Aku nggak mau kejadian buruk itu terjadi lagi. Itu menyiksa. -Titania Aufaa-
Pertemuan Kelimabelas
Erdit mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan. Dimana dia? Masih hidupkah dia? Dimana orang itu? Dia bukan di rumahnya di tujuh belas tahun lalu, ‘kan?
Pintu terbuka dari luar. Erdit sudah was-was siapa yang akan muncul dari sana. Takut orang itu datang ke hadapannya lagi.
“Woi, udah bangun?”
Erdit menghembuskan napas lega. Rupanya Ramon. Ramon menyembulkan kepalanya sedikit, memeriksa apakah sahabatnya sudah bangun. Lalu memasuki kamar begitu memastikan Erdit sudah terjaga.
“Gue dimana?”
“Di apartemen lo. Tita yang bawa lo kesini.”
Erdit melihat sekeliling. Kasur besar dengan sprei abu-abu tepat di tengah ruangan yang didominasi warna putih dan abu-abu, jendela besar di sebelah kirinya yang menampakkan pemandangan kota yang seketika membuatnya bernapas lega karena sadar dia berada dimana. Apartemennya. Bukan rumah orang tuanya yang penuh kejadian traumatis di tujuh belas tahun lalu.
Ah, iya. Dia baru sadar satu hal karena Ramon mengatakannya tadi. Soal kejadian kemarin. Penyakitnya kambuh lagi. Serangan paniknya muncul lagi.
Dia juga teringat bagaimana Tita menenangkannya dan perasaan familiar yang menyertai dan tiba-tiba membuat ingatannya terlempar ke masa lalu saat seorang anak kecil bersamanya.
Tita. Nama mereka sama. Apa iya mereka orang yang sama?
Namun, di sisi lain dia malu dengan Tita. Malu karena ada orang yang melihat sisi kelamnya yang selama ini dia sembunyikan dari orang lain. Kecuali Ramon karena lelaki itu yang berada di sekitarnya dua puluh empat jam.
“Terus mana Tita?”
“Langsung balik pas gue datang.”
Lagi, Erdit menghembuskan napas. Lega karena dia tidak harus bertemu Tita, “Thanks, God.”
“Gimana keadaan lo? Sorry, Dit, gue lupa kalau lo... Gue seharusnya bisa cegah supaya mereka nggak berantem di depan lo, maaf.”
“Bukan salah lo. Gue juga nggak tau itu masih ada.”
Erdit tidak bisa melihat kekerasan. Perlakuan ayahnya pada ibunya, dia, dan kakaknya tujuh belas tahun lalu membekas di ingatan Erdit sampai dia dewasa. Mengenai mentalnya dan memunculkan suatu penyakit psikologis.
Dia sudah sempat mendatangi profesional beberapa kali. Selama ini serangan itu tidak pernah muncul. Merasa baik-baik saja, Erdit tidak pernah mengonsumsi obat lagi dan malah melakukan kebiasaan buruk seperti mengonsumsi alkohol. Namun, semenjak dia bertemu lagi dengan ayahnya kegelisahan itu datang. Bahkan harus dilihat oleh orang lain juga. Sialnya orang itu adalah Tita.
KAMU SEDANG MEMBACA
When She Meets The Bad Boy [COMPLETED]
RomantizmMenjadi wanita yang diinginkan pria-pria seksi, punya karir bagus dengan menjadi editor di sebuah majalah, wajah cantik, tubuh seksi, ternyata tidak lantas membuat Titania Aufaa bahagia. Tita terpaksa menelan pil pahit dalam salah satu fase kehidupa...