after happines ; Jingyi (3)

471 44 5
                                    

Waktu menunjukkan pukul 2 siang, kaki jenjang jingyi melangkah pulang berjalan kearah rumah kecilnya. Walau sedikit tertahan karena weiying menyurunya untuk kembali akhirnya jingyi bisa meyakinkan pria itu agar ia kembali pulang.

Tak lupa memberikan nomor ponselnya kepada shizui saat anak remaja laki-laki itu memintanya.

Cukup lama berjalan sekitar satu jam, akhirnya ia masuk ke area gedung rumah susun dimana rumah kecilnya berada. Melangkah masuk ke daerah cukup kotor itu, melewati beberapa anak yang berlari kebawah.

Sorot matanya yang sebelumnya bersinar sesaat sekarang kembali meredup, cukup memakan waktu dan tenaga untuk sampai kerumahnya.

Hingga ia sampai ke lantai dimana rumahnya berada, sontak tangannya melemas. Tubuhnya membeku seakan tidak merasakan aliran darah.

Benar, rumahnya sudah diambil kembali. Terlihat tanda dikontrakan kembali dengan gembok besar mengunci pintu rumahnya.

Air matanya menetes lagi, kakinya seakan tak ada tenaga berusaha untuk duduk di ubin tangga. Menangis dalam diam, menyembunyikan air matanya.

Jujur, ia lelah. Sangat lelah.

Bisakah sebentar saja ia tak menangis? Bisakah ia merasa bahagia sedikit lebih lama seperti ia yang sedang berkumpul dengan keluarga shizui tadi.

Cukup lama jingyi menangis dalam diam, ia menghapus air matanya. Kini ia tak punya tempat berteduh, ia tak bisa mengambil barangnya.

Konsekuensi harus ia tepati, jika ingin mengambil maka setidaknya bayar sedikit.

Ini sama saja seperti pemalakan bukan?

Jingyi tak menggenggam uang yang banyak, weiying sempat memberikannya uang. Tapi jingyi menolak dengan halus, sudah cukup ia merepotkan keluarga itu dengan menyuruhnya untuk menginap.

Kakinya melangkah turun, menatap langit yang mulai ditutupi awan gelap dengan suara gemuruh. Berjalan lesu tanpa arah.

Merasakan air hujan yang lagi-lagi menerpa kulitnya, melangkahkan kakinya hingga langit berubah menjadi gelap, menunjukkan pukul 7 malam.

Tak peduli tubunya yang sangat dingin, bibir yang pucat dan gemetar, kulit yang lebih pucat dari sebelumnya.

Kepalanya pusing membuat langkahnya linglung, tangan kurusnya menggenggam tiang lampu merah.

Melihat jalanan yang sepi tanpa ada seseorang, sorot matanya yang lemah menatap lurus kearah seberang.

Hingga mata anak remaja laki-laki ini membelak terkejut. Menatap seorang wanita paruh baya cantik dengan setelan dress rumah dan seorang pria yang berdiri disebelah wanita itu.

Wanita itu tersenyum kearah jingyi, melayangkan tatapan sedih dan kasihan. Jingyi menangis terisak keras diantara tetesan air hujan.

"I-ibu.." Wanita itu mengangguk, membuka tangannya memberikan pesan kepada putra kesayangannya untuk memeluknya.

"Jingyi, kemari nak.." Jingyi terisak semakin menjadi, menggenggam erat tiang lampu merah dengan kaki melemas.

Otak jingyi sudah tidak bisa bekerja dengan baik, terlalu lelah dan juga lemah membuat dirinya terlalu berhalusinasi. Tak peduli kepalanya yang semakin pusing, jingyi mulai melangkahkan kakinya dengan pelan dan linglung.

Dengan wajah menangis, jingyi berjalan mendekat. Tak melihat jika tanda bahwa sebuah mobil melaju kencang dijalanan.

'Tinnn!! Tinnn!!'

Jingyi tersentak mendengar suara klakson mobil yang begitu keras, melihat bayangan itu hilang membuatnya semakin terkejut.

Kepalanya sontak mengok kearah kiri melihat mobil sedan melaju kencang, hingga menabrak tubuhnya dengan kencang.

𝚘𝚗𝚎𝚜𝚑𝚘𝚘𝚝 ; 𝚖𝚡𝚝𝚡 (BL) [ON HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang