~Seandainya nanti aku menitikkan air mata, kuharap kau menghapusnya dengan lembut, kemudian memelukku dengan erat sambil membisikkan mantra penenang aku selalu ada untukmu "
❤🩺Acara resepsi selesai tepat pukul setengah dua belas malam. Para keluarga langsung pulang, sementara Khanza dan Huda stay di hotel.
Sedari tadi Khanza mati-matian menahan kantuk. Matanya pun sudah sayu. Huda membantunya berjalan ke kamar.
"Bersih-bersih dulu, Sayang, baru tidur!"
Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Huda menyempatkan diri untuk mencium kening Khanza.
Khanza dengan ogah-ogahan melepas hijabnya, menurunkan resleting gaun, lalu ia menyiapkan pakaian Huda dan miliknya yang berada dalam koper kecil.
Tak lama itu, Huda keluar, mengenakan bajunya dan membantu Khanza membersihkan muka sebelum sang istri masuk ke kamar mandi.
Tak sampai dua puluh menit, Khanza sudah rapi dengan baju tidurnya. Ia keluar dari kamar mandi lalu menghampiri Huda yang masih berkutat dengan laptop.
"Mas, kok, masih bangun? Gak capek?"
Menyadari kehadiran sang istri, Huda langsung meletakkan laptopnya di meja. Ia pun menarik Khanza untuk duduk di pangkuannya, membuat Khanza malu.
"Ana uhibbuka fillah," bisik Khanza.
"Kok, enggak dijawab?" lanjut Khanza.
"Mas harus jawab apa kalau Allah dan malaikat tahu nama siapa yang Mas sebut di sepertiga malam?"
"Nama siapa emangnya? Aku?"
"Enggak, si Ucup," jawab Huda ketus, "dari dulu sukanya ngebuat emosi mulu," lanjutnya
Khanza berdecak. "Hel-lo! Gak salah? Bukannya kamu, ya, yang selalu nyari-nyari kesalahan aku?"
"Itu, kan, salah satu cara pendekatan, Sayang."
"Pendekatan apa yang sejahat itu? Sumpah, sih, Mas aku bener-bener kesel sama kamu waktu itu. Aku sampai berdoa dari lubuk hati yang terdalam buat minta dijauhkan sama makhluk kayak kamu. Eh, sekarang jadi suami dong. Bukannya ngejauh, malah deket," gerutu Khanza, sedangkan Huda masih diam menyimak keluh kesah istrinya itu.
"Kamu masih ingat masalah makalah? Waktu itu aku bingung banget, mana makalahnya harus ada dalam sepuluh menit. Gila kamu! Untung ada Mas Iky. "
"Mas minta maaf. Mas nggak nyangka, sih, kamu bakal jaga jarak waktu itu," ucap Huda tulus sambil membelai pipi Khanza.
"Rencana kamu ke depannya gimana, Mas?"
"Tumben banget nanya kayak gitu? Kalau tanya rencana Mas ke depannya, itu gak ada habis-habisnya. Yang pasti, Mas mau ngebahagiain kamu, Mama, Papa, Ayah, Bunda, dan yang pasti anak-anak kita kelak. Sebisa mungkin aku jadi yang terkeren di mata kamu."
"Aku suka kalau Mas memprioritaskan aku, Papa, Mama, Ayah, Bunda, dan anak-anak kita. Jawaban itu bener-bener ngebuat aku terharu. Aku juga nggak tuntut kamu harus jadi sempurna. Dengan kamu menjalankan salat lima waktu, melakukan kewajiban kamu sebagai seorang suami, menurutku itu udah keren banget."
Huda mengangguk dan membulatkan matanya. Ia perlahan menitikkan air matanya.
"Aku tahu aku masih jauh dari kata istri idaman. Aku masih manja, aplagi cengeng, tapi kamu bisa pegang ucapan aku kalau aku akan berusaha menjadi istri sebaik mungkin. Aku juga mau minta tolong kamu untuk bantu aku ngewujudin itu."
"Pasti, Sayang. Mas janji akan itu. Kamu enggak mau coba pembelajaran pertama?"
"Apa?"
"Kita belajar sistem reproduksi," ucap Huda yang membuat tawa Khanza pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAMBOYAN
Teen FictionTakdir yang sudah di mulai mustahil untuk menghambatnya, bahkan dengan kekuatan manusia sekalipun itu tak akan bisa. Ia berhembus seperti angin tak bisa dihentikan dan tak pasti arahnya akan kemana. Begitu pula dengan kedua tokoh utama di cerita ini...