Buat aku yang egois ini, satu kata maaf dari kamu sudah lebih dari cukup.
-Erdit Aulian-
Pertemuan Keduabelas
Erdit pernah merasa dikhianati. Kepercayaannya pada sosok yang menjadi panutannya hilang berganti benci di detik saat sosok itu berkhianat dan memberikan luka padanya. Sosok itu adalah orang tuanya sendiri, ayahnya.
Perlakuan itu menorehkan luka menganga yang dalam padanya, yang Erdit saja ragu apakah bisa disembuhkan atau tidak.
Tapi, bodohnya dia melakukan hal yang sama. Bahkan mungkin lebih parah. Meski dengan alasan-alasan tertentu, tetap saja apa yang dia lakukan sama bejatnya.
Sejak duduk di bangku kuliah, dengan suatu alasan, dia melakukan kebiasaan itu. Tidak ada yang mencoba menyadarkannya. Lingkungannya menganggapnya biasa. Kehidupannya yang hanya seorang diri sejak itu membuatnya merasa bebas melakukan apa saja yang dia mau. Ramon, sebagai satu-satunya orang terdekatnya, pun tidak berusaha menghentikannya.
Karena itulah, Erdit tidak jua sadar bahwa apa yang dilakukannya itu salah.
Sampai seseorang datang. Seseorang yang tanpa diduga menjadi sering bertemu dengannya meski diawali sesuatu yang kurang baik.
Seseorang yang dengan kata-katanya yang tidak bisa dibilang lembut tapi mampu menohoknya, menyentil perasaan dan lukanya yang selama ini ia sembunyikan dari keramaian.
Tapi, kesalahan besar ia perbuat, yang membuat orang itu menjauh. Membuatnya merasa bersalah. Erdit yang dingin, yang tak memiliki perasaan pada wanita, tiba-tiba mencair. Tembok pertahanannya yang selama ini ia bangun telah runtuh.
Erdit banyak ‘berkencan’ dengan wanita-wanita. Kecuali pada orang yang mengkhianati ibunya, ia tidak pernah berkata kasar pada mereka. Apalagi sampai merendahkan. Dia lebih sering pergi setelah ‘berkencan’. Bersikap menggoda di awal, lalu tak acuh setelahnya. Tanpa kata, apalagi kata-kata kasar. Bersikap merendahkan dengan membayar mereka setelah ‘berkencan’ pun tidak pernah ia lakukan.
Tapi, sialnya, dia melakukannya pada wanita itu. Wanita yang telah menyadarkannya, yang seharusnya dia perlakukan dengan baik. Dia melakukan kesalahan fatal. Bukannya sadar akan kesalahan pertama, dengan bodohnya dia malah melakukannya lagi.
Emosi sialan!
Dan, laki-laki sialan yang membuatnya seperti itu!
Kalau tidak ada orang itu, kalau Erdit tidak melihat orang itu, ini semua tidak akan terjadi. Erdit tidak akan berkata kasar pada Tita. Erdit tidak akan merasa bersalah. Dan Erdit tidak akan harus meminta maaf, menurunkan egonya, melakukan segala cara agar mendapat maaf dari Tita, menghampirinya berkali-kali bahkan sampai ke apartemen wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
When She Meets The Bad Boy [COMPLETED]
RomanceMenjadi wanita yang diinginkan pria-pria seksi, punya karir bagus dengan menjadi editor di sebuah majalah, wajah cantik, tubuh seksi, ternyata tidak lantas membuat Titania Aufaa bahagia. Tita terpaksa menelan pil pahit dalam salah satu fase kehidupa...