~Sosok yang berusaha keras mengwujudkan mimpi anaknya, tanpa mengeluh bagaimana dunia memperlakukannya.~
❤🩺
"Sayang," panggil Huda membuat Khanza cengo.
"Apa, Mas? Ulangi! Aku enggak salah dengar?"
"Sayang!" ulang Huda lebih keras lagi, membuat Khanza memukul pahanya.
Sepulang dari kampus, Khanza ke rumah Huda. Hari ini kuliah pertama. Untuk semester satu jadwalnya tidak terlalu padat.
"Aduh! Apa, sih, mukul-mukul!" protes Huda.
"Lagian kamu alay panggil 'yang' segala."
Mendengar itu membuat Huda menatap malas. Memang Khanza susah untuk diajak romantis.
"Terserah! Mulut-mulut siapa?"
"Iya, Mas, iya. Semerdeka kamu aja."
"Gimana ngampus perdana tadi?"
"Dosennya killer. Masih kontrak kuliah aja udah killer banget, padahal belum ke pembelajaran inti. Dulu anatomi pelajaran kesukaanku, gak tahu yang sekarang," sindir Khanza ke Huda, yang membuat Huda terkekeh kemudian mengacak rambut Khanza karena gemas.
"Enggak boleh banyak ngeluh. Jalanin aja dulu! Masa baru mulai udah ngeluh? Lagian ngapain duduk di belakang? Padahal dari semalam Mas udah ngingetin buat duduk di depan. Sengaja buat aku cemburu? Udah gitu, rata-rata cowok semua." Huda mendengus jengkel ketika mengingat hal itu.
"Niatnya emang aku mau duduk di depan, tapi waktu nyampe kelas udah full. Masa aku harus maksa duduk di depan, sih?"
"Berarti ke kampus diantar Pak Toni?"
"Enggak, Pak Toni lagi izin. Aku numpang sama Kevin, soalnya malas bawa motor."
"Kenapa gak ngasih tahu aku? Biar aku jemput."
"Jangan becanda, deh. Enggak lucu hari pertama kuliah diantar kamu! Bisa geger nanti."
"Emang kenapa? Ada yang salah? Kita juga udah resmi, 'kan?" goda Huda sambil memainkan alisnya.
"Enggak usah ngejek! Mentang-mentang aku gak bisa gitu. Mama ke mana, sih? Dari tadi enggak ada." Khanza mencari keberadaan Flora, tumben tidak ikut nimbrung, biasanya setiap ada Khanza, ia selalu heboh.
"Mama pergi arisan."
"Pantesan aja."
"Dekatan sini! Mas rindu, mau peluk."
"Hah? Padahal dari tadi kita duduk, lho, kok, bisa kangen, sih? Di kampus juga ketemu padahal."
"Nggak mau dipeluk ceritanya?"
"Yang ngomong mau siapa?"
"Terserah, deh."
"Bocah banget! Masa itu aja langsung marah, ih?" Khanza maju untuk memeluk Huda. "Jangan sering, ya, ngambeknya! Gak cocok sama muka kamu yang killer."
"Kayak gini aja terus! Mas ngantuk jadinya."
"Enakan di Mas jadinya."
"Za, nikah, yuk!"
"Hah?"
"Kamu gak mau nikah? Kita pacaran lama-lama malah numpukin dosa, tapi kalau nikah? Bisa beribadah, pahalanya bakalan ngalir terus."
••●●••
Khanza menganggap perkataan Huda hanyalah candaan semata. Namun, siapa sangka malamnya Huda datang ke rumah Khanza dengan kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAMBOYAN
Teen FictionTakdir yang sudah di mulai mustahil untuk menghambatnya, bahkan dengan kekuatan manusia sekalipun itu tak akan bisa. Ia berhembus seperti angin tak bisa dihentikan dan tak pasti arahnya akan kemana. Begitu pula dengan kedua tokoh utama di cerita ini...