Bab 42 Penyesalan Rey

2.6K 177 6
                                    

.
.
.
.
.
Happy Reading❤️

“Daizy, kamu enggak papa kan ?”

Daizy mengerjapkan matanya beberapa kali dan menggelengkan kepalanya. Bukan wajah Aldafi yang sekarang ia tatap, tapi wajah Rey. Daizy melepaskan diri dari Rey dan berusaha berdiri dengan tegap.

“Apa-apaan aku, kenapa malah bayangin Dafi ?” batin Daizy bertanya-tanya.

Daizy merasa ada yang aneh dengan isi kepalanya saat ini. Rey merasa diabaikan pun menepuk pundak Daizy. Daizy sedikit terlonjak, ia langsung menghadap ke arah Rey.

Penampilan Rey sangat rapi dan tampan dengan balutan jas berwarna abu-abu dan celana kain berwarna senada. Ia memakai kemeja berwarna putih di dalam jasnya. Daizy tercengang melihat penampilan Rey, bukan karena ia terlihat tampan, tetapi karena Daizy merasa hal ini sudah direncanakan.

“Ngapain kakak di sini ?” tanya Daizy.

“Ah itu,” Rey menggaru tengkuknya yang tidak gatal, “Sebenarnya aku, Okan dan Ruri bekerja sama untuk hal ini, karena aku tahu kamu enggak akan mau kalau aku yang ajak langsung,” jawab Rey berterus terang.

“Jadi, Ruri juga tahu ?” tanya Daizy lagi dan diangguki oleh Rey, “Pantes dia jadi aneh.”

“Enggak usah dipikirin, kita duduk yuk,” ujar Rey sambil menunjuk meja makan yang di tengahnya terdapat lilin dan bunga-bunga.

Daizy berjalan ke arah meja, namun kakinya bertambah sakit ketika dipakai untuk berjalan. Rey dengan sigap menggandeng tangan Daizy, tapi Daizy menolak dengan melepas tangannya dari genggaman Rey.

“Aku bisa jalan sendiri,” ujar Daizy, lalu ia berjalan secara perlahan. Rey berjalan di belakang Daizy menjaganya agar tidak jatuh.

Rey berlari ke kurai Daizy dan menariknya, lalu mempersilahkan Daizy untuk duduk.

“Makasih,” ujar Daizy dan Rey pun tersenyum hangat.

Mereka pun duduk berhadapan. Rey tampak sangat gugup, terlihat dengan jelas di wajahnya. Rey memanggil seorang pelayan, lalu pelayan itu pun datang dengan nampan yang berisi segelas es lemon tea dan capuccino.

Pelayan itu pun menaruh segelas lemon tea di depan Daizy dan capuccino di depan Rey. Daizy terus memandangi lemon tea yang tampak segar itu.

“Kamu masih suka itu kan ?” tanya Rey memastikan.

“Kakak masih ingat ?” bukannya menjawab, Daizy malah bakik bertanya.

“Sejak kamu memutuskan untuk pergi, aku tidak pernah melupakan apa pun tentang kamu. Semua yang kamu suka atau tidak suka dan hal yang sering kamu lakukan, semuanya masih ada di memori aku,” ujar Rey.

Daizy hanya diam, ia bingung harus berkata apa karena semua itu sudah menjadi masa lalu bagi Daizy. Daizy meminum lemon tea itu sehingga tersisa setengah. Daizy melihat ke sekeliling dan melihat ada beberapa pemain musik yang sedang memainkan lagu romantis.

“Daizy.”

Daizy melihat ke arah Rey yang tampak kembali gugup.

“Iya ?”

“Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan ke kamu.”

“Apa itu ?”

Lagi-lagi Rey menghembuskan nafasnya. Ia memegang tangan Daizy dan tangan Rey sangat dingin seperti sudah direndam air es.

“Aku minta maaf untuk semua perlakuan dan ucapan menyakitkan aku dulu ke kamu, aku ..., aku menyesal, seharusnya aku enggak dengerin omongan teman-teman aku yang ngejelekin kamu dulu,” ungkap Rey dengan mata yang sendu.

My Cold Neighbor [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang