♥🩺
"Mas, bisa enggak temanin Khanza belanja bulanan hari ini?" Khanza mendongak menatap Huda yang semakin erat memeluknya. Setelah salat zuhur, kedua sejoli itu lanjut berbaring di kamar dengan posisi kepala Khanza di atas dada Huda.
"Bisa, Sayang. Sorean dikit, ya. Kebetulan teman Mas juga ke rumah nanti malam," sahut Huda.
"Oh. Mas Iky ikut nggak?"
"Ikut kayaknya. Kamu, kan, lagi libur, nggak ada niat bantu-bantu di rumah sakit? Lumayan, lho, dapat pengalaman."
Mendengar itu menarik perhatian Khanza. "Aku sebenarnya mau banget, Mas. Papa juga ngomong gitu kemarin," jeda Khanza sambil memainkan kancing baju Huda.
"Terus kenapa enggak jadi?"
"Kata Mama istirahat aja dulu, apalagi akhir-akhir ini idol aku sama Mama comeback. Jadi, kita simpan tenaga buat nge-vote, kalau bisa nonton konser langsung," jawab Khanza asal dan Huda tak mengerti apa hubungan idol dengan rumah sakit.
"Kamu jangan terlalu sering bergaul sama Mama. Eror lama-lama."
"Apaan ngomong kayak gitu? Kamu belum pernah rasain jadi aku sehari, sih. Lagian aku aduin ke Mama biar tahu rasa."
"Kamu dikasih apa ama Mama sampai segitunya?"
"Tiket nonton konser gratis. Mas pokoknya kamu harus kerja lebih keras. Aku janji enggak akan boros biar bisa beli saham di SM. Jadi, kalau pengen ketemu EXO atau NCT, enggak perlu repot-repot ke Korea, tinggal suruh mereka datang, kan, beres."
Huda yang tak mengerti pembahasan Khanza hanya mengiyakan saja.
"Jangan dielus rambutnya, nanti aku ketiduran lagi," protes Khanza.
Bukannya berhenti Huda malah semakin gencar mengelus surai ditambah tepukan pelan di punggung Khanza.
"Mas, nanti aku ketiduran." Khanza kembali mengingatkan dengan muka cemberut sebagai bentuk protes terhadap suaminya itu.
"Kamu, kok, gemasin banget, sih? Em, pipimu itu, lho, pengen Mas makan rasanya." Huda menarik gemas pipi Khanza.
"Sakit, Mas, jangan digigit, dong!" sarkas Khanza. Karena terlanjur kesal, Khanza merubah posisi menjadi membelakangi Huda.
"Nggak baik munggungin suami. Hadap sini lagi," rayu Huda, tetapi tak Khanza hiraukan.
"Sayang ...."
Mendengar itu, Khanza senyam-senyum sendiri, pipinya memerah. "Kenapa?" jawabnya cuek.
Huda mendengus tak suka dengan respon sang istri. "Hadap sini, ih! Mas pengen peluk."
"Kan, bisa dari belakang," gumam Khanza pelan yang dapat didengar oleh Huda.
"Kurang nyaman, Sayang," rengek Huda membuat Khanza geli sendiri.
Khanza membalikkan badannya menghadap sang suami.
Cup! Huda mencium kening Khanza lama. Ia menatap sebentar jam tangannya. "Masih jam satu, Sayang. Nanti kita pergi jam lima sore aja. Jadi, ada waktu kita tidur siang."
"Harus banget tidur, ya, kan, bisa kita isi dengan kegiatan lain."
"Ibadah?" bisik Huda tepat di telinga Khanza.
"Mas tiba-tiba aku ngantuk banget enggak tahu kenapa," jawab Khanza pelan, balas memeluk Huda tak kalah erat.
-000-
Huda terbangun karena suara azan asar, ia menggeliat sebentar sebelum fokus ke Khanza yang masih terlelap. "Cinta bangun! Mandi, habis itu salat," ujarnya pelan sambil membelai lembut muka Khanza. Tak ada pergerakan dari sang istri membuat ia mencium gemas muka Khanza.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAMBOYAN
Teen FictionTakdir yang sudah di mulai mustahil untuk menghambatnya, bahkan dengan kekuatan manusia sekalipun itu tak akan bisa. Ia berhembus seperti angin tak bisa dihentikan dan tak pasti arahnya akan kemana. Begitu pula dengan kedua tokoh utama di cerita ini...