[29] Dania's Troublemaker

9.8K 756 136
                                    

"Aku kalah, cinta ini ternyata luka. Kamu hanya bayang semu yang selalu ku semogakan namun akhirnya ku ikhlaskan." – Nalaka.

Notif beruntun memenuhi ponsel Nala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Notif beruntun memenuhi ponsel Nala. Pesan yang berisi banyak kalimat-kalimat khawatir itu tak membuat Nala berniat untuk membalasnya. Perihal Raga, cowok yang selama ini selalu dia semogakan, kini hanya menjadi sebuah kenangan yang tak pernah Nala miliki seutuhnya.

Semesta : Nal, gk papa lo read doang. Nanti kalau udah ada niat, di bls yah!

Pesan terakhir masih Nala diamkan. Entah itu benar Raga atau hanya sebuah ilusi yang Nala bangun sendiri.

"Ken, udah dulu yah, VC-nya. Gue mau istirahat, disini udah gelap," sahut Nala mengakhiri obrolannya dengan Kenzo.

Nala bangkit dari duduknya, jiwa dan tubuh gadis itu sangat butuh istirahat. Langkah Nala tertahan ketika suara Faris terdengar. "Kenapa nggak dibalas, Nal?" tanya Faris penasaran. Cowok itu sadar jika Nala sedang mengabaikan pesan dari seseorang.

"Disini cuman ada satu kamar, Ris." Nala tak menjawab pertanyaan Faris. Jujur saja, saat ini Nala tak memiliki cukup tenaga untuk bercerita.

Faris mengangguk paham. Dia diusir dengan cara halus dan Faris menghargai cara Nala. "Ya udah. Gue balik, kalau lo ada perlu jangan segan-segan hubungi gue atau Maddie. Besok gue suruh Maddie, nginap disini biar lo nggak sendiri."

"Nggak perlu, Ris. Lo nggak perlu ngelakuin banyak hal buat gue."

Kening Faris mengerut, pernyataan Nala masih mengambang di benaknya. "Nggak usah sok gak enak lo. Kek gue siapa aja."

"Lo punya dunia sendiri, Ris. Lo punya hubungan yang harus lo pertahanin. Lo punya komitmen yang harus lo jalanin. Gue nggak mau menjadi penghambat di hidup lo. Lebih tepatnya gue nggak mau punya masalah baik sama lo maupun sama Maddie," terang Nala serius.

Faris terkekeh pelan. "Jadi masalah Maddie?" Cowok itu bangkit dari posisinya, menatap Nala lekat sembari memegang kedua bahu cewek itu. "Lo nggak perlu khawatir tentang dia, Maddie paham betul kok hubungan kita."

Nala menggeleng penuh lalu mundur selangkah agar pegangan Faris dibahunya terlepas. "Semua kemungkinan terburuk bisa terjadi, Ris. Selama gue masih bisa sendiri biarin gue sendiri, sekali-kali gue pengen bebas dari tekanan apa pun. Gue hargain lo baik ke gue, tapi menurut gue, lo nggak perlu berlebihan. Ngecek keadaan gue setiap saat, nyuruh bodyguard lo ngawal gue dan hal-hal lainnya, itu nggak perlu lo lakuin! But thanks for everything."

Cowok berkemeja biru laut itu menghela napas pelan. Maksud Nala dapat dia tangkap dengan baik. "Oke, tapi jangan larang gue buat khawatir yah, Nal. Perasaan itu diluar kendali gue. Gue pamit." Faris mengambil jaketnya yang berada di sofa lalu mengacak pelan surai kecoklatan Nala sampai dia benar-benat pergi dari sana.

Tangan Nala bergerak menepis kasar air matanya. Hari ini bisa dikatakan hari paling berat untuk Nala. Dunia benar-benar sedang bermain dan Nala adalah mainannya. Gadis itu memasuki kamar, matanya langsung tertuju pada boneka penguin yang berada ditengah kasur. Buliran bening yang sedari tadi dia bendung, akhirnya tumpah ruah.

RAGNALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang