Zayn masih di depan teras rumahnya, sebenarnya Ia ingin melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda. Tapi rasanya tidak mungkin, ia terlalu sibuk memikirkan ini dan itu. Pandangan Zayn menatap lurus, entah apa yang dipikiran laki-laki dua puluh tahun itu. Dia hanyalah seorang manusia yang tiada daya upaya, jika memang tidak ada pertolongan dari Allah SWT.
"Yan!" sahut Zafran dari belakang Zayn, Ia otomatis menoleh ke arah Zafran. Terlihat Zafran berjalan untuk duduk di samping Zayn.
"Nggeh, Bi." Ucap Zayn.
"Besok Abi mau ke Jepara, dapat undangan jadi Saksinya pernikahan putrinya Kyai Ali." Zayn sudah menebak arah kemana pembicaraan Zafran.
"Abi minta supirin sampai Jepara?" tanya Zayn memastikan. Abi-nya ini memang orangnya perfeksional dan tidak mudah percaya dengan orang lain.
"Iya, Kang Arsyad pulang...tahukan Abi kalau apa-apa harus perfeksional, susah percaya sama orang lain. Zaid lagi banyak tugas, bisa ya?" Zayn hanya mengangguk, Jepara lumayan dekat dengan Semarang sekitar dua atau tiga jam sampai.
Zayn tersenyum lebar, "Aku mah enggak apa-apa sekalian makan-makan kekondangan." Zafran bernafas lega, Zafran memang kalau menyetir dalam waktu lama sedikit kesusahan, sementara Ia juga baru pulang dari Jakarta.
=====
Syawal baru saja sampai di depan ndalem Gus Zafran. Ia kemudian masuk lewat pintu belakang ndalem. Ada satu dua Mbak ndalem di Gus Zafran, dan berhubung Mbak Husna dan Mbak Winda berhalangan kini, Syawal yang menggantikan mereka.
Ketika hendak masuk lewat belakang rumah yang biasanya tidak terkunci. Syawal berpapasan dengan Gus Zaid yang kelihatannya baru selesai mandi, rambutnya masih basah, dan handuk yang masih tersampir di pundaknya.
"Masuk saja, Mbak!" sahut Zaid, ia hanya menjemur handuk itu dan kemudian berlalu pergi dari hadapan Syawal. Ia bernafas lega, Imannya jangan sampai goyah melihat itu.
"Astagfirullah!" Syawal mengelus dadanya pelan. Terkejut dengan kehadiran Zayn tiba-tiba. Rambut berantakan baru bangun tidur. Masih pakai sarung kedodoran. Beda sekali dengan kembarannya tadi.
"Kebiasaan." Ucap Zayn, ia langsung mengambil handuk yang masih kering.
"Kebiasaan kamu, Yan! Sudah jam setengah enam baru mandi." Sahut Zalfa kesal. Mau berangkat ke Jepara jam berapa supirnya saja baru mau mandi.
"Ini juga mau mandi Umma, Umma tahukan Adik tercinta mandinya kaya semedi dua hari tiga malam." Sahut Zayn sambil mengalungkan handuk ke lehernya.
"Kan bisa pakai kamar mandi di kamar Umma, atau kamar mandi dapur, alasan saja."
"Punya Umma cantik...jadi sayang deh." Zayn mengecup pelan Pipi Zalfa lalu berlalu pergi, tanpa sadar Syawal mengukir senyum tipis melihat interaksi Ibu dan Anaknya tersebut.
"Maaf ya, kalau somplaknya udah kumat kaya gitu emang." Ucap Zalfa, tersenyum menatap Syawal.
"Umma meet and greet sama tante Hana, Khalwa, Fatim, kangen deh." Celetuk Zayn dari kamar mandi, alhasil mandinya di kamar mandi dekat dapur juga.
"Bilang saja kangen sama anaknya Tante Fatim."
"Iyan masih normal, iya kali kangen sama Alif." Teriak Zayn dari kamar mandi. Zalfa hanya menggelengkan kepala, susah memang dengan Zayn itu.
"Jadi Syawal yang gantiin Husna?" tanya Zalfa.
Syawal mengangguk pelan, "Nggeh, Ning."
"Iya sudah Wal, bantu tolong masukin barang ke mobil ya!" Syawal mengangguk kemudian mengikuti Zalfa dari belakang. Ia ada beberapa kado berukuran besar, dan beberapa makanan yang akan di bawa karena mengingat perjalanan Semarang Jepara cukup jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Teen FictionSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...