[20] Perasaan Aneh

8.8K 656 93
                                    

"Kamu itu cinta, rindu, luka, sekaligus sakit." – Nalaka.

Setelah melihat interaksi demi interaksi antara Genta dan Nala, cowok berbadan tegap itu akhirnya melangkah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah melihat interaksi demi interaksi antara Genta dan Nala, cowok berbadan tegap itu akhirnya melangkah. Meninggalkan pijakannya sembari mengepalkan tangan. Entah apa yang membuatnya sangat emosi. Pastinya dia tak suka melihat pandangan itu.

"Ikut gue!" titah Raga tak terbantah. Dia menarik pergelangan tangan Nala secara paksa, tak memperdulikan kulit Nala yang memerah akibat genggaman eratnya.

"Rag," sahut Nala, dia merasa sangat perih di pergelangan tangannya.

Perlakuan itu tak luput dari perhatian Genta. "Mau kemana?" tanya Genta menghalangi Raga.

"Bukan urusan lo!" Raga mencoba untuk lewat di sisi Genta, namun cowok itu tetap menghalangi Raga. Membuat Raga semakin emosi.

"Minggir!"

Satu kata dari Raga mampu membuat Nala bergidik ngeri. Bahkan urat-urat di leher cowok itu kelihatan. Nala benar-benar takut jika Raga meledak di sini.

Tanpa menunggu waktu lama, Raga mendorong tubuh Genta hingga punggung cowok itu terbentur di mobil. Nala tidak terkejut, sudah dia duga bukan Raga namanya jika dia membiarkan orang lain mengusiknya.

"LO CARI MASALAH SAMA GUE?" teriak Raga brutal, satu tangannya menarik kerah baju Genta dan yang satunya lagi masih menggenggam erat pergelangan Nala. Sama sekali tidak takut walaupun Genta adalah seniornya.

"Rag," tegur Nala mulai ketakutan. Dia merutuki Genta karena tidak melawan, cowok bodoh itu malah tersenyum smirk.

"Santai," ujar Genta melepaskan cengkeraman Raga di bajunya. "Mau ngajak dia pergi kan?" lanjut Genta seraya melirik Nala.

Raga memberikan tatapan seolah mengancam Genta, kemudian meninggalkan kakak kelasnya itu dengan sengaja menabrakkan tubuhnya pada dada Genta. Tak lupa dengan tangan kekarnya masih melilit di pergelangan Nala.

"Pake!" suruh Raga menyodorkan helm pada Nala. Dia memang sengaja membawa dua helm.

"Mobil gue?"

"Nanti ada montir yang bawa ke bengkel," ujar Raga sembari menaiki motornya. "Naik!"

Nala menatap Raga nyalang. Hidup cowok itu bisanya memerintah tak jelas. "Mau kemana?"

Raga berdecak kesal. "Gue bilang naik!" Suara Raga naik satu oktaf. Kalau begini, Nala hanya bisa menurut dari pada mendapat amukan dari Raga.

"Marah-marah mulu, jadi kakek-kakek baru tau rasa," gerutu Nala.

"Lo bilang apa?" tanya Raga memutar punggungnya.

Nala menggeleng takut. "Nggak, gue nggak ngomong apa-apa."

"Bilang apa, Nalaka?"

Mendengat suara Raga tiba-tiba menjadi sangat merdu, membuat kupu-kupu seolah berterbangan di perut Nala. Sungguh candu sekali. "Lo ganteng." Terkutuk Nala, dia mengatakan itu secara tidak sadar.

RAGNALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang