"I'm starting to need someone." – Raga.
Buku setebal 372 halaman itu berada di depan Nala, dia benar-benar pusing menghapal semua rumus-rumus yang ada di dalamnya. Cewek berusurai kecoklatan itu, mendengus pelan. Matanya kemudian tertuju pada pintu perpustakaan. Sontak mata Nala terbelalak, dia tidak mungkin salah lihat. Nala sudah hafal betul perawakan Raga. Buat apa Raga disana, apakah dia sudah lama disana. Pertanyaan itu muncul sendiri di benak Nala.
"Nal," tegur Genta.
"Nalaka," panggil Genta lagi.
Nala menoleh. Entah mengapa ketika Genta menyebutnya 'Nalaka', dia seolah tak terima. Hanya Raga yang terdengar manis ketika menyebut tiga suku kata itu.
"Kenapa ngelamun?" tanya Genta.
Nala menggeleng. "Istirahat dulu deh, udah dua jam hafalin rumus. Puyeng gue," ujar Nala sembari meregangkan lehernya.
"Ya udah, minum dulu." Genta sengaja membeli dua botol air minum, jaga-jaga ketika Nala butuh.
"Fisika itu nggak di hafal, Nal. Tapi, di pahami." Genta tersenyum manis ke arah Nala, cowok itu mengamati mata indah milik Nala. "Sama halnya kalau lo lagi deketin seseorang, jangan terlalu menggebu-gebu. Coba lo pelan-pelan, pahami luarnya lalu perlahan-lahan masuk ke dunianya. Gitu juga fisika, pahami rumusnya kemudian turunannya," lanjut Genta.
Nala bergeming sejenak. "Sama aja, dia terlalu keras untuk di pahami."
Genta terkekeh renyah. Dia tahu betul, ke mana arah pembicaraan Nala. "Kalian sama-sama keras. Lo yang nggak mau kalah dan Raga yang kelewat gengsi."
Nala menoleh menatap Genta dengan tajam. "Lo kok nyebut nama Raga?"
"Nala Nala. Seantero sekolah juga tau kali kalau lo suka Raga," jawab Genta kembali terkekeh.
"Kelihatan banget yah?"
"Nggak kelihatan tapi ketebak kalau lo terobsesi."
"Mau kemana?" tanya Genta melihat Nala beranjak dari duduknya. Gadis itu tiba-tiba keluar tanpa pamit.
"GUE MAU KE TOILET," teriak Nala dari luar perpustakaan. Genta sampai tertawa mendengar suara cempreng Nala.
Setelah merapikan rambutnya yang tadi acak-acakan, Nala keluar dari toilet. Dia menatap lurus koridor menuju tangga penghubung rooftop, pikirannya kembali pada Raga yang tadi melewati koridor tersebut.
"ARGGHHTTT!!"
Nala mendengar suara gaduh itu. Perlahan Nala melangkah, memastikan bahwa kegaduhan tersebut berasal dari rooftop. Benar saja, sesuai dugaannya dari pintu rooftop Nala melihat Raga meninju dinding berkali-kali. Bahkan kulit jari-jari Raga sudah robek, namun tidak ada tanda-tanda bahwa cowok itu akan menghentikan kegiatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGNALA
Teen Fiction[Jangan lupa follow sebelum membaca] Ini tentang Dia Raga Semesta. Cowok dengan julukan kulkas berjalan yang memiliki pahatan wajah hampir sempurna. Juga tentang Nalaka Cempaka Bumi, yang jatuh cinta terlalu cepat pada Raga. Nala pernah berharap jik...