[35] Dendam Kelabu

7.5K 709 215
                                    

"Dunia terlalu luas untuk membahagiakan semua orang. Kapasitas kita tak memadai, cukup pilih siapa yang mau kamu bahagiakan." – Nalaka.

Di kediaman Abraham, Raga dan Gita baru saja tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kediaman Abraham, Raga dan Gita baru saja tiba. Keduanya melangkah masuk dengan gerabah di masing-masing genggaman mereka. Gita tak berhenti tersenyum memandangi benda unik itu, begitupun dengan Raga bedanya cowok itu tersenyum karena telah berhasil mencetak senyum untuk kakaknya.

"Are you happy, Git?" tanya Raga memastikan.

Gita memutar bola matanya jengah, bosan mendengar pertanyaan Raga yang itu-itu saja. "Nggak ada pertanyaan lain apa?"

Cowok itu terkekeh renyah. "Ternyata semudah ini buat lo bahagia."

Mendengar tanggapan Raga, raut wajah Gita tiba-tiba masam. "Bukan karena lo tapi karena Mama. Lo bukan pencetak bahagia di semesta gue, jadi jangan ngarep!"

Raga hanya mengangguk, dering ponsel di sakunya mengalihkan fokus. Dering yang terdengar asing, membuat Raga merogoh benda pipih itu.

Melihat Raga yang menghindar, Gita langsung menegur cowok itu. "Kenapa, Rag?" tanyanya.

Perubahan wajah Raga yang tiba-tiba menampakkan raut panik semakin membuat Gita mengerutkan keningnya. "Git, gue pergi bentar," ujar Raga buru-buru. Cowok itu berlari tanpa menghiraukan Gita yang masih keheranan. Fokusnya hanya pada suara Nala yang dia dengar menjerit.

Raga memang merindukan suara Nala tapi tidak dengan suara yang menyeramkan itu. Meski, asalnya dari Nala. Sungguh Raga tak tega.

Dengan kecepatan penuh Raga memelintir handle gas lebih banyak dari biasanya. Tujuannya saat ini adalah rumah Nala. Mencari seseorang disana. Setibanya Raga langsung memakirkan motornya depan pagar lalu menekan bel berkali-kali berharap ada seseorang yang segera muncul.

"Pak, saya mau ketemu Papanya Nala," desak Raga ketika ada satu satpam membuka lubang kecil pada pagar tersebut.

"Tuan tidak ada!" ketus sang satpam lalu menutup kembali jendela pagar.

"Pak! Pak! Saya mohon."

"Anjing!" umpat Raga. Satpam Nala ternyata sama keras kepalanya dengan majikannya. Raga mengusap kasar wajahnya, napasnya tak berirama teratur. Ini kali pertama kali Raga merasakan ketakutan yang sangat menyiksa. Bahkan rasanya melebihi rasa takutnya dulu ketika Bundanya meninggal.

Kembali menaiki kuda besinya, Raga menancapkan gas menuju perusahaan Johandi yang alamatnya sudah dia searching di google. Dalam hati dia merapalkan doa, agar ada titik temu antara dirinya dengan Johandi.

"Tuhan, saya tidak siap untuk kehilangan kali ini," gumam Raga menatap gedung pencakar langit dihadapannya. Disana tertulis besar JOHANDI RAJENDRA dengan logo khasnya.

Dengan langkah gusar Raga memasuki perusahaan itu, tak lupa dengan kepalan tangannya yang menandakan jika dia sedang tegang. Langkah Raga terhenti karena seseorang menghadang jalannya.

RAGNALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang