BAGIAN 6

2K 395 7
                                    


Ayat suci Al-Qur'an sudah berkumandang di masjid, beberapa menit lagi waktu subuh akan datang. Zaid sudah siap akan baju koko rapi dan lengkap dengan sajadah yang terselempang rapi di pundaknya. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar Zayn, pastinya masih tidur Dia. Zaid segera mengetuk pintu kamar tersebut, namun sayang, pintu kamar tidak mau terbuka. Zaid makin keras mengetuk pintu, susah sekali Abangnya ini dibangunkan. Pintu tiba-tiba terbuka, menampakan Zayn yang masih terkantuk-kantuk.

"Apa sih Mas?" sahut Zayn kesal, menganggu saja.

"Katanya mau jadi Imam yang soleh, berangkat ke masjid aja malas-malasan." Ucap Zaid, sebisa mungkin Ia melaksanakan solat subuh berjamaah. Lihat saja di masjid, entah spesies manusia lelaki makin menepis atau bagaimana, jumlah jamaah yang solat dimasjid kian hari semakin menipis, serasa manusia itu hampir punah dari dunia atau bagaimana. Semoga saja belum, mungkin yang hampir menipis itu jumlah pemuda yang mau ke Masjid, bahkan jarang sekali.

Padahal tonggak kekuatan suatu kaum adalah pemuda itu sendiri. Setan mudah saja menghancurkan suatu kaum, dengan merusak akidah, dan akhlak kaum pemuda. Lagi-lagi pemuda berperan penting dalam sebuah peradaban.

"Iya ini mau wudhu." Ucap Zayn, Ia melangkah masuk ke dalam bukanya ke kamar mandi malahan kembali berbaring di Kasur.

"Bang, elah tidur lagi... Bang Iyan!" Ucap Zaid dengan nada tinggi. Ia langsung menghampiri Zayn dan menarik tangan Zayn agar bangun. Perlahan Zayn melangkahkan kaki ke kamar mandi. Zaid menelusuri setiap inci kamar ini. Pandangannya mengarah ke nakas. Ia tersenyum saat melihat kitab sohih muslim yang sudah di buka Zayn.

Pandanganya ke arah laci nakas, Ia mencoba membuka laci tersebut.

"Kenapa di kunci?" lirih Zaid.

"Ngapain Mas?" Ucap Zayn, membuat Zaid terkejut.

"Enggak." Ucap Zaid dengan mimik wajah sebiasa mungkin. "Iya udah, berangkat." Ucap Zaid keluar terlebih dahulu dari kamar Zayn. Zayn hanya mengangguk lalu mengambil baju koko dan kopyahnya.

Mereka keluar dari rumah, rumah yang berada di area perumahan yang lumayan elit. Jalan yang masih sepi, tidak ada kokokan ayam. Beda sekali dengan suasan di pedesaan Semarang.

"Sepi ya Bang, enggak kaya di pesantren, Kokokan ayam aja enggak ada disini." Sahut Zaid, dia terbiasa dengan suasana keramaina di pesantren, dari pagi sampai petang, selalu terdengar lalaran santri, tilawah, solawat, bahkan diba'iyah dan barzanji.

"Iya jarang yang pelihara ayam Mas disini, Iya enggak ada kokokan Ayamlah."

Mereka kembali melanjutkan jalan. Sampailah di Masjid perumahan tersebut, masjid yang cukup besar, seribu jama'ahpun sepertinya sangatlah cukup. Keduanya memasuki masjid tersebut. Zaid berhenti di ambang pintu. Bahkan arsitektur masjid ini begitu megah, jauh dari masjid pesantren, namun bukan itu yang membuat Zaid terkejut tapi.

"Ini beneran jamaahnya tiga orang, lima sama kita, padahal ini udah mau iqomah, Bang?"

"Ini bukan di pesantren Mas, yang cepet-cepetan ke Masjid supaya dapat shaf terdepan, agar mudah cium tangan sama para guru, ustadz,yang Imam hari itu. Ini kota metropolitan, kota sibuk, tapi entah apa yang menyibukan mereka, sekedar melangkahkan kaki ke Masjid solat subuh, padahal masjid ini begitu megah, namun full Cuma dihari raya." Sahut Zayn, rindu dengan suasana pesantren sudahlah pasti, namun Ia juga harus keluar dari Zona itu nantinya. Ada ilmu yang harus Ia teruskan. Zayn melenggangkan kaki menghampiri seseorang.

"Ustadz" sapa Zayn, kemudian mencium tangan orang yang di panggilnya Ustadz. Zayn duduk di samping Ustadz tersebut, dan diikuti Zaid yang duduk di samping Zayn.

"Udah lama enggak ke Masjid Zayn, masih ada urusan di kampung sana?"

"Entahlah Ustadz, susah sekali warga di sana, mereka udah terbiasa seperti itu ustadz, susah sekali merubah kebiasaan itu." Ucap Zayn, kampung apa yang dibicarakan Zayn dan ustadz itu.

"Sabar Zayn," ucap Ustadz tersebut, menepuk perlahan bahu Zayn, Ia menengok ke arah samping Zayn, sempat terkejut melihat sosok yang mirip dengan Zayn. "Ini toh kembaran kamu Zayn?"

"Zaid, Ustadz," Ucap Zaid, Ia memang jarang bertemu dengan Ustadz ini saat mengunjungi rumah Neneknya, mungkin karena itu tidak mengenali Zaid,"Ini jamaahnya lima orang saja Ustadz?"

"Lima aja udah Alhamdulilah Nak, sebelumnya Cuma satu dua, subuh memang jamaahnya sedikit." Jawab Ustadz tersebut. Zaid mengangguk. Ia merasa bersyukur Allah telah tempatkan dirinya di lingkungan pesantren, yang menjadi wadahnya untuk bertemu dan menuntut ilmu kepada Orang yang berilmu, yang sanad keilmuannya sudah jelas. Beruntunglah kalian yang bisa mengenyam pendidikan pesantren, walaupun rasa rindu setiap hari, dan berharap rasa rindu itulah yang akan membawa ke surga Allah.

Kabur dari pesantren bukanlah jalan baik, di saat yang lain begitu mendambakan mengenyam pendidikan pesantren, dan kalian yang sudah ada di pesantren berniat kabur, dengan alasan tidak betah. Kalau ditanya semua orang yang nyantri, dari awal mereka juga merasa tidak betah, namun kemauan dan tekad kuat, rasa nyaman itu akan hadir dengan sendirinya.

Untuk kalian yang belum berkesempatan, entah itu karena keuangan, atau izin orang tua, in sya allah kalau kalian punya tekad kuat, Allah akan beri jalan untuk kalian.

Dan telitilah kalian, carilah ilmu yang sanad keilmuannya sudah jelas sampai ke Rosullullah. Bukannya melarang kalian, dengan istilah hijrah belajar dari tiktok. Pastilah sekitar kalian ada tokoh agama, atau Ustadz, belajarlah dari mereka, bertanyalah langsung kepada mereka. Agar sanadnya keilmuannya lebih jelas. Atau ikutilah kajian-kajian disekitar. Media sosial adalah sarana, menuntut ilmu lebih utama ke sumbernya langsung. karena barokah itu bisa datang dari mereka para Ustadz, Kyai, dan para alim ulama. Merekalah sumber perantara ilmu dari Allah.

"Iqomah Zayn!" Zayn mengangguk kemudian berdiri dan segera melafalkan iqomah.

Jamaah subuh diakhiri dengan salam Ustadz, yang baru saja menyelesaikan kultum pagi. Zayn dan Zaid, segera kembali ke rumah, terlihat banyak yang sudah keluar rumah untuk berolahraga. Zayn membenarkan posisi kopyahnya sedikit kebelakang, sehingga membentuk jambul.

"Bang beli kerak telor dimana ya?" Tanya Zaid, kenapa tiba-tiba menanyakan kerak telor?

"Di kerak bumi."

"Serius Bang, ya elah!" Ucap Zaid, tidak menggubris Zayn malah fokus merenggangkan otot tangannya.

"Situ ngidam apa gimana, tiba-tiba nanya kerak telor?" Tanya Zayn.

"Nenek kepingin kemaren."

"Beli aja di dekat kota tua, banyak yang jualan kerak telor,"Sahut Zayn, "Berarti hari ini Lo pulangkan?" tanya Zayn, berharap kembaranya pulang hari ini agar tidak mengganggu dirinya.

"Abang pulang, Aku juga pulang." Jawab Zaid tersenyum bangga.

"Terserah dah!" Ucap Zayn, mempercepat langkahnya meninggalkan Zaid. Zaid menghembuskan nafas pelan, kemudian mempercepat langkahnya menyusul Zayn. Zaid bertampang datar, namun kesabaranya dan perhatianya terlihat dalam. Perjalan menuju rumah Nenek Salma, hanya keheningan di antara mereka. Zaid yang cuek, dan Zayn yang keras kepala, iya mungkin ada perang dingin dari mereka, tidak apalah! Besok juga akan baikan.

Banyak yang sesekali menyapa Zayn, banyak juga yang berbicara di belakang mereka. Iya mau bagaimana lagi, Kelakuan Zayn sudah banyak di ketahui para tetangga. Telinganya saja sudah kebal akan semua itu. Sampailah mereka di halaman rumah, mereka berjalan menuju teras. Zayn terkejut dengan kedatangan seorang wanita pagi-pagi seperti ini. Zayn dan Zaid saling pandang penuh kebingungan, dan Si Gadis itu sama-sama menampakan wajah terkejut.

"Pagi buta kaya gini, Lo ke sini mau apa?"

Tbc.

Udah baca Al-Kahfinya belum malam ini?

insyallah Updet setiap rabu, sama jumat ya gusy. Kalau enggak molor tapi:v.

Stay Safe guys, Syukron Katsiron!

Janji Syawal #1 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang