur, Fahmi dan Zayn. Berlari menuju loket untuk chek in. Beruntung Fahmi masih bisa booking lewat online tiket dijam-jam terakhir dan pas sekali masih tersisa tiga tiket.
"Kita keberangkatan jam 10 malam coyy...ngapain pada buru-buru." Celetuk Fahmi. semua berbalik menatap tajam Fahmi yang terkekeh pelan.
"Kalau keberangkatn jam 10 ngapain berangkat sekarang, tolol." Geram Guntur.
"Ciee yang kawatir sama Rere." Ingin rasanya Guntur, tebas leher Fahmi sekarang juga. Sementara wajah Zayn sudah bersungut-sungut. Sabar Zayn! sabar! "Lo yang tolol, Tur. Kalau kita berangkat mempet! Kita enggak bakal punya PCR. Jomblo sih lu."
"Arghhh ribet banget si!" Guntur menyugar rambut kepalanya. Susah jika seperti ini terus. Tapi mungkin ini terjadi karena mereka berangkat mepet liburan.
"Sebagai rakyat yang hormat, dan bermartabat kita patuhi yang ada. Walaupun akhirnya memperkaya orang kaya." Ucap Zayn, ia menaikan topi hitamnya. Tak lupa masker ia kenakan, kemudian berjalan ke tempat tes PCR. Guntur dan Fahmi segera mengikuti Zayn. Setelah sampai, lumayan padat juga antreannya, akhirnya Zayn dan teman-teman memilih untuk rapid antigen saja. Kenapa? Yang murah daripada punya PCR.
Setelah mengantri hampir setengah jam akhirnya giliran mereka. "Mbak, nyogoknya jangan dalem-dalem!" Sahut Guntur. Petugas medis tersebut hanya mengangguk mungkin dibalik masker itu ia tertawa.
Setelah semua di tes, mereka menunggu hasil rapid antigen. Sedikit was-was semoga tidak hasil positif. Setelah menunggu sekitar lima belas menitan lebih. Fahmi datang menemui Zaid dan Guntur.
"Tesnya udah keluar nih, negatif." Semua menghembuskan nafas lega, Cuma kali ini negatif tapi bahagia.
"Jam enam kurang lima belas. Solat dululah!"
Akhirnya semua memtuskan untuk solat terlebih dahulu, berhubung keberangkatan jam sepuluh. Semoga tidak molor waktunya, mungkin dini hari atau pagi-pagi, mereka sampai di Jakarta. Mereka langsung menuju masjid Istiqomah di depan stasiun tawang Semarang. Sambil menungu boarding yang masih 4 jam lagi.
Setelah melaksanakan solat maghrib Zayn dan yang lain masih berada di serambi masjid. Sambil duduk di teras, memandangi para pelancong yang keluar masuk stasiun. Guntur mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Zayn tersenyum tipis, setidaknya ada perubahan sedikit dari kedua temannya. Ia menoleh sampingnya, Fahmi. Ternyata apa yang ia buka? aplikasi Al-Quran online di hpnya. Alhamdulilah...
"Kenapa senyum-senyum sendiri Zayn?"
"Semprul." Kesal Zayn saat Guntur mengeluarkan asap rokok tepat di depan wajah Zayn. Guntur hanya tertawa, melihat Zayn sengsara.
"Senang aja gue lihat lo berdua, lebih baik dari sebelumnya." Guntur dan Fahmi saling pandang. Tumben banget Zayn memuji mereka berdua. Zayn menggeleng pelan, Manusia bisa berubah lebih baik karena benar adanya hidayah dari Allah, dan mereka melaksanakan bukan mengabaikan.
"Doakan semoga istiqomah aja Zayn." Zayn hanya mengangguk.
Tidak lama ada Kakek yang lanjut usia duduk tepat di samping Fahmi. Mereka mengangguk seraya tersenyum menyambut Kakek tersebut.
"Mbah!" sapa Zayn.
"Kalian darimana atau mau kemana, Nang."
Nang panggilan orang jawa untuk anak laki-laki atau Lanang. "Mau ke Jakarta, Mbah."
Simbah tersebut hanya mengangguk. Terlihat napasnya sudah sulit, tapi beliau masih senantiasa pergi ke Masjid. Berbeda terbalik dengan pemuda Zaman sekarang yang lebih memilih dunia digenggaman tangan mereka. Gimana ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Teen FictionSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...