"Gue nggak ngerti tentang apa yang gue rasain sekarang, gue hanya merasa aman dan nyaman saat berada di dekatnya." – Raga
Nala mengerjapkan matanya, mencoba mencerna dengan baik kalimat yang baru saja Raga lontarkan. Terlebih ketika Raga menyebut namanya dengan sebutan Nalaka, ada desiran aneh yang menjalar di seluruh tubuh Nala. "Gimana caranya gue buat lo bahagia?" tanya Nala, gadis itu menatap Raga.
Raga terdiam, dia menoleh ke arah Nala. Mata mereka saling memadu lama. Raga sangat suka bulu mata lentik milik Nala, Raga juga suka netra coklat itu. "Nggak usah di bahas!"
Nala mengembuskan napas pasrah. Raga benar-benar tak tertebak. "Performa lo keren tadi. I like that, lo selalu memberikan yang terbaik, Rag. Semua orang pasti bangga sama lo," ujar Nala mengalihkan topik. Momen berdua dengan Raga seperti sekarang adalah momen yang paling Nala tunggu-tunggu. Jadi jangan salahkan, jika Nala ingin berlama-lama.
"Andai gue kalah, kira-kira semua orang yang lo maksud masih bangga sama gue?" tanya Raga serius.
Tersenyum, itu yang dilakukan Nala. Ah, senyuman gadis itu merebut semua atensi Raga. "Kenapa lo senyum?" tanya Raga heran.
Nala menggeleng sembari terkekeh. "Rag, lo kira lo selamanya bakalan menang. Nggak, Rag. Dunia ini berputar layaknya roda. Lo menang atau kalah, itu urusan Tuhan. Gue cuman bangga sama performa lo, bukan karena kemenangan lo. Lo kalah gue tetep bangga, karena lo udah tampilin yang terbaik."
Cowok itu tak habis pikir dengan kalimat panjang dari Nala. Dia selalu menyangka, jika semua orang kagum padanya karena kemenangan yang dia capai. Ternyata Nala berbeda, dia melihat dari apa yang diusahakan Raga. Bukan dari apa hasil akhir dari usahanya.
"Rag, lo kenapa diem?" tanya Nala memperhatikan Raga. Mimik wajah Raga selalu seperti itu, datar bak tembok.
"Lo pulang!"
Nala mengerutkan keningnya. "Lo ngusir?"
"Pulang, Nala!" perintah Raga seolah tak terbantah.
"Rag."
"Pulang!"
"Lo kenapa sih? Kok tiba-tiba nyuruh gue pulang?"
"Udah mau malem, lagian ada pengawal lo tuh."
Nala mengikuti lirikan Raga dan betul saja di sana ada Indi dan Pilar. Nala meringis pelan, bagaimana bisa dia melupakan dua sahabatnya itu. "Ya udah gue pulang." Dalam diam, Nala berharap Raga menahannya.
"Gue pulang nih," ujar Nala meyakinkan Raga.
Raga mengangkat kedua alisnya seolah mengizinkan Nala pulang. Sedangkan Nala mengerucutkan bibir tanda kecewa, dia berbalik membelakangi Raga.
"Jadi cowok kok ngga peka banget! Tahan kek atau paling nggak ngomong hati-hati kek," gerutu Nala namun masih dapat di dengar jelas oleh Raga.
Cowok itu tersenyum tipis. Sangat tipis. Nala sangat menggemaskan, tapi Raga gengsi mengakuinya. "Nal," panggil Raga.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGNALA
Teen Fiction[Jangan lupa follow sebelum membaca] Ini tentang Dia Raga Semesta. Cowok dengan julukan kulkas berjalan yang memiliki pahatan wajah hampir sempurna. Juga tentang Nalaka Cempaka Bumi, yang jatuh cinta terlalu cepat pada Raga. Nala pernah berharap jik...