Kini Zalfa dan Ning Kanaya sudah berada di ruang tamu ndalem, termasuk Aina. Tetap saja wajah-wajah Aina sepertinya tidak Ikhlas akan keputusan yang mengharuskan Ia menjadi santri disini, Ia merasa kalau dirinya hanya anak yang dibuang begitu saja ke pesantren. Tapi Dia harus apalagi, mau tidak mau, Ia harus menjalankan itu, daripada harus menikah dengan orang lain pilihan Sang Bunda, yang menengok dirinya saja jarang, apalagi menanyakan kabar Aina bahkan tidak pernah dan tiba-tiba Bundanya datang untuk menjodohkan dirinya. Mungkin sulit Aina harus menerima itu.
Tidak ada pembicaraan saat itu, hanya ada Aina, Umma Zalfa dan Bude Kanaya. Sementara yang lain sudah berangkat melaksanakan kegiatan mereka masing-masing, Aina sendiri sebenarnya masih canggung, dirinya yang cerewet kini hilang seketika.
Tidak berselang lama Zayn datang, entah darimana Dia. Zayn duduk di sofa single disebalah Ummanya.
"Kamu Mau pulang kerumah apa masih tetap disini Zayn?" Tanya Zalfa
"Zayn di sini aja Ma, pengen dekat sama Ummi." Jawab Zayn.
"Dekat sama Ummi apa calonnya?"Ucap Zalfa mengedipkan sebelah matanya, tahulah bagaimana anaknya tersebut.
"Iya udah Umma pulang dulu." Ucap Zalfa, Ia kemudian bersalaman dengan Kakak Iparnya Bude Kanaya. Zayn dan Aina mengantar Zalfa sampai ke depan. Terlihat Dini yang sedang sibuk menyiram berbagai tanaman hias di depan teras ndalem.
"Syawal mana Din, tumben enggak kelihatan?" tanya Zalfa, sontak Dini menghentikan kegiatan menyiram tanaman. Ia mengelap tangannya dengan baju yang Ia kenakan, kemudian mencium khidmat tangan Zalfa.
"Syawal lagi ke asrama putri Ning, lagi sidak." Jawab Dini, masih setia menunduk, tanda hormatnya.
"Sidak sepagi ini, banyak itu korbannya, Bagus." Celetuk Zayn, pastilah jam-jam santri ada kelas sementara pengurus keamanan melaksanakan sidak keamanan ke setiap kamar.
"Din kamu antar Aina ke asrama ya!" Titah Zalfa, Aina yang sedari diam dengan terkejut menatap Zalfa. Ia menyenggol lengan Zayn, seolah-seolah bertanya bisakah Dia tidak menetap di asrama? Zayn hanya mengangakt bahunya acuh. Lagi-lagi Aina dibuat geram oleh Zayn, kenapa laki-laki ini tidak bertanggungjawab sekali? Batin Aina.
"Siap Ning." Jawab Dini
"Ayo ikut!" Ucap Dini langsung menggapai tangan Aina. Aina memandang Zayn. Tapi lagi-lagi Zayn menjawabnya acuh. Dengan kesal Aina mengikuti Dini menuju asrama dengan terpaksa.
Tepat didepan asrama Dini perpasasan denga Syawal dan kedua petugas keamanan putri yang lain. Membawa sebuah kardus berisikan beberapa kertas, dan beberapa buah ponsel.
"Syawal...dapat mangsa banyak ini?" Ucap Dini
"10 Hp, 15 surat biasalah." Ucap Syawal, hobinya memang lain. Sudah kebiasaan setiap minggunya melaksankan sidak keamanan dadakan. Apa saja yang Ia dapat, surat dari santriwan, Hp. Padahal dipesantren ini larangan besar untuk membawa Hp untuk para santri yang tengah menempuh pendidikan. Tapi masih saja ada yang melanggar.
Syawal memberikan kardus yang Ia bawa kepada teman yang lain. Perlahan dirinya maju menemui Aina.
Ia mengulurkan tangannya ke arah Aina, "Hp kamu mana?" tegas Syawal
"Buat apa?" Tanya Aina, Ia menggenggam erat ponselnya.
"Di sini enggak boleh bawa hp, apalagi masih dalam proses belajar mengajar." Ucap Syawal, Ia langsung mengambil ponsel Aina secara tiba-tiba, Ia tahu perempuan ini keras kepala.
"Kembaliin Hp Gue." Ucap Aina mencengkram kuat tangan Syawal. Syawal dengan sekuat tenaga melepaskan cekalan tangan Aina. Ia langsung saja berlari mengindar, namun Aina malah mengejarnya. Bukannya menolong Dini dan teman-teman yang lain malah menertawakan, tontonan gratis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Teen FictionSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...