[49] Malam Kesenian

282 14 271
                                    

"Dalam cinta yang ku peluk, bersemi tanpa perlu kata." - Nalaka

Malam ini, aula sekolah penuh dengan gemerlap lampu warna-warni dan dekorasi meriah untuk malam kesenian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini, aula sekolah penuh dengan gemerlap lampu warna-warni dan dekorasi meriah untuk malam kesenian. Suara tawa dan musik mengisi udara, menciptakan suasana yang hangat dan menggembirakan. Indi dengan panitia yang lain sedang bersiap di belakang panggung, memeriksa kostum dan memastikan semuanya siap untuk penampilan malam ini.

Di sisi lain panggung, Genta sibuk mengatur para penampil. Senyum manisnya tetap menghiasi wajahnya meski kesibukan tak henti-henti menuntut perhatiannya. Genta bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat setiap kali tatapan mereka bertemu. Indi, dengan rambut sebahu yang terurai dan sikap yang selalu tenang, adalah pusat gravitasi Genta. Dia telah berjanji pada Indi untuk mengungkapkan kesalahannya malam ini, sebuah janji yang tak mudah diucapkan, apalagi dilaksanakan.

"Kak Genta, lo siap?" tanya Indi sambil mendekat. Suaranya tegas, seperti biasanya.

"Ya, gue siap," jawab Genta dengan suara yang hampir tak terdengar. Kepalanya dipenuhi dengan bayangan tentang apa yang akan terjadi. Apa yang akan mereka katakan? Bagaimana reaksi teman-temannya? Namun, dia tahu ini adalah sesuatu yang harus dilakukannya.

Acara dimulai dengan sambutan dari kepala sekolah, dilanjutkan dengan berbagai penampilan menarik dari siswa-siswi. Tarian tradisional, nyanyian, dan drama bergantian mengisi malam itu. Waktu terasa berjalan lambat bagi Genta, setiap detik seperti penantian panjang menuju pengakuannya.

Akhirnya, tibalah saat yang dinanti-nanti. Indi memberi isyarat kepada Genta untuk naik ke panggung. "Semangat, Genta. Gue tahu lo bisa," ucap Indi. Kalimat itu memberikan sedikit kehangatan bagi Genta.

Dengan langkah gontai, Genta berjalan ke tengah panggung. Suasana yang tadinya riuh mendadak hening ketika Genta mengambil mikrofon. Matanya menatap lurus ke depan, mencoba menghindari tatapan langsung teman-temannya yang menanti.

"Halo semuanya," suaranya terdengar serak. "Terima kasih sudah datang malam ini. Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan kepada kalian semua."

Ruangan itu terasa semakin mencekam. Genta menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. "Beberapa saat yang lalu, saya membuat kesalahan besar. Saya bertanggung jawab atas terpampangnya foto Raga yang dipenuhi coretan dan kalimat-kalimat menghina di mading saat itu. Saya merasa sangat bersalah atas kegaduhan yang pernah terjadi."

Genta berhenti sejenak, memberikan waktu bagi penonton untuk mencerna apa yang baru saja diungkapkannya. Beberapa suara bisikan mulai terdengar, namun Genta melanjutkan.

"Saya tahu ini tidak akan mengembalikan kepercayaan yang hilang, tapi saya ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada kalian semua. Terutama kepada Raga."

Selesai berbicara, Genta menundukkan kepala, menunggu reaksi dari teman-temannya. Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang tak tertahankan. Kemudian, dari barisan penonton, seseorang mulai menampakkan wajah terkejutnya. Tak lain dan tak bukan kekasih Raga, gadis itu tidak habis pikir ternyata Genta bisa berlaku keji.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAGNALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang