Ekstra Part 2 : Ikatan halal yang dicari

807 190 40
                                    

Sejak kecil, Fai diajarkan untuk tidak bersikap egois dan memikirkan dirinya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kecil, Fai diajarkan untuk tidak bersikap egois dan memikirkan dirinya sendiri. Sejak kecil pula ia diajarkan untuk menjadi pribadi yang melihat dunia dengan luas. Namun, entah sejak kapan, ia hanya ingin mengerti dirinya sendiri, menjaga dirinya sendiri, dan memberi ketenangan pada dirinya sendiri.

Ia tidak lagi ingin melihat orang lain, terutama seseorang yang bersama melakukan kesalahan bersamanya tapi tak ingin ikut dalam pertanggung jawaban. Fai ... Dia benci pada lelaki di depannya. Lelaki yang selalu ia dukung dan ia bela, tapi menorehkan luka di hatinya.

Entah memang Fai yang terlalu keras kepala dan egois, atau Alard yang mengucap tanpa berpikir keras. Fai tidak lagi perduli. Ia hanya ingin hidup damai bersama anak di kandungannya.

"Fai! Kamu nggak bisa bicara bahwa anak itu bukan anakku. Kamu tahu betul kenyataannya gimana!"

"BERHENTI BICARA JIKA SEJAK AWAL KAMU NGGAK INGIN DIA ADA, ALARD!"

Alard terkejut, tak percaya pada Fai yang ia lihat di depannya ini. Bukan hanya dia yang shock, beberapa orang yang lewat juga menatap mereka dengan pandangan aneh. Bahkan mereka kini sudah dijadikan bahan tontonan.

"Ikut aku!" Tarik Alard pada tangan Fai. Ia membawa Fai ke tempat lebih sepi agar mereka berhenti menjadi sorotan.

"Lepas! Aku nggak mau. Aku mau pulang. Lepas, aku bilang lepas Alard!" teriak Fai yang masih terus berontak.

Tangan Fai yang terus memberontak membuat Alard mau tak mau mengecangkan genggamannya. "Sakit ...," rengek Fai dengan suara bergetar.

Huft ... "Kita bisa bicara baik-baik, Fai. Dengerin penjelasan aku, dari awal."

Kali ini Alard mengusap pergelangan tangan yang sedikit merah akibat genggaman kerasnya. Ia mendudukkan Fai di kursi taman yang tidak terlalu jauh dari masjid besar tadi.

Alard menyodorkan sebotol air mineral pada Fai yang disambut dengan wajah cemberut. "Minun dulu, setelah kamu tenang kita bisa bicarakan semuanya."

"Aku nggak bisa terus membiarkan kesalah pahaman ini berlanjut, Fai. Apalagi hingga anak kita lahir nanti."

"Aku mohon, untuk kali ini ... Dengarkan penjelasan aku," Alard memohon, bersimpuh di depan Fai dengan tangannya yang memegang tangan tertaut milik Fai.

Fai harus apa? Ia terlalu gugup untuk melihat wajah serius milik Alard. Ia juga terlalu takut mendengar penjelasan dan kejujuran dari Alard.

"Hm."

Dan pada akhirnya, hanya gumaman yang bisa ia keluarkan. Tanpa sepatah kata ia berakhir dengan segala penjelasan panjang dari Alard.

"Aku tau Fai, aku jahat banget. Membiarkan kamu memikul beban yang begitu berat. Membuat kamu harus keluar dari sekolah yang pemiliknya adalah Papa kamu sendiri. Mungkin iya, aku pernah memikirkan segala cara agar kamu nggak meninggalkan aku. Tapi Fai, bahkan dalam pikiran aku, aku nggak berniat untuk mengotori kamu dan menjerumuskan kamu ke dalam jurang kesalahan. Kamu tau, saat itu aku benar-benar hancur. Aku nggak tau kehancuran aku membawa hal buruk pada kehidupan kamu, kehidupan kita."

"Keluarga yang aku punya sejak kecil, nggak pernah mengajarkan aku arti dari keluarga yang sebenarnya. Keluarga yang seharusnya utuh, bahkan sudah hancur sejak awal. Kasih sayang, cinta, sejak dulu aku selalu bertanya-tanya, apa yang sebenarnya orang rasakan dari kata-kata itu? Karena aku nggak pernah merasakannya Fai. Aku benci keluarga, aku benci komitmen, dan aku nggak siap membangun sebuah rumah tangga yang di dalamnya terdapat aku sebagai kepala rumah tangga. Aku nggak pernah melihat kepala keluarga yang berperan menjaga keluarganya, aku takut apa yang aku lakukan malah mencontoh dari orang itu dan semuanya kembali hancur, Fai."

"Karena itu, saat di perpustakaan saat itu aku bilang aku nggak siap punya seorang anak apalagi harus membangun sebuah hubungan yang lebih sakral, Fai," Alard menggenggam tangan Fai yang kini mulai menangis dengan tubuh bergetar.

"Tapi Fai, saat itu semuanya hanya salah paham. Kamu mendengar sesuatu yang nggak seharusnya terpotong. Aku emang benci membangun hubungan, aku belum siap memiliki anak. Tapi ...," Fai menatap Alard dengan tatapan berharap. Berharap bahwa semuanya memang hanya salah paham dan salahnya yang menyimpulkan semuanya sendiri.

"Tapi jika saat itu kamu memberitahu aku yang sebenarnya, tentang anak kita. Percayalah Fai, bahwa aku pasti adalah orang pertama yang akan merasa paling bahagia."

Fai runtuh, pertahanan yang ia bangun kini roboh. Dadanya yang sejak awal terasa sesak menunggu kejujuran kini terasa seperti memiliki ruang kosong untuk mengambil udara sebanyak mungkin. Ia lega.

Sekarang, seandainya ia mendengarkan pembicaraan itu hingga akhir apakah yang terjadi sekarang akan 360° berubah?

"Maaf, maaf karena memberi penjelasan yang begitu terlambat Fai. Aku bingung mencari kamu kemana lagi. Aku nggak menemukan kamu dimanapun, bahkan seberapa sering aku mengunjungi rumah kamu, nggak ada satu orang pun yang ingin memberitahukan hal ini pada aku."

"Lalu ... Kenapa Kak Alard ada di sini?" tanya Fai bingung.

"Berkunjung ke rumah Griez."

"Griez? Dia ... di sini?"

"Hm, walau sebenarnya jauh dari daerah ini."

Fai menyatukan alisnya, tanda tak mengerti pada ucapan Alard. "Sejak menginjakkan kaki di Istanbul ini, entah kenapa masjid biru itu selalu menyuruh aku mendatanginya. Dan tanpa sadar, suara itu membawaku pada takdir yang selama enam bulan ini aku cari keberadaannya."

Fai memerah, kata takdir yang Alard cari membuatnya merasa seperti melayang jauh melewati angkasa.

"Fai?"

"Iya?"

"Jalan kita setelah ini mungkin saja tidak akan berjalan mudah, tantangan di depan sana pasti akan selalu ada. Boleh aku minta satu hal?"

"Apa? Fai akan bantu sebisa Fai."

Alard tersenyum, "Jangan pernah tinggalin aku lagi, tetap di sisiku hingga kita menemukan ikatan yang selama ini kita cari."

"Perjalanan di depan sana mungkin aja penuh akan batu yang menahan dan menghalangi kita. Tapi Fai janji, Fai akan terus berjuang sama Kak Alard hingga kita mencapai puncak tertinggi dengan ikatan halal sebagai hadiahnya."

Sebesar apapun tantangan dan rintangan di depan sana, mereka sudah berjanji untuk tetap bersama. Bukan lagi mencari hal yang tidak pasti atau kesenangan semata. Melainkan sesuatu yang pasti dan teramat penting untuk masa depan mereka, masa depan bayi mungil yang sebentar lagi akan melihat dunia.

Bukan status tak halal yang mereka cari untuk kembali ke jalan yang gelap. Tapi mencari ikatan sakral yang akan mengikat mereka pada takdir halal yang sudah Allah rencanakan untuk mereka.

Mereka tak yakin untuk terus tersenyum tapi mereka akan berusaha berakhir dengan senyum indah di bibir semua orang.

Anggap saja, ini bagian dari penebusan mereka terhadap kesalahan yang terjadi begitu cepat beberapa bulan lalu.

*******

Cuma mw ksih tw, aku lg radang gusi, skit bgt maaak!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cuma mw ksih tw, aku lg radang gusi, skit bgt maaak!


[As3] Cerita Aku, Kamu Dan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang