Pintu rumah diketuk keras, Zaid yang sudah hanyut dalam tidurnya merasa terusik akan itu. Ia sibak selimut yang menutupi badannya, dan berniat membukakan pintu. Siapa kira orang itu padahal ini hampir tengah malam. Zaid langsung turun dari kamarnya menuju lantai dasar. Saat itu Nenek Salma juga terbangun, karena begitu keras orang itu mengetuk pintu. Sedikit heran mereka dibuatnya.
"Siapa Nek?" Nek Salma menggeleng, Zaid melangkahkan kaki untuk membuka pintu utama tersebut. Pintupun terbuka, Zaid yang melihat itu terkejut bukan main, begitupun dengan Nek Salma. Bagaimana tidak seorang laki-laki pulang larut malam, dan membawa seorang wanita dalam keadaan tidak sadar karena minuman beralkohol. Mereka sudah tidak tahu lagi dengan Zayn, apa kata tetangga nanti?
"Kenapa kamu bawa Dia kesini Yan?" tanya Nek Salma, Zayn tidak menggubris Ia langsung membawa Aina ke kamar tamu. Semua langsung mengikuti langkah Zayn, Zayn membantu Aina berbaring di ranjang. Ada rasa tidak ikhlas dalam diri Zaid yang melihat itu, entah kenapa semua itu terjadi padanya.
"Jelasin semua sama Nenek, Yan!" Titah Nenek Salma. Dirinya sudah terlanjur marah melihat kelakuan Zayn seperti itu.
"Dia teman Iyan Nek, Dia tadi pergi ke klub Iyan Cuma tolongin Dia." Ucap Zayn sejujurnya, apa yang terjadi padanya.
"Kamu juga ikut minum?" Ucap Nek Salma memandang sinis cucunya tersebut.
Zayn menggeleng kuat, kenapa Neneknya beranggapan seperti itu, apakah Zayn dimata Neneknya sudah tidak baik lagi, "Ya Allah Nek, senakal-nakalnya Iyan, enggak pernah minum begituan, pegang aja Iyan enggak pernah."
Nenek Salma menghela nafas lega, Zayn kembali berucap,"Boleh ya Nek, semalam aja Dia nginap disini?" Nenek Salma tidak menjawab, Ia langsung melenggang pergi dari kamar, membuat Zayn menarik nafas kekecewaan. Tinggalah Zaid yang masih berdiri ditempat, entah apa yang Dia pikirkan.
"Mas tolong ambilin air putih!" Titah Zayn, Zaid mendengar itu langsung mengangguk. Ia pergi ke dapur untuk mengambilkan air putih untuk Aina.
Setelah kepergian Zaid, Zayn duduk ditepi ranjang, melihat lengan Aina. Hanya lengan yang Zayn bisa pandang, merasa miris dengan keadaan Aina, karena perceraian dan ego orang tuannya yang terlau tinggi kepada Aina terkesan membuat Aina tertekan karena kehendak orang tuanya. Bolehkah Sang anak membantah itu?
Zayn bangkit hendak menyelimuti Aina, saat hendak berdiri tiba-tiba tangannya di tarik Aina, Zayn yang belum siap, tubuhnya jatuh diatas tubuh Aina.
"Farhiyyan." Teriak Zaid, tangannya mengepal kuat sementara gelas yang Ia bawa sudah jatuh di lantai, melihat pemandangan itu, terkesan Zayn akan melakukan sesuatu dengan Aina yang tidak sadar itu. Zaid langsung berjalan menghampiri Zayn, Ia langsung mencengkram kuat kerah baju Zayn.
"Kalau umma sama Abi tahu semua ini, Aku harus apalagi Bang, malu... malu, salah satu cucu Bani Abdullah pendiri pesantren ternama bertindak semenjijikan ini, Saya kecewa sama kamu Farhiyan." Zaid menghempas begitu saja cengkramannya, Zayn menelan susah salivannya. Zaid sudah memanggilnya langsung dengan nama, menandakan Zaid sudah marah besar. Ia kemudian berlalu meninggalkan Zayn.
Zayn menyusul Zaid keluar kamar, "Mas ini bukan seperti yang Mas lihat, Mas Zaid." Tidak ada respon dari Zaid, Zayn menyugar rambut hitamnya,"Ya Allah, ampuni Hamba."
Zayn langsung menutup kamar yang dihuni Aina, dengan langkah gontai Ia menuju kamarnya, masuklah Ia ke kamar, menatap sebuah bingkai keluargannya, Zayn meraih bingkai tersebut, dengan mata yang sudah memerah, berkaca-kaca. "Abi, Umma maafin Farhiyyan."
Entah sampai kapan masalah ini akan menghantui Zayn, setiap hari pasti ada konflik. Dirinya harus apa. Ia langkahkan kaki menuju almari mengambil baju ganti kemudian masuk ke kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Syawal #1 (End)
Novela JuvenilSequel Presma pesantren, bisa dibaca terpisah. Ketika menjadi berbeda itu pilihan, termasuk anak kembar. Punya perbedaan juga, dan juga tak harus di samakan Bukan? "Gue disini hanya ingin menyalurkan kebahagian Gue, kenapa harus seperti ini yang Gue...