"Setiap manusia memang ada masanya. Tapi jika boleh meminta, bersamamu ingin sepanjang masa." – Raga.
Buku berisi rumus setebal lima centimeter berisi materi fisika dilengkapi dengan pulpen bertinta hitam itu setia digenggam Nala. Gadis itu terus berjalan santai namun riang, menyambut senyum-senyum manusia yang menyapanya. Selama hidup Nala memang jarang memamerkan senyumnya sampai akhirnya dia sadar ternyata semenyenangkan itu menebar aura positif. Melihat pintu mini yang kata Raga pintu menuju surga, senyum Nala semakin merekah. Dia melewati pintu itu dan langsung memandang warung yang tertulis besar disana 'WARUNG TANTE DANGDUT'.
"Raga," sapa Nala ceria.
Cowok dengan punggung tegap itu memutar setengah tubuhnya, membalas senyum gadis istimewa dihadapannya. "Semuanya matiin rokok lo, ada cewek gue!" perintah Raga tegas, tatapannya tak beralih sedikit pun dari Nala.
Satu hal sederhana lagi-lagi Raga ciptakan, bagaimana Nala bisa berhenti untuk mencinta Raga. Sampai di titik ini, rasanya masih seperti mimpi bagi Nala. Raga yang dulu hanya angan kini menjadi nyata, harapan berubah menjadi pengabulan.
"Tuhan, tolong bersamakan Raga denganku sepanjang masa," – batin Nala.
"Duduk!" sahut Raga sembari menepuk kursi kosong disampingnya.
Menuruti perintah Raga, Nala duduk lalu meletakkan diatas meja, buku tebal dan pulpen yang sedari tadi berada dalam dekapannya. "Tadi gue ke kelas lo, tapi lo nggak ada," ujar Nala menatap Raga.
"Kalau jamkos gini malas banget dikelas, anak-anak pada ribut. Apalagi cewek-cewek, sibuk tiktokkan," jelas Raga.
Nala mengangguk paham, Raga memang lebih suka berada ditempat-tempat yang damai. Seperti sekarang di warung Tante Dangdut, para siswa bandel itu hanya sibuk dengan gamenya masing-masing. "Rasanya tuh, pengen setiap hari guru rapat biar jamkos terus," tukas Nala seraya mengeluarkan kekehan khasnya.
"Setuju. Ini bawa apa?" tanya Raga mengalihkan tatapannya pada benda yang terletak diatas meja.
"Buku kamus fisika, bulan depan udah olimpiade," jawab Nala. Dia mulai membuka lembaran-lembaran benda itu, mengamati setiap baris kalimat satu-persatu.
Raga menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Nala hingga mengikis jarak diantara mereka. Raga mengamati Nala yang serius belajar dari samping. Tangannya bergerak ke atas meja untuk menyanggah kepalanya. "Berusaha untuk menang itu baik, Nal. Yang nggak baik itu ketika lo terobsesi, karena sesuatu yang diawali dengan obsesi biasanya diakhiri dengan kecewa," ujarnya.
"Iya, bener. Gue pernah terobsesi sama lo dan gue juga pernah kecewa karena ditolak," balas Nala cengengesan. Mengingat hal yang lalu, tidak membuatnya sakit hati. Tidak ada penyesalan untuk hal itu, Nala akan terus mengenangnya hingga abadi.
Posisi kepala Raga semakin bergeser dengan tangan yang masih menumpu. "Kalau begitu penyelenggara olimpiade fisika akan menyesal berat jika dia nolak lo, karena gue pernah merasakan hal yang sama," tanggap Raga serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGNALA
Teen Fiction[Jangan lupa follow sebelum membaca] Ini tentang Dia Raga Semesta. Cowok dengan julukan kulkas berjalan yang memiliki pahatan wajah hampir sempurna. Juga tentang Nalaka Cempaka Bumi, yang jatuh cinta terlalu cepat pada Raga. Nala pernah berharap jik...