"Aku memilihmu sebagai yang pertama diantara banyaknya pilihan. Lalu dapatkah yang pertama akan abadi?" – Nalaka.
Siang bolong seperti sekarang, sebenarnya sangat nikmat jika dimanfaatkan untuk menyelam di perairan laut mimpi. Meski tubuh Nala sekarang berada dalam mobil Genta, tapi jiwanya berada dalam kamar, seolah membayangkan dirinya sedang menikmati bunga tidur. Sekitar dua puluh menit berlalu, namun Nala belum tahu akan dibawa kemana dirinya oleh Genta.
"Kak, kita sebenarnya mau kemana?" tanya Nala.
Cowok dengan kemeja flannel itu masih fokus pada kemudinya, namun tetap menanggapi pertanyaan Nala. "Lo lagi rindu Jakarta dibagian mananya?"
"Kak Genta kan yang ngajak keluar. Kenapa ujung-ujungnya gue yang nentuin?"
Genta terkekeh renyah. Suara Nala itu sangat cempreng, tapi baginya begitu candu untuk didengar. "Kita ke MoJA Museum, mau?"
Nala tampak berpikir sejenak, lalu kembali bersuara. "Boleh."
Tiba di tujuan, Genta lebih dulu turun dari mobil kemudian berjalan menuju pintu tempat Nala duduk dan membukanya. Nala turun dengan senyum canggungnya. Menurut Nala, Genta terlalu berlebihan padahal Nala bisa sendiri. Tapi tidak apa-apa semua inisiatif baik, patut dihargai. "Makasih," imbuh Nala.
Sebelum menikmati indahnya museum tersebut, Genta memesan tiket terlebih dahulu, untuknya dan untuk Nala. "Ayo!" ajak Genta.
Pilihan pertama mereka jatuh pada permainan Roller Skate. Satu hal yang paling menarik disini, pengunjung bisa berkeliling menggunakan sepatu roda. Keduanya sudah siap dengan sepatu roda masing-masing. Dua anak manusia itu berjalan pada lorong dengan lampu neon warna-warni. Perlahan tangan Genta bergerak menautkan jari-jarinya dengan jari-jari milik Nala. "Gue genggam yah, was-was lo jatuh," ujar Genta.
Sentuhan yang secara mendadak itu membuat Nala terkejut bukan main. "G-gue nggak biasa genggaman," balas Nala berusaha mengendurkan genggaman tersebut hingga terlepas sempurna.
"Lo yakin, kalau lo jatuh bisa lecet loh Nal?" tanya Genta khawatir.
Nala mengangguk sebagai jawaban. Tempat ini indah, tapi mengapa Nala kurang bersemangat. Padahal jika diamati banyak spot foto yang bisa diabadikan. Gadis itu terus berjalan menggunakan sepatu rodanya, hingga tiba di sebuah studio berbentuk dapur dengan interior warna-warni.
"Nggak mau foto, Nal?" tanya Genta berusaha mencairkan suasana.
Berpindah tatapan ke Genta, Nala tersenyum lalu mengangguk kecil. "Fotoin gue, yah? Dapurnya lucu," pinta Nala.
"Siap, Tuan Putri," balas Genta penuh semangat.
Baru saja Nala ingin menyerahkan ponselnya pada Genta, namun sebuah notifikasi mencegah pergerakannya. Satu pesan dari seseorang, mampu membuat jantung Nala bekerja lebih ekstra.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGNALA
Teen Fiction[Jangan lupa follow sebelum membaca] Ini tentang Dia Raga Semesta. Cowok dengan julukan kulkas berjalan yang memiliki pahatan wajah hampir sempurna. Juga tentang Nalaka Cempaka Bumi, yang jatuh cinta terlalu cepat pada Raga. Nala pernah berharap jik...