Terima kasih sudah hidup
Pertemuan Ketigapuluh empat
Menginjakkan kaki di tempat yang indah yang jarang orang yang tahu apalagi di pinggir pantai yang menjadi favorit Tita, membuat Tita tidak mau menyia-nyiakan waktunya hanya berdiam diri di dalam kamar. Apalagi dari kamar mereka, mereka punya akses sendiri menuju pantai.
Usai makan siang, Tita mengajak Erdit turun ke pantai. Sesuai dengan namanya, tempat ini benar-benar bisa dinikmati sendiri. Sepi. Tidak ada orang lain, hanya untuk mereka sendiri. Disana ada dua dudukan yang masing-masing dinaungi oleh payung tepat menghadap ke lautan. Lalu, yang paling membuat Tita antusias, ada sebuah ayunan yang digantung pada dua buah pohon kelapa, yang terbuat dari tali-temali yang dianyam.
Dengan riang, Tita menuju ayunan itu dan langsung menaikinya. Nyaman sekali. Tita bisa memandangi lautan sambil rebah. Belum lagi ayunan ini di bawah pohon jadi dia tidak terkena sinar matahari langsung.
Bisa tidak ya, dia selamanya di tempat seperti ini. Tenang. Damai. Dan tidak ada Mr. Key yang bawel.
Tita jadi tertawa dengan pemikirannya sendiri.
Tita tersentak dari lamunannya saat tiba-tiba saja Erdit ikut naik ke ayunan yang dia naiki.
“Eh, ngapain?”
“Mau tiduran juga disini,” jawab Erdit santai.
“Emangnya bisa buat berdua?” Memang sih, ayunan ini ukurannya besar. Tapi tetap saja Tita takut kalau nanti tiba-tiba jatuh karena tidak kuat menahan beban dari badan keduanya.
“Bisa.”
“Jangan, ih. Takut jatuh.”
“Bisa kok.”
Sebenarnya, Erdit juga tidak tahu. Daripada dia bengong sendirian ya, ‘kan, sementara Tita asyik sendiri lebih baik dia mengikuti kekasihnya. Lagian ‘kan lumayan bisa memandangi lautan sambil pelukan.
Erdit mulai mencoba naik. Karena gerakan Erdit, benda itu bergoyang. Hanya sedikit tapi mampu membuat Tita menjerit ketakutan.
“Jangan deh, Dit!”
Tahu kekasihnya ketakutan, Erdit dengan sigap mendekap Tita. Dan dia merebahkan diri.
“Sini,” katanya meminta Tita ikut rebah di sebelahnya.
Memastikan aman, Tita akhirnya ikut rebah di dekapan Erdit. Dia bergerak perlahan-lahan, masih takut jika tiba-tiba ikatan ayunan ini copot karena tidak kuat menahan beban.
“Dit, bayaran kamu jadi artis emang berapa sampai bisa sewa private beach kayak gini? Ini pasti nggak murah, ‘kan?” Tita bertanya tiba-tiba.
Entah kenapa tiba-tiba saja dia kepikiran dengan fasilitas semewah ini semua Erdit yang menanggung. Apalagi tiket penerbangan kesini juga memakai uang Erdit. Selama perjalanan mereka, hampir tidak pernah Tita mengeluarkan uang. Bukan dia yang tidak mau, tapi Erdit yang mencegahnya melakukan itu. Tita benar-benar tinggal terima jadi. Semua Erdit yang urus. Tita tahu sih, apa yang melekat di badan Erdit barang-barang bermerek semua. Tapi, dia tidak menyangka pacarnya ini sekaya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
When She Meets The Bad Boy [COMPLETED]
RomansaMenjadi wanita yang diinginkan pria-pria seksi, punya karir bagus dengan menjadi editor di sebuah majalah, wajah cantik, tubuh seksi, ternyata tidak lantas membuat Titania Aufaa bahagia. Tita terpaksa menelan pil pahit dalam salah satu fase kehidupa...