~ Tak ada manusia yang bisa lepas dari perjalanan waktu ~
💉
❤️"Wah! Wah! Si bangke bisa nyembunyiin rahasia sebesar ini dari kita," ucap Purna heboh.
"Ya Allah kukira Khanza jadi jodohku, malah keduluan sama Huda," balas Arjun sambil mendudukan diri di samping kiri Khanza, sedangkan Huda berada di samping kanan Khanza.
"Lo utang penjelasan sama Mas, Za," ucap Rizky dengan menatap Khanza penuh curiga.
"Parah banget. Jadian, tapi enggak ada traktiran," timpal Davi.
Huda tampak tak memedulikan ocehan mereka. Ia sibuk mengajak Khanza mengobrol, sementara Khanza merasa canggung dengan situasi ini, apalagi seolah ia menjadi pelaku kejahatan yang disidang habis-habisan.
"Kalian punya mulut buat jawab pertanyaan."
"Enggak punya sopan santun, ya, kalian? Masuk asal masuk. Binatang aja gak kayak gitu," sindir Huda.
"Wah, parah, Jun, kita disamain sama binatang," adu Rizky kepada Arjun.
Arjun menatap Huda tajam.
"Apa?" Judes Huda.
"Apa-apa. Santai banget, tuh, mulut ngejawab. Lo kira karena lo anak pemilik rumah sakit jadi kita diam aja gitu? Ya, jelas karena kita masih sayang pekerjaan," ucap Arjun membuat semua merasa kesal.
"Khanza belum terima gue," ucap Huda dengan cemberut, membuat semuanya terpingkal-pingkal.
Rizky mengusap sudut matanya. "Serius?"
"Wah, ada juga yang berani nolak lo, Bro," ucap Davi dengan menepuk-nepuk pundak Huda.
"Khanza pamit dulu," pamit Khanza. Ia langsung pergi begitu saja tanpa mendengar respon mereka.
"Udah! Nanti dia risi. Lagian kalian datangnya di waktu nggak pas." Huda mengembuskan napas kasar.
"Yeh, mana kita tempe. Lagian lo gak cerita."
"Untungnya cerita sama kalian apa emangnya?" tanya Huda lalu berjalan santai meninggalkan mereka.
"Za, woi!" teriak Ucup heboh di kantin, membuat Khanza meringis malu, apalagi sebagian dari penghuni kantin menatap ke arahnya.
"Bisa gak, sih, gak usah teriak. Malu, tahu," omel Khanza kemudian mendudukan diri di samping Tina.
"Emang punya malu, Bu?" tanya Jupri tanpa dosa.
"Menurut Anda?" desis Khanza.
"Mau pesan apa? Biar sekalian," tanya Anggi.
"Kalian pesan apa emangnya?"
"Nasi campur, air putih, sama jus jeruk."
"Ya udah, samain aja."
"Ayam jago, burung merpati. Meskipun jomblo, yang penting hepi." Entah kesambet angin dari mana, Jupri langsung mengeluarkan pantun andalannya dan membuat teman-temannya menatapnya malas. Emang kadang-kadang otak Jupri suka eror.
"Enggak jelas banget, sih!" sungut Nia.
Selesai makan dan bayar, mereka pun kembali ke ruang masing-masing sambil menunggu waktu pulang karena memang mereka tak turun praktik langsung ke pasien sesuai dengan kesepakatan pengawas lapangan.
"Za, berarti besok pakai kelompok ini juga?"
"Iya, Vin, kan katanya sampe lusa, soalnya Jumat persiapan penarikan."
"Wah, berarti selesai ini apa lagi kegiatan?"
"Enggak ada, sih, tinggal terima kelulusan. Nanti daftar di mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAMBOYAN
Teen FictionTakdir yang sudah di mulai mustahil untuk menghambatnya, bahkan dengan kekuatan manusia sekalipun itu tak akan bisa. Ia berhembus seperti angin tak bisa dihentikan dan tak pasti arahnya akan kemana. Begitu pula dengan kedua tokoh utama di cerita ini...