31. Mas Dokter

1K 58 0
                                    

~Sehebat apapun dokter dia akan tetap bertanya untuk memberikan diagnosa.~
❤🩺

Hari ini Khanza dan Huda resmi pindah ke rumah mereka. Khanza sedikit terkejut, tak menyangka Huda punya rumah pribadi. Kata sang suami, rumah ini sudah dibangun sekitar dua tahun yang lalu.

Halamannya begitu luas, ditumbuhi jenis rumput bermuda. Selain itu, terdapat kolam renang di depan. Rumah ini begitu tertutup. Siapa yang melihatnya pasti takjub. Bagian kesukaan Khanza selain kamar adalah bagian dapur, karena begitu luas dan rapi.

Di halaman terdapat bangku dan meja yang menghadap langsung ke taman. Selain itu, juga ada meja makan panjang yang terbuat dari kayu, dilengkapi dengan tiga bangku di samping kolam renang.

"Mas, aku izin nanti siang kumpul bareng temen-temen, ya."

"Ngumpul di mana?"

"Kamu tahu tempat mie ayam dekat kampus? Kita kumpul di situ, soalnya mereka, kan, masuk lagi."

Mendengar itu Huda mendengus lalu meletakkan laptop di meja kemudian menggenggam tangan Khanza, menatap dalam sang istri.

"Maaf sebelumnya, Sayang. Bukan bermaksud ngelarang kamu, tapi kaki kamu masih luka. Jalan aja masih pincang. Gak bisa mereka yang ke sini?"

"Mereka lagi sibuk. Acha juga lusa balik."

"Kalau kamu ngotot pengen ikut, ya, udah, tapi Mas temenin gimana?"

"Enggak bisa gitu, dong, Mas. Lagian lokasinya dekat kampus. Kalau teman kampus tahu gimana?"

"Kan mereka memang tahu," jawab Huda santai.

"Ya udah, aku suruh mereka ke sini kalau bisa," putus Khanza pada akhirnya.

Huda yang tahu istrinya kesal, ia menarik Khanza ke pelukannya kemudian mengelus rambut sangat istri.

"Honeymoon kita ditunda dulu, ya."

"Kok, gitu, ih? Aku udah semangat banget, lho. Barang-barang juga udah diatur." Mendadak Khanza menjauhkan tubuhnya dari Huda.

"Lain kali aja, Sayang. Kakimu masih sakit, kan?" Huda berusaha memberikan pengertian ke sang istri. Ia benar-benar khawatir jika luka kaki Khanza akan parah.

"Terus ngapain ngotot pergi kemarin?"

"Ya, kan, Mas enggak tahu bakal terjadi ini."

"Tiketnya gimana? Tiket udah dipesen, hotel juga udah di-booking. Sayang banget, lagian kaki aku cuman luka, Mas, enggak sampai patah."

"Cuman kamu bilang? Ya Allah, Za. Kita pergi lain kali aja. Lagian tiketnya udah mas kasih ke Rasha."

Serius, demi apa pun Khanza mau nangis rasanya. Ia sudah semangat banget untuk liburan ke Pulau Moyo, tiba-tiba dibatalin saja sepihak.

"Tahu, ah, males banget ngomong sama Mas."

"Mas gak yakin kamu mau pergi ditambah kaki kamu lagi luka." Huda ingin meraih tangan sang istri, tetapi sayangnya Khanza menepisnya terlebih dahulu.

"Terus kenapa enggak tanya lagi sama aku?"

"Lupa."

Emosi Khanza semakin tersulut. "Terserah kamu, Mas," ucapnya lalu bangkit meninggalkan Huda sendiri di taman. Ia benar-benar mendiami Huda hingga sore, bahkan Huda tak ada niat untuk membujuknya. Ia juga membatalkan janji temu dengan temannya. Ia juga akan menginformasikan bahwa besok ia akan masuk kuliah.

••●●••

"Lho, kok, udah rapi? Mau kemana? Kan, enggak jadi honeymoon." Huda heran melihat sang istri yang sudah rapi di pagi ini.

FLAMBOYAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang