"Bukan lupa, tapi sudah terbiasa. Caramu menyakitiku sudah terlampau sering, hingga mengeluh tak ada artinya lagi." – Nalaka.
Pelukan Raga dan Nala merenggang. Dengan segera Nala menepis arus air di pipinya. Nala mengutuk dirinya sendiri karena menangis di depan Raga. Nala mencoba mengembalikan ekspresi wajahnya senormal mungkin. Sedangkan, Raga masih seperti biasa, datar bak tembok.
"Sedepresi itu lo karena gue tolak," ujar Raga sembari menyelipkan dua tangannya ke saku celana abu-abunya.
Ditatap oleh Raga seperti itu membuat Nala gugup. "NGGAK!!"
"Trus ngapain mau bunuh diri, kayak bocil?" Punggung Raga membungkuk mendekatkan wajahnya pada Nala, memastikan bahwa cewek itu masih menangis atau tidak.
"Bukan urusan lo," ujar Nala menjauhkan dirinya dari Raga. Namun, Raga menahan pergelangan tangan Nala. Sungguh ada desiran aneh yang kini menjalar di tubuh Nala.
"Bunuh diri bukan solusi."
Nala bergeming. "Dari pada hidup sebagai parasit, beban untuk semua orang. Lebih baik mati kan?" tanya Nala mundur selangkah, mendongak ke arah Raga.
"Lo ngerasa jadi beban?"
"Semua orang bilang gitu."
"Gue kira tanggapan orang nggak penting buat lo," ujar Raga mendekati pembatas rooftop dan memandangi langit biru.
Nala menatap punggung Raga lama, cowok itu terlalu abu-abu. Baru saja Nala memeluk Raga dan sekarang dia kembali tak tersentuh. Nala frustasi, haruskah dia tetap menyimpan rasa ataukah memilih mundur.
"Gimana persiapan lo untuk final besok?" tanya Nala mengalihkan topik.
Raga menoleh. "Jangan lupa kompres mata lo udah kek bola pimpong. Bikin ganggu ngeliatnya."
Nala tersenyum mendengar penuturan Raga. Telinga Nala menangkap merdu suara Raga, terlebih lagi rasa hangat yang menenangkan. Raga benar-benar tak tertebak.
"Rag, mau kemana?" tanya Nala pada Raga yang melangkah meninggal roftoop.
"Pulang. Lo juga pulang, jangan bunuh diri di sekolah!"
Nala mengangguk kemudian mengejar Raga. Mereka berjalan berdampingan, Nala tak berhenti mengoceh berbeda dengan Raga yang bergeming. Nala memaklumi karena memang karakter Raga yang seperti itu. Sampai di parkiran mereka berpisah. Raga yang ke parkiran motor dan Nala ke parkiran mobil.
"Thanks ya, Rag," sahut Nala tersenyum tulus.
Raga hanya mengangguk kemudian memasang helmnya.
***
Kamar Lena ramai diisi oleh empat anak manusia. Sepulang sekolah geng Natural Killer mengadakan kumpul kebo di rumah Lena, tak ada Nala. Bukan tanpa alasan Nala tidak ikut, namun Nala sendiri yang menolak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGNALA
Teen Fiction[Jangan lupa follow sebelum membaca] Ini tentang Dia Raga Semesta. Cowok dengan julukan kulkas berjalan yang memiliki pahatan wajah hampir sempurna. Juga tentang Nalaka Cempaka Bumi, yang jatuh cinta terlalu cepat pada Raga. Nala pernah berharap jik...