Beruntung apa yang ditakutkan Zaid tidak menjadi kenyataan. Beberapa kali Ia menghirup dalam-dalam oksigen di sekitarnya. Orang dihadapan Zaid terlihat bingung dengan kondisi Zaid saat ini. Seperti melihat makhluk tidak kasat mata apa lebih dari itu. Orang dihadapan Zaid, melihat sekeliling bagaimana berantakannya tempat itu. Lagi-lagi orang itu menggelengkan kepala sepertinya dia tahu ini ulah siapa. Disaat Zaid masih bingung motif apa orang tersebut melempar batu ke rumah Neneknya. Adakah masalah dengan Sang Nenek.
"Sudah dua kali Zaid, kejadiannya kaya gini, ini pasti ulah musuhnya Iyan." Nenek Salma memandang, tidak habis pikir. Cuma karena ulah Zayn, rumahnya juga yang harus menjadi sasaran orang tidak dikenal.
Zaid mengerutkan dahinya, apa yang dimaksud musuhnya Zayn,"Bang Hiyan, punya musuh Nek?" Tanya Zaid.
"Iya begitulah kelakuan kembaranmu, Nenek juga enggak tahu apa yang Iyan lakukan diluar sana Zaid."Ucap Nenek Salma dengan mimic wajah yang kurang mengenakan, apakah sebegitu lelahnya mengurus Zayn, bahkan Zayn bukan anak-anak lagi.
Zaid meraih tangan Nek Salma untuk Ia genggam, dan mengelusnya perlahan tangan penuh keriput itu, "Maafin Bang Iyan Nek!"
Nenek Salma mengangguk, bagaimanapun perilaku Zayn, Dia tetap Cucunya, yang amat Ia sayangi, "Sudahlah, ini biar besok Mang Ujang yang beresin, istirahat sana, kamu pasti capek!" Titah Nek Salma. Zaid menjawab dengan angguka kepala. Nek Salma tersenyum, mengelus bahu Zaid sebentar, kemudian melangkahkan kaki, menuju kamarnya.
Dengan Langkah gontai Zaid naik ke lantai atas, menuju kamar yang dulu ditempati Omnya, yang berdampingan langsung dengan kamar Zayn. Terlihat lampu kamar yang masih menyala menandakan Zayn belum tidur, terlihat dari celah pintu kamar Zayn yang masih sedikit terbuka. Tanpa berniat menganggu, Zaid mengintip perlahan dari celah pintu itu, mungkin Zayn lupa mengunci pintu. Zaid membuka perlahan pintu tersebut sampai menampakan Zayn di dalamnya.
Terlihat Zayn tengah duduk di sajadah dengan tasbih di genggamanya, serta bibir yang bergetar entah melafalkan apa. Zaid melihat ada setetes air mata yang mengalir di pipi Zayn, mengalir diatas luka dipipinya yang belum mengering. Matanya terpejam seolah-olah menikmati sunyinya dini hari. Penampilanya berubah seratus delapan puluh derajat, layaknya seorang Hamba yang sedang menghadap sang pencipta. Zaid semakin bingung, namun Ia bersyukur Zayn masih dekat dengan yang Kuasa.
"Apa yang sebenarnya Kamu sembunyikan dari Kami Bang?" Ucap lirih Zaid, Ia kembali menutup perlahan pintu tersebut.
Zaid disini melihat sisi Abangnya yang berbeda. Zaid tetaplah bahagia apapun perubahan yang terjadi pada Zayn, Dialah Abangnya. Dia yang selalu mengalah, untuk dirinya. Berusaha menjaga dirinya. Bahkan Zayn rela melakukan apapun demi dirinya. Zaid tidak mengerti apa sebabnya Zayn seperti ini. Semenjak kehilangan Abah, perilaku Zayn berubah. Apakah mungkin itu sebabnya? Sudahlah apapun itu Ia harus mengajak Zayn pulang, Zaid kemudian masuk ke dalam kamar, cukup Lelah harinya kali ini.
Disisi lain Zayn masih terjaga, Ia melepas baju kokonya, menyisakan kaos berwarna putih dengan sarung yang masih Ia kenakan. Nampak Zayn membuka laci nakas, Ia mengambil sebuah kotak. Perlahan Ia membuka kotak tersebut, terlihat beberapa obat-obatan. Entah itu obat apa, berharap itu bukan obat terlarang. Ia mulai menelan pil tersebut. Bukan Cuma satu namun beberapa jenis obat yang berbeda. Zayn kembali meletakan gelas air bening, di atas nakas, Ia kembali meletakan obat tersebut ke tempat asal, dan mengunci laci tersebut.
"Yang kuat Farhiyyan," Ucap Zayn, seolah-olah menyemangati dirinya sendiri. Semangat terbesar memang dari diri sendiri, biarlah orang lain tidak menyemangatinya, tetapi dirinya tetap semangat.
"Keras kepala banget itu Si Aina, Bapaknya enggak bertanggung jawab banget, Dia yang di amanahin sama Allah, malah suruh Gue buat menjaga, bantu Aina kejalan yang semestinya?, Ginikan ngikut bonyok dah muka Gue." Ucap Zayn lirih, Self talking lebih mengenakan menurut Zayn.
Tidak lama ponsel Zayn berbunyi, Dia langsung meraih ponselnya dan terlihat notifikasi pesan dari aplikasi chat, Zayn membuka isi pesan singkat tersebut.
Umma Video Call sebentar, awas kalau enggak diangkat, mau jadi malin kundang?
Zayn menghela nafas pasrah, Ummanya sudah berbicara soal Malin Kundang, ini sudah mengerikan untuk Zayn. Tidak berselang lama ponsel Zayn kembali berdering, kebiasaan jam segini Ummanya menelpon Zayn. Tapi begitulah Zayn jarang menerima panggilan tersebut. Zayn menggeser logo telepon kearah kanan. Terlihat wajah-wajah Ummanya, yang masih mengenakan mukenanya. Terlihat mimik wajah sumringah dari Umma Zalfa.
"Enggak usah stay cold di depan Umma, itu wajah kenapa lagi si Nak?" Tanya Zalfa penuh kekawatiran, bagaimana tidak melihat tampang Zayn seperti itu Ibu mana yang tidak terenyuh.
"Berantem, sama Geng motor." Jawab Zayn dengan santainya.
"Buat apa berantem kaya gitu, enggak ada manfaatnya, Pulang ya! udah disusulin juga sama Mas Zaid, Bang."
"Tapi Aku bukanlah Bang Toyib Umma, Hiyan pasti pulang."
"Kamu itu keras kepala banget si." Zalfa terlihat kesal dengan Zayn. Sebelas dua belas sama Bapaknya.
"Kalau kepalanya enggak keras, Iyan belum tentu hidup sampai sekarang Umma." Jawab Zayn terkekeh pelan. Ia berharap Ummanya tidak terlalu menghawatirkan dirinya.
"Abi, anaknya ini!" Adu Zalfa pada suaminya, terlihat wajah Zafran di layar ponsel Zayn. Zafran mengacungkan jempol pada Zayn. Usianya Sudah tidak muda lagi, Zafran masih terlihat berwibawa. Gelarnya menjadi Dokter juga akan diteruskan oleh Zaid, Zafran tidak pernah mengekang anak-anaknya. Sebisa mungkin Zafran mendukung mereka.
"Enggak papa Zayn, terserah kamu, mau enggak pulang, yang penting genggam terus tauhid, dan aqidah kamu jangan sampai lepas dari hati kamu." Ucap Zafran.
"Insyaallah Bi," Ucap Zayn tersenyum, Abinya ada dipihaknya, " Itu Umma! Abi aja bolehin."
"Abi! Manjain anak banget si, ginikan jadinya." Sahut Zalfa disana, layar ponsel memunculkan gambar yang tidak beraturan, semoga saja tidak ada gempa disana. Zayn memilih keluar dari zona itu, berharap tidak ada pertempuran hebat disana.
"Udah dulu ya Umma, selamat istirahat!" Ucap Zayn , menutup panggilan video secara sepihak, biar Abinya saja yang mengendalikan kekesalan Ummanya. Zayn tersenyum bisa melihat Umma dan Abinya. Iya mungkin dirinya belum bisa pulang, tapi setidaknya rindu terbalaskan.
Zayn merebahkan badannya di ranjang. Remuk sudah badannya, gara-gara Aditya beserta gengnya. Sebenarnya Aditya bukan musuhnya, tapi Aditya sendiri yang mengibarkan bendera permusuhan, dan Zayn hanya menghadapi itu dengan sekedar lawakan. Untung kepalamu keras Zayn. Ia mulai memejamkan matanya, dirinya harus beristirahat untuk mengadapi kekejaman dunia, dengan sejuta rahasia yang belum terpecahkan. Perilaku Zayn yang seperti memiliki dua kepribadian. Apakah dugaan itu benar?
Kita tidak tahu akan rahasia takdir, entah berapa orang yang membenci kita, entah beberapa kali kegagalan dan rasa kecewa pernah ada, percayalah Allah membuat kalian kecewa karena ingin kamu hanya berharap dengan-NYA, kegagalan itu lebih kecil, dari segala rahmat Allah yang Allah berikan kepadamu. Jangan berfikir saat Allah mengujimu dengan kesedihan, kegagalan, merasa Allah tidak adil padamu, berdirilah hirup udara sekitarmu, lihatlah sekelilingmu. Kamu bisa melihat, kamu bisa berdiri, kamu bisa bernafas, dan lain kenikmatan yang ada, masih mengira Allah tidak adil terhadap kamu? Bolehlah menengok kebelakang, beruntung kamu masih bisa bertahan sampai saat ini, percaya dan yakin rencana Allah lebih indah dari rencana yang kamu susun. Ingatlah Allah itu tidak hanya Ar-rohman. Allahlah Dzat Ar-rohim. Menyayagimu baik didunia maupun Akhirat.
Tbc
Tetap Jadikan Al-Quran sebagai bacaan yang utama
Kangen Couple Z enggak si?
Bang Iyan enggak asik, sad terus?
Tenang !!! Zayn belum nemu pawang yang pas soalnya, sabar ya!!!!!!!
Stay Safe, Stay healty guys. Syukron

KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Novela JuvenilSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...