~Apa laki-laki memang begitu? Meminta maaf untuk mengulanginya lagi?~
💉
❤
Sesuai janji, Khanza menemani Acha untuk berbelanja. Mereka pergi dari pukul 13.00 WIB dan sekarang sudah pukul 18.00 WIB. Kalian tahu apa yang mereka beli? Acha membeli dua buah lipstik, sementara Khanza hanya membeli satu novel.
"Capek, ya?" tanya Huda ke Raisa yang akrab disapa Acha.
"Menurut Anda?" jawab Acha cuek, "ayok, Za, kita beli camilan!" lanjutnya dengan riang saat sampai di lantai dua yang penuh dengan kedai makanan.
Huda menatap malas kedua manusia yang heboh itu. Ia sebenarnya risi juga karena sedari tadi belum terlibat percakapan dengan Khanza.
"Mas tunggu di mobil aja. Kalau udah selesai, kalian nyusul," ucap Huda, "coba kalau nggak diancam Mama, malas banget nemenin mereka," lanjutnya pelan.
Tak lama kemudian Khanza dan Acha menyusul Huda di parkiran. Keduanya langsung duduk di kursi tengah.
"Pindah ke depan satu orang! Berasa jadi supir kalau kayak gini."
"Kamu aja, Za."
"Enggak, kamu aja, Cha."
"Males. Kamu aja, Za!"
Dengan malas, Khanza pindah ke depan. Tak ada lagi percakapan di antara mereka hingga sampai di rumah Huda.
"Masuk, gih, biar mas yang antar Khanza."
"Enggak, usah, Dok. Saya, kan, bawa motor."
"Biar aja di situ."
"Enggak mampir dulu, Mas? Entar kalau Mama Flo tanya gimana?"
"Jangan bodoh, Ca! Tinggal kasih tahu kalau Mas antar Khanza," balas Huda malas. Otak sepupuhnya ini memang minimalis.
"Terus kalau Mama Flo tanya kenapa Khanza enggak mampir dulu gimana?"
"Ck! Kebanyakan nanya kamu, Ca. Ya udah, kita mampir dulu," final Huda.
"Assalamu'alaikum." Kompak ketiganya.
"Waalaikumsalam. Mama di dapur," jawab Flo sedikit teriak.
"Yok, Za, kita pergi ke dapur!" ajak Acha sambil menggandeng tangan Khanza, sementara Huda langsung ke kamarnya untuk mandi.
"Eh, Sayang, sini bantu mama potong sayur!"
"Baru aja pulang langsung disuruh, Ya Allah."
"Alah, kamu, Ca, banyak protes," omel Flora.
"Ih, kan, becanda, Ma."
"Masak apa, Ma?" tanya Khanza.
"Ini Mama mau goreng ikan. Nah, kalian berdua potong sayur sama iris bawang, ya. Mama mau tumis kangkung. Bisa, kan, kalian?"
"Bisa, kok, Ma. Ya udah, kita cuci tangan dulu."
"Cie, ketika calon menantu dan calon mertua berkolaborasi dalam memasak. Kayaknya itu judul yang cocok buat adegan ini," goda Acha yang membuat mereka tertawa.
"Ca, kamu aja yang iris bawang, ya. Aku takut tangisanku tumpah nanti," ujar Khanza sambil terkekeh.
"Anak Mama masih belum ngajak kamu ngobrol, Sayang?" tanya Flo yang masih fokus dengan ikannya.
"Tadi cuman ngobrol dikit di mobil. Lagian Mas Huda posesif amat."
Bukan Khanza yang menjawab, melainkan Acha.
"Hus! Kamu, nih. Gitu-gitu sepupu kamu, lho."
"Kan, fakta, Mah. Giliran dicuekin balik, malah uringan sendiri. Itu sama aja senjata makan tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAMBOYAN
Teen FictionTakdir yang sudah di mulai mustahil untuk menghambatnya, bahkan dengan kekuatan manusia sekalipun itu tak akan bisa. Ia berhembus seperti angin tak bisa dihentikan dan tak pasti arahnya akan kemana. Begitu pula dengan kedua tokoh utama di cerita ini...