Kini Zayn berada di dalam kamar Umi Halimah, dengan perlahan Zayn memijat kaki Umi Halimah. Rasa Sayangnya kepada Umi Halimah sama halnya dengan rasa sayang dirinya dengan Zalfa, merekalah perempuan-perempuan istimewa dikehidupan Zayn. Entah Ia akan kembali rapuh lagi atau tidak saat kehilangan salah satu dari Mereka. Bagaimana lagi, maut Allah-lah yang memegang kuasa.
"Ummi bosen di dalam kamar terus Yan." Ucap pelan Ummi Halimah, memang beliau jarang sekali keluar rumah. Mengenai keadaannya yang kurang sehat.
Zayn mendekat, meraih tangan Umi Halimah dan mengelusnya perlahan. "Ummi mau kemana? Iyan temanin." Ucap Zayn lembut.
"Ummi kepengin keluar nyari udara segar." Jawab Umi Halimah.
"Iya sudah, Jalan-jalan ke taman ya?" Tawar Zayn, Umi Halimah tersenyum mengiakan. Zayn tersenyum kemudian pamit keluar, Ia tidak bisa sendiri menjaga Umi, setidaknya ada perempuan jika Umi ingin pergi ke toilet, tidak mungkin juga Zayn ikut mengantar ke dalam toilet.
" Syawal kemana lagi?" monolog Zayn, Zayn langsung mencari keberadaan Syawal, karena Ia tahu Syawal yang menjadi asistennya Umi. Setelah mencari-cari keberadaan Syawal dari dapur, sampai keteras depan namun nihil Syawal tidak ada.
Akhirnya arah pandang Zayn tertuju ke arah dimana Syawal berada, Ia langsung saja menghampiri Syawal yang sedang duduk memegang nadzom alfiyah, serta sedikit melafalkannya, dibawah pohon mangga depan ndalem.
"Sya!" Panggil Zayn, mendengar panggilan tersebut Syawal, gelagapan. Ia langsung menutup nadzom Alfiyah. Langsung berdiri menghadap Zayn.
"Nggih Gus!" Jawab Syawal.
"Ummi mau keluar, bantuin Saya kalau Ummi minta apa-apa." Titah Zayn.
"Kemana Gus?"
"Ke taman deket sini aja."
"Biar Saya siapkan keperluannya." Jawab Zayn, Ia pergi ke dalam setelah mengucapkan salam. Melihat Zayn sudah menjauh, Syawal menghirup nafas dalam-dalam. Akhirnya pergi juga Dia.
Langsung saja Syawal berjalan cepat masuk kedalam. Ia jika Umi hendak keluar, ataupun perjalanan jauh, pasti Syawal yang selalu menemani.kemanapun Umi pergi, menyiapkan kebutuhan Umi, dan membantu Umi Jika hendak melakukan sesuatu.
Setelah mempersiapkan segala yang diperlukan, Kini mereka tengah didalam mobil, perjalanan menuju taman. Syawal yang duduk dibangku kedua bersama Umi Halimah, sedangkan Zayn yang menyetir, tidak apalah dianggap sopir untuk perempuan istemewanya.
Tidak beeselang lama mobil Zayn behenti disebuah taman, terlihat tidak begitu ramai, karena ini masih jam kantor, walaupun siang hari namun suasannya mendukung, terlihat mendung tapi belum turun hujan. Zayn langsung turun dari mobil, mengambil kursi roda di bagasi, kemudian membantu Umi turun dari mobil. Saat Umi sudah duduk dikursi roda, segera Zayn menutup pintu mobil, dan mendorong kursi roda Umi masuk kedalam taman.
Syawal keluar dari mobil, langsung mengikuti Zayn dari belakang. Ia hanya dapat melihat punggung Zayn, seperti Gus Zayn sayang sekali dengan Umi, itulah yang terbatin dalam hati Syawal. Tidak jarang beberapa pasang mata melihat mereka.
"Pasangan yang berbakti." Itulah bisik-bisik yang terdengar dari mereka, membuat Syawal risih sekaligus malu kepada Gusnya, Ia hanya Santrinya bukan lebih. Bagaimana melihat para Alim Ulama, para guru, Ustadzah, teman santriwati yang lain sudah memebut dirinya bahagia.
Hampir beberapa menit mereka berkeliling taman, kini mereka tengah duduk di kursi taman, tepatnya hanya Zayn, sedangkan Syawal sedikit menghibur Umi, "Sya, mampir makan dulu ya, lapar Saya." Saran Zayn, reflek Syawal menoleh.
"Nggih Gus, kulo ndherek mawon." Jawab Syawal. Zayn mengangguk kemudian berdiri, dan kembali mendorong kursi roda Umi. Untungnya tidak jauh dari taman ada rumah makan, jadi tidak perlu berjalan jauh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Fiksi RemajaSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...