[15] Pelukan Pertama

9.6K 836 122
                                    

"Ternyata dia juga terpuruk, nggak seperti yang gue bayangkan." – Raga.

Layaknya disayat belati, rasa-rasanya Nala ingin menghilang dari bumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Layaknya disayat belati, rasa-rasanya Nala ingin menghilang dari bumi. Sosok satu-satunya, tempat Nala pulang dan berkeluh kesah telah pergi tanpa kata kembali. Para pelayat mulai kembali ke kediaman masing-masing kecuali keluarga terdekat Nala, sepeti Kenzo dan mamanya. Perihal orang tua Nala jangan ditanyakan lagi, bagi mereka uang adalah segalanya. Nala nomor sekian dari prioritas.

Sehabis membersihkan diri, Nala turun dari lantai atas. Dari tangga Nala mendapatkan tatapan sinis dari mama Kenzo. Tatapan yang sudah Nala dapatkan bertahun-tahun. Mungkin terlihat menegangkan tapi untuk Nala itu sudah biasa.

"Kenapa bukan kamu aja yang mati?" Pertanyaan sarkas berasal dari Raya – Mama Kenzo, yang merupakan adik kandung dari ayah Nala.

"Mom," tegur Kenzo.

"Bukan saya yang nentuin kapan mau mati," balas Nala tatapannya datar.

"Kamu itu pembawa sial, Nala. Semua yang deket-deket sama kamu itu ujung-ujungnya mati. Makanya sadar kenapa orang tua kamu nggak mau rawat kamu. Dasar pembunuh." Lagi-lagi Raya melayangkan kalimat menusuk.

Satu tetes buliran bening hampir lolos di pipi mulus Nala, dengan cepat gadis itu menepisnya. Nala melangkah maju, kesabarannya sudah habis. Dia menatap tajam Raya yang duduk di sofa.

"TANTE KEK BOCAH, NGGAK NGOTAK KALAU NGOMONG!" bentak Nala tanpa rasa takut.

"Nala," sahut Kenzo.

Nala menoleh ke arah Kenzo. "Kenapa? Mau belain Mommy kamu? Bawa aja deh dia pergi dari sini, rumah gue bisa kena virus kalau dia lama-lama disini."

Dua tangan Kenzo mengepal. "Nal, Minta maaf sama Mommy sekarang!"

Nala tertawa smirk, kemudian menatap Raya yang terlihat emosi. "Tante kalau mau marah, marah aja takutnya kena stroke kalau ditahan-tahan."

"NALA!!" bentak Kenzo tangannya menggantung di udara, hampir melayangkan tamparan pada Nala.

"Tampar, Ken. Rasa sakit dari tamparan lo nggak bakal sebanding dengan apa yang gue rasain!" Nala menepuk pipinya berkali-kali. Sedangkan, Kenzo seperti orang kepanasan. "Lo pernah bilang kan, hidup nggak hanya berotasi di gue. Kenyataannya hidup nggak pernah berotasi pada gue, hidup gue gitu-gitu aja, isinya sedih semua," lanjut Nala dengan nada rendah berusaha menahan gejolak di dada.

Kenzo terdiam dan mamanya bangkit ingin menghampiri Nala, namun Kenzo mengangkat tangan sebagai peringatan agar mamanya tidak mendekat.

"Kalau lo dateng cuman melaksanakan kewajiban sebagai keluarga gue. Sebaiknya lo gak usah dateng! Pulang lo sekarang, bawa tuh nenek lampir!" Bukan Nala namanya jika dia rela ditindas. Siapa pun bisa menjadi lawan jika sudah mengusik hidupnya.

"Nala, lo nggak usah memperkeruh keadaan," ujar Kenzo menahan pergelangan tangan Nala. Sungguh dia juga tidak tega dengan kondisi Nala sekarang, tapi dia juga tidak rela mamanya diperlakukan tidak sopan oleh Nala.

RAGNALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang