[27] Ruby dan Senyuman

10.8K 715 116
                                    

"Rasa itu masih ada, bahkan sudah melekat ke dasar hati." – Nalaka.

Bandar udara Internasional London Heathrow sebagai tempat Nala mendarat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bandar udara Internasional London Heathrow sebagai tempat Nala mendarat. Sekarang di London sudah menunjukkan pukul 07.50 pagi , mungkin di Indonesia terkhususnya di Jakarta sekarang 14.50 karena perbedaan waktu kurang lebih tujuh jam. Nala menghirup dalam-dalam udara dingin di benua Eropa tersebut.

Memandang barang bawaannya yang hanya beberapa saja. Nala fokus pada paper bag berwarna biru langit dengan garis putih sebagai coraknya. Hal itu membuat Nala teringat pada Raga, pada sosok cowok yang sudah memenuhi isi kepalanya selama di pesawat tadi. Baru saja Nala ingin melihat isi paper bag itu, namun suara bariton mengalihkan atensinya.

"NALA!" panggil seseorang sembari melambaikan tangan tinggi-tinggi tak lupa dengan senyum lebar, menampakkan semua giginya yang tersusun rapi.

Gadis itu menoleh, menatap cowok yang sangat familiar itu. Faris Abima Nicholas, sahabat kecil Nala yang sering disapa Faris. Cowok itu memang sudah menghubungi Nala bahwa dia yang akan menjemput Nala jika sudah tiba disini. "Faris," sahut Nala tampak ceria.

Faris berlari menuju Nala, saat sampai di tujuan langsung saja cowok itu mendekap Nala dengan erat. Menyalurkan rindu enam tahun berpisah. "Do you know this longing is very torturous?" ujarnya. Jika diartikan dalam bahasa Indonesia artinya 'tahukah kamu rindu ini sangat menyiksa?'.

"Gue nggak bisa napas, lo dekep kek gini, Ris!" jawab Nala jujur. Faris mendekapnya cukup kuat membuat Nala susah untuk menghirup oksigen.

Faris terkekeh renyah, dia memandangi wajah Nala dengan seksama. "Makin cantik aja, lo!" puji Faris.

Nala mengangkat bahu sombong, dia juga mengakui jika Faris sekarang lebih tampan bahkan berkali-kali lipat. Wajah cowok itu dengan enam tahun lalu tak banyak yang berubah hanya saja tingginya yang sangat berubah drastis. Garis wajahnya yang khas Asia membuat Nala mudah mengenali Faris.

"Gue masih inget banget dulu lo sependek ini," ujar Nala menepuk bahunya. "Sekarang lo malah kek tiang listrik," lanjutnya.

Faris kembali tertawa, sepertinya cowok selera humornya sangat rendah. "Lo nya aja kali yang nggak tumbuh-tumbuh."

Nala hanya bisa menggeleng sambil terkekeh kecil. "Lo sendiri kesini?" tanya Nala.

"Nggak gue sama Bodyguard. Gue mau ngenalin lo sama seseorang." Faris begitu antusias ketika menyebut kata seseorang.

Kening Nala mengerut. "Siapa, lagi?"

"Ada deh, nanti aja!" jawabnya. "Gimana kabar, Ken?" tanya Faris yang tiba-tiba mengingat salah satu sahabatnya di Indonesia dulu. Faris memang bersahabat dengan Nala, Kenzo, dan Kenzi. Semenjak kejadian merenggut nyawa Kenzi, sejak saat itu pula Faris jarang bermain dengan mereka lagi.

"Baik," jawab Nala singkat.

Keduanya kemudian berjalan menuju mobil yang dikendarai oleh Faris. Barang-barang Nala sudah dibawa oleh pengawal cowok itu. Faris bisa diibaratkan dengan pewaris tunggal kaya raya, posisi cowok itu merupakan tahta tertinggi di keluarganya.

RAGNALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang