BAGIAN 26

1.9K 387 45
                                    

Selesai kegiatan sekolah umum, semua santri kemudian kembali menuju asrama atau sekedar jajan ke kantin, termasuk Aina dan Aisyah kali ini. Saat ini mereka berada di kantin pondok yang cukup ramai untuk saat ini. Aina masih memikirkan soal tadi malam, benarkah Zaid juga menyukainya, tapi masa iya.

"Melamun aja, Na." Ucap Aisyah, melihat sedari tadi Aina hanya melamun. Apa yang sebenarnya Aina pikirkan, sampai fokus melamun seperti itu

"Kayaknya Zaid, suka sama Gue deh." Celetuk Aina.

"Pftttt...halunya ketinggian Buk." Aisyah tidak berhenti – berhentinya tertawa akibat ucapan Aina yang menurut Aisyah terlampu diluar nalar.

"Kok malah ketawa sih Lo?" Tanya Aina mengernyitkan dahinnya binggung sekaligus kesal.

"Tipe Gus itu apalagi Gus Zaid, iya pasti kaya Ning-Ning lah masa sih Lo, Na." Ucap Aisyah, lihat saja kelakuan Aina seperti apa cocok dengan Zaid? Memang kebanyakan para Gus dijodohkan dengan Ning atau Putri seoarang pendiri pesantren.

"Ning-Ning apaan?" Tanya Aina. Seringkali Ia bingung tatkalah ada yang memanggil Zaid, Zayn dengan sebutan Gus, dan menyebut Zalfa calon mertuanya dengan sebutan Ning.

"Ning, itu sebutan untuk putri Kyai, atau dzuriyah gitu...sementara Gus buat yang laki-laki." Jelas Aisyah. Aina menganggukan kepalanya, kalau tipe rata-rata Gus adalah seoarang Ning, apa kabar dirinya dengan Zayn. Mungkin harus sering ingat – ingat kata Kang Parkir.

"Na, dipanggil Bu Syawal di kantor keamanan." Ucap salah satu santriwati menghampiri Aina. Aina menatap lesu, ada apalagi ini. Pasti masalah tadi malam belum selesai juga, karena tadi malam Syawal menyuruh Aina untuk langsung pergi ke asrama.

"Iya Gue kesana." Jawab Aina.

"Gue kesana dulu, Syah." Aina pamit dengan Aisyah. Ia mengangguk pelan. Aina kemudian berjalan menuju kantor keamanan. Lagi – lagi harus ke tempat ini. Aina berjalan lunglai seperti tidak ada daya upaya. Kantor keamanan adalah tempat langganan santri-santri badung.

Sampailah Aina di depan kantor keamanan, Ia langsung masuk ke dalam. "Lo manggil, Gue?" Ucap Aina. Terlihat Syawal mengangguk mencoba sabar. Rasanya sudah biasa menghadapi Santri seperti ini dengan segala alasan dan tipe masing-masing.

"Sini duduk!" Ucap Syawal mempersilahkan Aina duduk dikursi dihadapannya. Aina menurut kemudian duduk di kursi yang ditunjuk Syawal.

"Kamu seharusnya tidak berbicara begitu dengan Gus Zaid!" Syawal masih berbicara dengan lembut, percuma jika pakai tindakan keras bukannya Aina takut malah akan semakin ngelunjak.

"Emang salah Dia, Gue ngomong sejujurnya." Syawal menghela nafas, Dia harus kerahkan sabar dan kawan-kawanya untuk menghadapi Aina.

"Na, di sini itu pesantren, diajari untuk menerapkan apa itu adab, tata krama...apalagi Kamu berbicara sama Gus Zaid yang notabennya putra Gus Zafran, Kyai di Pesantren ini." Syawal mencoba memberi pengertian untuk Aina.

"Orang – orang kaya Zaid itu hanya bisa berlindung dari nama Ayahnya doang, sebenarnya hatinya juga busuk, pengecut." Ucap Aina, ada raut kekesalan dari wajahnya. "Beda sama Zayn yang benar – benar jadi dirinya sendiri, Gue kata-katain Dia, biasa saja Dia."

Emosi Syawal masih bisa Ia kontrol, mungkin dalam hati Ia beristighfar berkali – kali, "Begini Na, Gus Zaid sama Gus Zayn mereka kembar, bukan berati watak mereka juga harus sama juga bukan?"

"Gus Zaid sejak kecil sampai sekarang beliau di Pesantren ini terus, jadi beliau terbiasa tercukupi, dihormati, disanjung oleh para santri, sedangkan Gus Zayn beliau dari umur tujuh tahun sudah keluar dari pesantren merantau ke Lirboyo, Mondok diluar sana membaur seperti santri biasa."

Janji Syawal #1 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang