BAGIAN 20

2K 424 58
                                    

Jam menunjukan Jam delapan pagi, Sekarang Zayn dan Syawal berada dijalan pulang. Kebutulan Suami dan Keluarga Ibu tersebut sudah datang, jadi Zayn dan Syawal bisa langsung pamit. Walaupun masih dalam satu mobil, tapi mereka tetap jaga jarak, kaca pintu mobil tetap dibuka, dan Syawal duduk dibangku belakang, Zayn sendiri yang menyuruh, jadi kiranya Syawal tidak membuat Zayn merasa jadi Sopir untuk dirinya.

"Gus, boleh tanya?" ucap Syawal berhati-hati.

"Silahkan!" jawab Zayn yang masih fokus untuk menyetir.

"Hukum mengadzani Bayi baru lahir itu, bagaimana sih Gus?"

Zayn terkekeh pelan, "Kamu pasti sudah tahu, Tapi kamu cuman mau nyari topik aja." Ucapnya, Syawal tidak menjawab dan memilih diam. Beberap detik hanya suara bising kendaraan. Lebih baik dijawablah dari pada diam-diam begini, batin Zayn.

"Iya udah gini, sebenarnya hukum mengadzani bayi baru lahir hukumnya berbeda-beda disetiap Ulama." Jawab Zayn, Syawal yang mendengar itupun kembali riang untuk mendengarkan jawaban dari Zayn.

"Mayoritas Ulama mazhab Syafi'i, madzhab Hanafi, sama Hanabilah menegaskan bahwa mengadzani bayi itu sunnah, sedangkan sebagian Madzhab Maliki menyebutkan hukumnya mubah, dan sebagian yang lain dari Madzhab Maliki menyebutkan kalau hukumnya Makrukh." Lanjut Zayn, tetapi tetap fokus berkendara.

"Kenapa bisa terjadi perbedaan pendapat antara ulama Madzhab, padahal Imam Malik gurunya Imam Syafi'i?" Syawal kembali mengajukan pertannyaan.

"Sebenarnya ada beberapa hal yang melatarbelakangi berbedaan pendapat antara Madzhab, seperti masing-masing Ulama Madzhab punya kriteria  atau syarat tersendiri  terhadap penerimaan suatu hadist, hadist itu dapat diamalkan, dapat dijadikan hujjah atau tidak." Ucap Zayn, walaupun terlihat nakal tapi ilmu Zayn tidak boleh disepelekan.

"Mereka juga memiliki pemahamaman yang berbeda terhadap suatu hadist, karena mereka mempunyai metode masing-masing, selain itu tingkat intelegensi mereka juga berbeda dalam memahami suatu hadist." Jawab Zayn, ia melihat Syawal dari kaca sunvisor mobil, terlihat Syawal yang menganguk-anggukan kepala.

"Iya itu yang Saya tahu, Saya juga masih mengkaji soal ini, lebib baik kamu tanyakan sama Alim Ulama, yang benar-benar tahu tentang ini...karena ilmu mereka enggak main-main bertahun-tahun mereka kaji, belajar dari kyai sana-Kyai sini." Ucap Zayn, ia merasa ilmunya belum ada apa-apanya, mungkin masih seujung kuku.

"Terus Pandangan Gus tentang seseorang padahal hanya belajar dari buku tetapi sudah berani berkoar-koar?" Zayn menggeleng-gelengkan kepala, banyak tanya sekali ini orang, tapi kalau Zayn bisa, pasti akan Ia jawab.

"Kalau dari Buku saja, dikhawatirkan kita bisa salah tafsir, bisa jadi Setan yang jadi gurunya. Para Alim Ulama saja sebelum menyuarakan mereka kaji dulu, mereka pelajari dari beberapa kitab, bacaan mereka banyak, mereka menanyakan kepada guru mereka, mereka punya guru, nyambung ke guru sebelumnya, ke guru sebelumnya, nyambung sampai rosullullah SAW."

"Lagi-lagi Sanad keilmuan itu penting, mau apa-apa kaji dulu, riset, dengarkan, tanyakan, jangan sedikit-sedikit copy paste Google yang enggak tahu silsilah penulisannya bagaimana." Ucap Zayn, iya mungkin sangat relate dengan kehidupan Zaman sekarang, yang serba mudah mendapat informasi tapi entah siapa penulisnya, untuk lebih berhati-hati sebaiknya tanyakan kepada orang yang benar-benar mengerti, bisa jadi yang berada di web tersebut juga termasuk plagiatisme.

"Paham, Gus." Ucap Syawal.

"Mampir ke bubur ayam depan dulu ya!" Ucap Zayn.

"Nggih."

Zayn menghentikan mobilnya, di dekat penjual bubur ayam gerobak langganannya, yang tidak jauh dari pesantren. Zayn kemudian turun dari mobil, "Ayo!" ajak Zayn kepada Syawal yang masih Diam ditempat.

Janji Syawal #1 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang