Syawal baru selesai melaksanakan tugas dari Zayn jam tiga sore setelah solat asar. Tidak bisa dibayangkan betapa pegalnya tangan Syawal. Ia merenggangkan badannya yang sangat kaku. Ia berdiri, saatnya setor kepada Zayn. Syawal berjalan menuju ndalem, ia memilih lewat halaman depan. Karena biasanya jam segini Zayn sedang duduk di teras depan.
Benar! Zayn ada di sana entah sedang melamunkan apa, mungkin masa depannya. Syawal menundukkan kepalanya kemudian berjalan menghampiri Zayn.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam." Jangan bayangkan Zayn duduk di kursi. Tapi Ia duduk di undakan lantai dan bersandar di saka rumah. Gus satu ini memang beda. Syawal duduk menyamakan tinggi dengan Zayn. Lalu ia menyerahkan lembar-lembar tulisannya kepada Zayn. Zayn menerima itu.
"Elek banget tulisane." Sahut Zayn, Syawal masih bisa tahan. Beruntung dia Gus, kalau tidak. Sudah habis dia diumpat oleh Syawal. Ingatkan dia kalau Zayn bicara sesuai kenyataan.
"Kamu itu pengurus. Jadilah contoh untuk santri yang lain. Pulang tepat waktu, kamu masih tanggung jawab pesantren."
"Bukan tanggung jawa Saya." Lirih Zayn.
Syawal mendongak sebentar, dia tidak terlalu dengar kalimat terakhir Zayn. Tapi Syawal mengurungkan niat untuk bertanya, palingan tidak penting. Zayn kembali menyerahkan lembar-lembar tulisan itu. Untuk apa kemarin suruh setor? Syawal mulai geram.
"Saya hanya memberi pelajaran Sabar untuk kamu." Sahut Zayn.
"Zayn." Tidak berselang lama Aina datang dari arah asrama putri. Zayn menghela nafas panjang. Ia berdiri diikuti Syawal berikutnya.
"Dasar Pelakor." Aina langsung mendorong tubuh Syawal hingga tersungkur ke belakang.
"Syawal." Teriak seseorang. Zayn terkejut akan kehadiran Ahmad yang tiba-tiba dari arah gerbang pesantren. Ahmad langsung membantu Syawal berdiri. Masalah besar ini!
"Mbak lo tega ya rebut Zayn. Lo tega! Lo sama Zayn ada hubungan Kan? Gue lihat lo berduaan sama Syawal di taman belakang yang sepi, mana adab ilmu kalian ngapain berduaan." Tegas Aina, ini salah paham.
Zayn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Meladeni anak baru gede itu susah, bagaimana Zaid akan bertahan? Tapi Zayn percaya Zaid orangnya penyabar. Zayn menoleh kepada Ahmad, Ia mengamati laki-laki tersebut, tapi tidak ada wajah mencurigakan atau terlihat menyembunyikan sesuatu.
"Enggak Na. Di taman itu kita enggak berdua. Ada tamu ndalem yang ramai saat itu. Banyak santri yang lalu lalang juga. Kami tidak di tempat sepi."
"Emang pelakor, ngelak mulu dasar!" Aina hendak menarik kerudung Syawal, namun tangannya dicekal Ahmad. Kemudian Ahmad menghempas begitu saja tangan Aina.
"Jaga bicara Anda!"
"Siapa lo? Pacarnya Syawal." Syawal tidak habis pikir dengan mulutnya Aina. Kenapa bisa bicara seperti itu. "Lo Zayn kenapa malah adik lo yang nikahin gue, kenapa bukan lo ?"
Zayn menggeleng, "Gue enggak bisa, Na."
"Karena lo cinta kan sama Syawal? Mata lo enggak bohong Zayn." sentak Aina. Dada Zayn berdebar hebat. Kenapa justru Aina yang lebih peka?
Zayn masih menggeleng, "Enggak, Na. Ada alasan lain. Gue enggak bisa."
"Jujur Zayn! Lo bohong Zayn." Teriak Aina. Membuat Zayn semakin geram.
"Kalau iya kenapa."
Semua terpaku dengan Jawaban Zayn. Tubuh Syawal menegang. Tak lain dengan Ahmad yang sudah dibakar api cemburu. Ia langsung saja melenggang dari tempat saat ini. Syawal panik takut Ahmad akan salah paham akan semua itu. Syawal terus memanggil nama Ahmad tapi Ahmad masih terus berjalan tanpa memperdulikan panggilan Syawal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Teen FictionSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...