Mata Aina mulai mengerjap pelan, gadis itu mulai membuka matanya. Pandangannya menelusuri kamar yang asing baginya. Ia mulai menyibak selimut yang menutupi setengah badanya. Ia mulai mengingat apa yang terjadi tadi malam, dan ini kamar siapa, tempat apa? Itulah yang ada dalam benak gadis itu. Ia hanya mengingat kalau semalam Ia pergi ke tempat terlarang itu. Entah apa yang menuntun langkahnya pergi kesana.
Ia membuka tirai kamar, matahari sudah bergerak naik. Tapi entah Ia tidak tahu ini dimana. Ia berjalan menuju pintu kamar. Dibukalah pintu kamar itu oleh Aina. Setelah keluar kamar. Ia baru menyadari kalau ini rumah Neneknya Zayn. Keadaan rumah yang sepi, Ia langkahkan kaki menuju area belakang rumah, namun langkahnya terhenti saat melihat Zayn yang tengah duduk dikursi taman, dan di hadapan Zayn ada Nenek dan kembarannya. Aina selangkah lebih maju, agar bisa mendengar percakapan mereka.
"Nenek enggak suka kamu berhubungan sama perempuan itu, apalagi sampai dibawa ke sini!" Ucap Nenek Salma, sementara Zaid hanya diam menyimak.
"Iya Aku enggak akan bawa Dia ke sini lagi." Jawab Zayn masih menunduk sambil memainkan jari-jemarinya. "Mas?" Ucap Zayn.
Zaid hanya berdehem, Dia masih mengingat kejadian tadi malam, yang sangat buruk dari segi penglihatan Zaid.
"Jangan salah paham, kemaren tangan Gue Cuma ditarik Aina, dan Gue yang saat itu kaget, iya jatuh gitu, tapi itu enggak nyentuh Mas, Gue sangga badan Gue sama tangan. Jadi orang jangan su'udzon." Jelas Zayn, mendegar jawaban dari Zayn membuat Zaid sedikit menghembuskan nafas lega. Entah kenapa Dia semalam bertindak gegabah seperti itu kepada Zayn tanpa mendengarkan penjelasan terlebih dahulu dari Zayn.
"Iya...Jadi perempuan yang mau Abang nikahi itu Aina?"
Gubrak...
"Aina?"
Aina tersenyum datar saat keberadaaanya diketahui mereka. Gara-gara Ia menyenggol pot bunga. Aina mulai melangkahkan kaki menemui mereka dengan pandangannya yang menunduk.
"Enggak baik Nak, nguping pembicaraan orang seperti itu." Ucap Nek Salma lalu beranjak meninggalkan taman belakang. Entah rasa ketidaksukaan dengan Aina begitu kentara dari raut wajah Nenek Salma.
"Makasih Zayn, Lo udah tolongin Gue dan bawa Gue ke sini." Ucap Aina sedikit lebih lembut dari biasanya. Zayn hanya menganggukan kepalannya.
"Kenapa kamu bisa ke tempat seperti itu, tidak seharusnya ketika ada masalah melampiaskan ke tempat seperti itu." Ucap Zaid, Aina memandang Zaid namun yang dipandang malah memalingkan wajahnya, sebegitu burukkah Aina dimata Zaid, bahkan memandang saja tidak pernah . itulah tanya yang ada di benak Aina.
"Dengerin itu, kata Mamas Gue." Ucap Zayn terkekeh pelan.
"Terse..." Ucapan Aina terpotong saat bunyi ponsel Zayn terdengar begitu saja.
Zayn mengambil ponselnya dari dalam saku celananya. Terlihat Zayn yang menarik nafas dalam, sepertinya Zayn gugup menerima telpon itu. Siapa sebenarnya Si Penelpon itu, Zayn mulai mendekatkan ponsel ditelinga.
"Kok enggak ada suarannya?" Ucap Zayn.
"Losspeacker! enggak nyadar diri Hp Lo jadul gitu." Ucap Aina, Zayn terkekeh pelan iya memang benar, ponselnya keluaran lama, dan sekarang speackernya terdengar tidak keras. Apa mungkin telinganya yang bermasalah. Zayn mulai berdiri sedikit menjauh dari Aina dan Zaid, namun berhubung dilosspeaker pembicaraan Zayn dan penelpon terdengar di telinga mereka berdua.
"Waalaikumsalam." Jawab Zayn.
"Maaf semalam Saya matikan sepihak sambungan teleponnya, kamu beneran yang orang gila?"
"Iya kali Gue yang orang gila."
"Lah ini beneran yang telpon Saya semalam bukan? Perasaan semalam panggilannya Saya...kenapa sekaran Gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Ficção AdolescenteSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...