"Tolong jika nanti kamu ingin pergi, beri aku aba-aba. Agar hancurku tak merusak semua relungku." – Nalaka.
Saat kesunyian malam sudah tiba bersamaan dengan Raga dan Gita yang baru saja menginjakkan kakinya di tempat mereka dibesarkan. Tengah malam yang hampir menunjukkan pukul sebelas. Gita membuka secara pelan pintu besar rumahnya, dia mengendap-ngendap agar tidak ketahuan Papa dan Mamanya. Namun, apalah daya usaha yang dilanda rasa takut itu tidak membuahkan hasil.
"Jam berapa sekarang, Gita?" Suara itu menginterupsi seisi ruangan, membuat suasana menjadi tegang.
Gerakan Gita terhenti, gadis itu menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa takut yang berlebih. "Jam sebelas lewat, Pa," jawab Gita hati-hati.
"Yang ngizinin kamu keluar sampai lupa waktu begini, siapa?" tanya Diandra, dia sudah tak bisa menahan diri untuk diam.
"Maaf, Ma--"
"Saya nggak nanya sama kamu!" sergah Diandra ketika Raga ingin mengeluarkan suara lebih lama. Wanita paruh baya itu beranjak dari tempatnya, mendekati Raga dengan tatapan menusuk, manik matanya memberi sorot kebencian yang teramat mendalam. "Nggak cukup saya kasih kamu tumpangan disini?" tanya Diandra.
Yang bisa Raga lakukan hanyalah menunduk, bukan dia tak berani menjawab Diandra,!tapi tak ingin membuat emosi wanita itu semakin tersulut.
"Udah kamu cuci otak anak saya pake apa?" Diandra kembali melayangkan pertanyaan yang menusuk.
"Ma, Raga nggak salah," ujar Gita berani. Dia juga tak sanggup jika adiknya selalu disalahkan begini. Kesalahan yang terjadi dimasa lalu bukanlah Raga penyebabnya, tapi berasal dari manusia biadab yang menjelma menjadi pengecut. Semakin Gita mencerna, semakin dia bisa berdamai. Baginya, Raga hanyalah korban, sama sepertinya.
Mendengar pembelaan Gita, Diandra semakin menajamkan matanya menatap Raga. "Lihat, bahkan anak saya sudah berani ngelawan saya!"
"Emang Raga nggak salah, Ma. Gita sendiri kok yang mau ikut."
"Masuk kamar Gita!" perintah Abraham tegas seolah tak ada bantahan disana.
Gita menggeleng kuat. "Yaa, Papa gitu aja terus. Bungkam seolah-olah nggak terjadi apa-apa. Raga juga anak Papa kan? Seharusnya Papa memperlakukan dia dengan layak, bukan malah menebus rasa tanggung jawab saja. Pengecut!" Setelah mengatakan itu, Gita bergerak dari sana meninggalkan suasana yang masih mencekam. Sikap Papanya yang selalu diam, membuatnya muak.
"Buka mata kamu lebar-lebar, Mas! Anak ini sudah berhasil membuat anakku melawan orang-tuanya sendiri, aku harap kamu bisa bertindak tegas untuk anak sialan ini," tukas Diandra yang sudah kehabisan kesabaran.
Sepeninggal Diandra dan Gita, ruangan tengah itu kembali hening. Baru saja Raga ingin bergerak namun terhenti karena Abraham bersuara. "Jika kamu benci saya, balas dendammu kepada saya. Jangan rusak anak saya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGNALA
Teen Fiction[Jangan lupa follow sebelum membaca] Ini tentang Dia Raga Semesta. Cowok dengan julukan kulkas berjalan yang memiliki pahatan wajah hampir sempurna. Juga tentang Nalaka Cempaka Bumi, yang jatuh cinta terlalu cepat pada Raga. Nala pernah berharap jik...